Kontroversi kartun Muhammad Jyllands-Posten

Revisi sejak 4 Oktober 2009 06.19 oleh Borgx (bicara | kontrib) (←Suntingan 110.137.203.221 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Bennylin)

Kontroversi mengenai karikatur Nabi Muhammad pertama dimulai setelah dua belas karikatur Nabi Muhammad, nabi terakhir dalam agama Islam, diterbitkan di surat kabar Jyllands-Posten; 30 September 2005. Jyllands Posten adalah surat kabar terbesar di Denmark.

Penerbitan

Enam dari kedua belas karikatur tersebut diterbitkan ulang di surat kabar Mesir, El Faqr, pada 30 Oktober 2005 untuk mendampingi sebuah artikel yang mengkritik keras tindakan Posten, namun saat itu karikatur-karikatur ini belum mendapat perhatian yang besar di luar Denmark.[1] Hanya pada Desember 2005, saat Organisasi Konferensi Islam mulai menyatakan penentangannya, barulah kontroversi ini menghangat di dunia. Sebagian dari karikatur tersebut diterbitkan di surat kabar Norwegia, Magazinet, pada tanggal 10 Januari 2006. Koran Jerman, Die Welt, surat kabar Perancis France Soir dan banyak surat kabar lain di Eropa dan juga surat kabar di Selandia Baru dan Yordania.

Di Indonesia, tercatat ada dua media massa menerbitkan karikatur-karikatur ini, masing-masing Tabloid Gloria (5 karikatur)[2] dan Tabloid PETA.[3] Pemimpin redaksi (pemred) Gloria kemudian meminta maaf dan menarik penerbitannya,[4] sedangkan pemimpin umum dan pemred PETA dijadikan tersangka.[5]

Setelah setelah penerbitan kartun yang asli, sebuah video menunjukkan anggota sayap muda Partai Rakyat Denmark yang berkontes menggambar Nabi Muhammad. Pada tanggal 12 Februari 2008, polisi Denmark menahan 3 orang (2 Tunisia dan 1 orang Denmark keturunan Maroko) yang dicurigai merencanakan membunuh Kurt Westergaard, kartunis yang menggambar kartun Bom di Sorban. Keesokan harinya, kartun-kartun karya Westergaard tersebut dimuat di Jyllands-Posten, Politiken, dan Berlingske Tidende. Kedua peristiwa tersebut sama-sama menimbulkan kemarahan di seluruh dunia Islam.

Kontroversi

Karikatur-karikatur tersebut, pada mulanya dimaksudkan untuk mengilustrasikan secara satir artikel yang membahas penyensoran diri (self-censorship) dan kebebasan berpendapat (freedom of speech). Jyllands-Posten memesan dan menerbitkan karikatur Muhammad setelah mendengar dari pengarang Denmark, Kare Bluitgen, bahwa ia tidak dapat menemukan orang yang bersedia menggambar Muhammad untuk digunakan di buku yang dikarang olehnya. Mereka tidak berani menggambar Muhammad karena takut akan terancam oleh serangan dari ekstremis Muslim. Ajaran Islam melarang penggambaran Nabi Muhammad untuk mencegah pemujaan berhala. Walaupun begitu, ada kaum Muslim yang tidak setuju oleh pandangan ini dan mempublikasikan gambar Muhammad, akan tetapi tidak dalam bentuk satir.

Meskipun Jyllands-Posten mengatakan penerbitan gambar-gambar ini ditujukan untuk menunjukkan bahwa kebebasan berbicara berlaku bagi siapapun, sebagian orang (baik Muslim dan non-Muslim) menganggap gambar-gambar tersebut adalah penghinaan terhadap Islam dan menunjukan Islamofobia di Denmark.

