Katapel pesawat terbang

Revisi sejak 2 September 2022 06.40 oleh Muhammad Jalil der konig (bicara | kontrib) (Katapel menjadi ketapel)

Katapel pesawat terbang adalah alat yang digunakan untuk meluncurkan pesawat dari kapal khususnya dalam ruang yang sangat terbatas. Alat ini terdiri dari track yang dibangun ke dalam dek penerbangan, yang dibawahnya terdapat piston besar atau shuttle yang terpasang melalui trek ke gigi hidung pesawat, atau dalam beberapa kasus tali kawat disebut kekang katapel melekat pada pesawat dan shuttle ketapel.

Deskripsi

Ada perbedaan antara proses lepas landas serta pendaratan dari geladak kapal dan dari landasan datar di permukaan tanah yang diakibatkan oleh perbedaan karakter landasan. Landasan pada kapal induk selalu bergerak serta berukuran pendek dan sempit. Sementara itu, landasan di tanah datar tidak pernah berpindah tempat serta berukuran lebar dan panjang.

Katapel pesawat terbang

Masalah muncul ketika militer berniat mengusung jet tempur ke atas geladak. Jet tempur memiliki karakteristik yang berbeda. Umumnya jet tempur membutuhkan kecepatan yang sangat tinggi, di atas 150 knot. Dengan segala kemampuannya, sulit bagi jet tempur untuk mencapai kecepatan lepas landas itu dalam jarak tidak lebih dari 100 meter. Untuk itu dibutuhkan sebuah alat yang berfungsi untuk mempercepat akselerasi pesawat. Alat ini dikenal sebagai katapel.

Sistem katapel sudah dikembangkan sejak Perang Dunia yang diterapkan pada pesawat berbaling-baling. Teknologi pada masa awal perkembangannya masih sangat sederhana dan dinilai kurang efisien karena untuk menerbangkan sebuah pesawat memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, Angkatan Laut Amerika Serikat mengembangkan sebuah katapel model baru. Sistem baru ini menempatkan alat pelontar di atas geladak dan sistem ini berkembang menjadi katapel bertenaga hidraulis.

Kapal induk USS Nimitz memiliki perangkat pelontar jenis C-13 yang mampu melontarkan pesawat seberat 40 ton dari posisi diam ke kecepatan 300 km/jam hanya dalam waktu 2 detik. Dengan teknologi ini, awak kapal bisa melontarkan dua pesawat setiap setengah sampai satu menit pada siang hari dan satu pesawat setiap satu menit pada malam hari.

Pendaratan Tanpa Rem

Sama halnya dengan lepas landas, proses pendaratan di kapal induk membutuhkan keterampilan lebih jika dibandingkan dengan di darat karena kapal selalu bergerak serta landasannya pendek dan sempit. Pilot kapal induk secara umum sepakat bahwa pendaratan menjadi fase tersulit dalam penerbangan. Ada dua alat yang digunakan dalam proses pendaratan, yakni kabel penahan dan pengerem laju pesawat.

Saat mendaratkan pesawat, seorang pilot harus bisa menyangkutkan pengait pada pantat pesawat ke salah satu dari empat kabel penahan. Kabel penahan ini terbentang dari kiri ke kanan kabel pendarat. Tingginya dari permukaan hanya 30 cm. Bentang pertama berada 40 meter dari ujung belakang kapal. Jarak antar kabel 5-10 meter tergantung jenis kapal. Artinya kotak pendaratan pada kapal induk hanya berjarak 25-50 meter.

Kotak pendaratan yang pendek menuntut prosedur pendaratan yang berbeda dengan mendarat di tanah lapang. Bila di tanah lapang, kecepatan boleh dibuat serendah mungkin, kecepatan pesawat saat mendarat di kapal induk harus dijaga agar tetap tinggi. Minimal di atas kecepatan stall atau setinggi kecepatan pada saat lepas landas, seperti contohnya pada pesawat F-18 Hornet sekitar 150-160 knot.

Uniknya, setelah roda menyentuh permukaan dan hook terkait pada salah satu kabel, bukan rem yang diinjak, melainkan membuka throttle selebar mungkin. Hal ini dilakukan karena bisa saja pengait pada pesawat gagal menyangkut pada salah satu penahan, sehingga pesawat bisa langsung terbang lagi. Oleh karena itu, pesawat pada kapal induk dibuat khusus dengan kemampuan airframe dan kaki-kaki yang amat kuat karena kedua bagian inilah yang menentukan pada saat mendarat

Lihat pula

Referensi

Pranala luar