Tuanku Lintau atau Tuanku Pasaman (lahir di Tapi Selo, Lintau Buo Utara, Tanah Datar tahun 1750 – meninggal di Pelalawan, Riau tahun 1832)[1] adalah salah seorang panglima Kaum Padri dalam Perang Padri, yang berkedudukan di Lintau. Belum banyak diketahui data mengenai tokoh ini. Menurut Muhamad Radjab, Tuanku Lintau bernama asli Saidi Muning, anak dari Datuk Sinaro.[2] Ia mengajar dan memiliki surau di Pasaman sehingga dijuluki juga sebagai Tuanku Pasaman.

Rumah Tuanku Lintau[1]

Tuanku Lintau memiliki hubungan kekerabatan dengan Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah, sehingga dengan kedekatan ini, ia diminta memimpin perundingan mewakili Kaum Padri dengan Kaum Adat.[3]

Dalam beberapa perundingan yang dilakukannya tidak ada kata sepakat antara kaum Padri dengan kaum Adat, dan seiring itu dalam beberapa nagari muncul gejolak dalam Kerajaan Pagaruyung, yang nantinya menyebabkan terbunuhnya dua orang anak Sultan Arifin Muningsyah.[4]

Salah seorang muridnya yang terkenal yakni Syekh Bustami.[5]

Rujukan

  1. ^ a b https://www.kidalnarsis.com/2011/08/wisata-religi-dan-budaya-di-rumah.html
  2. ^ Radjab, Muhamad (1964). Perang Paderi di Sumatera Barat, 1803-1838 (dalam bahasa Melayu). Balai Pustaka. 
  3. ^ Nain, Sjafnir Aboe, (2004), Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB), transl., Padang: PPIM.
  4. ^ Amran, Rusli (1981). Sumatera Barat hingga Plakat Panjang. Penerbit Sinar Harapan. 
  5. ^ Beberapa ulama di Sumatera Barat. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, UPTD Museum Adityawarman. 2008.