Sebagai reaksi atas artikel itu, dua kartunis telah menerima ancaman pembunuhan sehingga mereka terpaksa bersembunyi. Menteri luar negeri dari sebelas negara Islam mendesak pemerintah Denmark untuk menindak surat kabar yang menerbitkan karikatur di atas dan juga meminta maaf. Perdana Menteri Denmark, Anders Fogh Rasmussen berkata, "Pemerintah Denmark tidak akan meminta maaf karena pemerintah tidak mengontrol media atau surat kabar; itu adalah pelanggaran dari kebebasan berbicara," namun Rasmussen juga berkata bahwa ia "sangat menghormati penganut agama. Tentu saja saya tak akan pernah memilih untuk menggambarkan simbol keagamaan dengan cara tersebut."[6]

Jyllands-Posten sendiri telah meminta maaf karena telah menghina umat Muslim, namun tetap berpendapat bahwa mereka berhak menerbitkan karikatur tersebut, dengan alasan bahwa fundamentalisme Islam tidak dapat mengontrol hal-hal yang dapat diterbitkan media di Denmark.[7]

Tanggapan internasional

Dalam menanggapi kemarahan komunitas Muslim, editor utama France Soir diberhentikan oleh pemilik surat kabar koran ini; Raymond Lakah. Lakah sendiri adalah seorang Perancis keturunan Mesir dan beragama Katolik Roma. Kemudian editor surat kabar Yordania al-Shihan, yang juga memuat karikatur ini, dipecat dan ditangkap pihak kepolisian.

Guru besar ilmu politik dari Universitas Paris VIII di Perancis kelahiran Lebanon, Gilbert Achcar sangat tidak mengherankan tentang pecahnya kemarahan di berbagai dunia islam, tapi masalah kecil itu menjadi jalan pembuka untuk marah besar. Menurut pendapat Achcar kemarahan itu sebenarnya tidak pada kartun itu sendiri, tapi dikarenakan sikap munafik dari dunia Barat dengan ikut campurnya pembuatan model demokrasi dan hak asasi manusia di Timur Tengah. [8]

Pemimpin dunia

Berkas:Arabcartoon.jpg
Karikatur ini diambil dari surat kabar Yordania Al Ghad yang berpendapat bahwa Dunia Barat memakai standar ganda dalam kontroversi Jyllands-Posten ini. Teks dalam gambar ini menyatakan menurut arah jarum jam: "Yang ini rasis", "Yang ini anti-semitik", dan "Yang ini termasuk kebebasan berpendapat."

Organisasi Konferensi Islam dan Liga Arab meminta agar PBB menjatuhkan sanksi internasional terhadap Denmark.[9] Sementara itu, produk dari Denmark diboikot oleh konsumen di Arab Saudi, Kuwait dan negara Arab lain. Selain itu ada protes besar-besaran oleh kaum Muslim di Indonesia, Malaysia, Pakistan, negara Arab dan negara lain yang mempunyai populasi Muslim, hampir semuanya menggunakan kekerasan. Pada tanggal 4 Februari, Kedubes Denmark dan Norwegia di Suriah dibakar, akan tetapi tidak ada korban jiwa. Sehari kemudian pada tanggal 5 Februari Kedubes Denmark di Beirut, Lebanon juga dibakar oleh amukan massa. Akibat kejadian ini, Menteri Dalam Negeri Lebanon, Hassan al-Sabaa mengundurkan diri.[10] Dua hari kemudian, pada 7 Februari, Iran resmi memutuskan hubungan dagang dengan Denmark.[11]

Sekjen PBB, Kofi Annan, menyatakan keprihatinannya akan peristiwa ini dan berkata bahwa "kebebasan pers" harus selalu diterapkan melalui penghormatan terhadap keyakinan agama dan ajaran seluruh agama".

Vatikan mengatakan, kebebasan berekspresi tidak berarti bebas menyerang agama atau kepercayaan agama seseorang, pembuatan dan penyebarluasan kartun itu adalah sebuah tindakan provokasi yang sama sekali tidak bisa diterima. "Di dalam hak atau kebebasan untuk menyatakan ekspresi dan pemikiran tidaklah mencakup kebebasan yang menyakiti para penganut agama," demikian pernyataan Vatikan. Selain itu, Vatikan juga menyatakan, "Serangan yang dilakukan oleh seorang atau sebuah perusahaan media tidak seharusnya dilampiaskan terhadap lembaga publik atau negara yang terkait." [12]

Reaksi di Indonesia

  • Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengecam keras karikatur Nabi Muhammad ini, namun beliau juga menekankan bahwa umat Muslim diharapkan menerima permintaan maaf sang penggambar dan jangan melakukan tindakan yang melanggar hukum.
  • Konferensi Waligereja Indonesia berseru supaya pemerintah Denmark mengambil tindakan. [13]

Referensi

Pranala luar