Letnan Jenderal TNI (Purn.) Djaja Suparman (lahir 11 Desember 1949) adalah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI-AD yang pernah menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat dari 1999 hingga 2000, Panglima Kodam Jayakarta dari 1998 hingga 1999, dan Panglima Kodam V/Brawijaya dari 1997 hingga 1998.

Djaja Suparman
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat ke-43
Masa jabatan
24 November 1999 – 29 Maret 2000
Informasi pribadi
Lahir11 Desember 1949 (umur 74)
Sukabumi, Jawa Barat
Suami/istri
(c. 2014)
Anak3
Orang tua
  • Momo bin H. Usman (ayah)
  • Hj. Aminah (ibu)
AlmamaterAkademi Militer (1972)
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1972—2006[1][2]
Pangkat Letnan Jenderal
NRP25216
SatuanInfanteri
Pertempuran/perangOperasi Seroja
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Karier militer

Djaja Suparman merupakan lulusan Akmil tahun 1972 yang berasal dari kesatuan infanteri baret hijau.[3] Penugasan pertamanya adalah di Blitar, sebagai Komandan Peleton (Danton). Beberapa waktu kemudian ia dipercaya sebagai Komandan Yonif 507/Sikatan (Surabaya), yang merupakan pasukan andalan Kodam V/Brawijaya. Sesudahnya, ia dipercaya sebagai Komandan Distrik Militer (Dandim) di Probolinggo. Kemudian ditarik ke Makodam V/Brawijaya, sebagai Waasops Kasdam V. Setelah berdinas di staf, Djaja ditarik kembali ke satuan tempur, sebagai Komandan Brigif 13/Galuh Kostrad (Tasikmalaya).[4]

Kariernya terus semakin menanjak setelah ia dipercaya sebagai Komandan Resimen Taruna Akmil di Magelang. Sesudah menjadi Danmentar, bintang satu diraihnya saat dipercaya sebagai Kasdam II/Sriwijaya. Setelah bertugas di Palembang, ia kembali lagi ke Surabaya, sebagai Pangdam V/Brawijaya, dengan pangkat Mayjen. Kemudian pada akhir Juni 1998, Djaja dipercaya memegang komando sebagai Pangdam Jaya menggantikan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin.[4]

Pada bulan November 1999, Djaja ditunjuk sebagai Pangkostrad menggantikan Letjen TNI Djamari Chaniago, pangkatnya pun naik menjadi jenderal berbintang tiga atau Letnan Jenderal. Namun ia hanya sebentar menjadi Pangkostrad setelah pada bulan Maret 2000 ia digantikan oleh Letjen TNI Agus Wirahadikusumah.[5] Setelah itu ia pun menjabat sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI (Dan Sesko TNI) dan sebelum akhirnya pensiun ia menjabat sebagai Inspektur Jenderal TNI (Irjen TNI).[6]

Riwayat Jabatan

Letnan Dua s/d Letnan Satu
  • Danton Yonif 511/Badak Hitam
  • Danton Ban Yonif 511/Badak Hitam
  • Danton STTB Yonif 511/Badak Hitam
  • Danton SMB Yonif 511/Badak Hitam
  • Pasi 4/Log Yonif 511/Badak Hitam
Kapten
  • Dankiban Yonif 511/Badak Hitam
  • Dankipan Yonif 511/Badak Hitam
  • Pasi 3/Pers Yonif 511/Badak Hitam
  • Kasi 3/Pers Brigif Linud 17/Kostrad
  • Kasi 4/Log Brigif Linud 17/Kostrad
Mayor
  • Dandenma Brigif Linud 17/Kostrad
  • Dandenma Divif 1/Kostrad
  • Kasi 2/Ops Korem 084/Bhaskara Jaya
Letnan Kolonel
  • Danyonif 507/Sikatan
  • Dandim 0820/Probolinggo
  • Waasops Kasdam V/Brawijaya
Kolonel
  • Danbrigif 13 Galuh/Kostrad (1993—1994)
  • Aster Kasdam Jaya
  • Danmentar Akmil
Brigadir Jenderal
  • Kasdam II/Sriwijaya
Mayor Jenderal
  • Pangdam V/Brawijaya (1997—1998)
  • Pangdam Jaya (1998—1999)
Letnan Jenderal
  • Pangkostrad (1999—2000)
  • Dansesko TNI (2000—2003)
  • Irjen TNI (2003—2006)

Sipil

Penghargaan

Tanda Kehormatan

Djaja mendapatkan sejumlah tanda kehormatan atas prestasi dan jasanya baik dari dalam maupun luar negeri, diantaranya:

Dada kiri
 
 
     
     
     
 
Brevet Brevet Para Madya
Baris ke-1 Bintang Mahaputera Utama (19 Agustus 1999)
Baris ke-2 Bintang Mahaputera Nararya Bintang Dharma Bintang Yudha Dharma Pratama
Baris ke-3 Bintang Kartika Eka Pratama Bintang Yudha Dharma Nararya Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
Baris ke-4 Satyalancana Kesetiaan 24 Tahun Satyalancana Dwidya Sistha Satyalancana Seroja
Brevet Brevet Scuba TNI AL

Kasus

Pada 26 September 2013, di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Djaja divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 30 juta atas kasus korupsi senilai Rp 17,6 miliar ketika ia masih menjabat sebagai Pangdam Brawijaya.[10][11] Ia juga masih harus menyerahkan uang pengganti sebesar Rp 13,3 miliar, jika tidak mampu mengembalikannya ia harus menggantinya dengan hukuman tambahan selama 6 bulan.[10]

Kasus ini bermula pada tahun 1998 ketika ia menerima kompensasi dana sebesar Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) atas tukar guling lahan seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal, Surabaya milik Kodam V/Brawijaya.[10][11] Dari uang itu, sebesar Rp 4,2 miliar telah digunakan untuk keperluan Kodam dan sisanya sebanyak Rp 13,3 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.[10][11]

Namun, Djaja beranggapan bahwa dana dari CMNP tersebut merupakan bantuan natura, bukan ganti rugi atas pelepasan aset Kodam. Ia menggunakan dana tersebut untuk pengamanan wilayah Jawa Timur terkait peristiwa 1998,[12] pengadaan kendaraan operasional Korem dan Kodim serta meningkatkan kesejahteraan prajurit, termasuk merenovasi Markas Kodam Brawijaya dan membangun gedung perwakilan Kodam Brawijaya di Jakarta.[13] Meskipun demikian, pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung, baru dikeluarkan pada 13 Mei 2022, kemudian Djaja melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada 5 Juli 2022 karena merasa diperlakukan tidak adil. Surat tersebut dijawab melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bahwa pihak istana tidak dapat mencampuri proses hukum. Djaja melaksanakan putusan pengadilan pada 13 Oktober 2022 ke Lapas Sukamiskin, Bandung.[12]

Referensi

Jabatan militer
Didahului oleh:
Djamari Chaniago
Pangkostrad
1999—2000
Diteruskan oleh:
Agus Wirahadikusumah
Didahului oleh:
Sjafrie Sjamsoeddin
Pangdam Jaya/Jayakarta
1998—1999
Diteruskan oleh:
Ryamizard Ryacudu
Didahului oleh:
Imam Utomo
Pangdam V/Brawijaya
1997—1998
Diteruskan oleh:
Djoko Subroto