Ebeg
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah banyumas yang menggunakan peroperti jaranan (boneka kuda) terbuat dari anyaman bambu. Tarian Ebeg di daerah Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Gerak tari yang menggambarkan kegagahan di peragakan oleh pemain ebeg. Didalam suatu sajian ebeg akan melalui satu sesen yang unik yang biasanya di tempatkan di tengah pertunjukan. Sesen tersebut sebagai mana di kenal dalam bahasa Banyumasan dengan Mendhem (intrans). Pemain akan keseurupan dan mulai melakukan atraksi-atraksi unik. Bentuk atraksi tersebut seperti halnya: makan Beling atau pecahan kaca, makan dedaunan yang belum matang, makan daging ayam yang masih hidup, berlagak seperti monyet, ular, dan masih yang lainnya.
Ebeg termasuk kesenian yang tergolong cukup di perhitungkan dalam hal umur. Diperkirakan kesenian jenis ini sudah ada sejak zaman purba tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme. Salah satu bukti yang menguatkan Ebeg dalam jajaran kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk intrans atu wuru. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.
Pertunjukan Ebeg biasanya di iringi dengan alat musik yang disebut Bendhe. Alat musik ini memiliki ciri fisik seperti gong akan tetapi berukuran lebih kecil terbuat dari logam. Akibat perkembangan budaya dianyumas dan orentasi suatu senipertunjukan juga yang dalam tahap awal merupakan sarana ritual telah bergesear pada bisnis seni pertunjukan, pembenahan dalam ebeg-pun segera di lakukan. penataan padaebeg yang dapat meliputi bentuk iringan, penghalusan gerak tari, kostum ataupun propertinya banyak di lakukan oleh seniman Banyumas. Karya-karya baru yang bersumber pada pola gerek ebeg-pun akhirnya banyak bermunculan. Gobyog Jaranan adalah salah satu bentuk tarian baru yang diambil dari ragam gerag Ebeg oleh Yusmanto sebagai penata iringan dan Agus Sungkowo sebagai koreografer tarinya.