Batik Bali

gaya batik khas kebudayaan etnis Bali
Revisi sejak 24 Agustus 2023 04.24 oleh Wagino 20100516 (bicara | kontrib) (Menghapus Kategori:Seni Budaya; Menambah Kategori:Budaya Bali menggunakan HotCat)

Batik Bali adalah hasil penyebaran Batik dari Pulau Jawa. Bali mempunyai potensi yang besar sebagai tempat bertumbuh dan berkembangnya batik, karena masyarakat Bali diketahui secara luas mempunyai kepandaian yang tinggi dalam olah seni. Batik di Bali dibuat untuk berbagai keperluan sandang termasuk dalam upacara adat ritual keagamaan, maupun untuk Kehidupan umum sehari-hari, serta juga memenuhi kebutuhan wisatawan sebagai cinderamata.

Lihat Juga

Motif Batik Bali

Motif batik Bali sangat ditentukan berdasarkan suatu hal, selain karena mempunyai ragam hias tradisonal yang kaya, kreativitas senimannya kuat, juga industri pariwisata mampu menyerap dengan cepat hasil karya batik, sehingga dinamika kreativitas cukup cepat dan tinggi. Motif batik Bali terinspirasi dari lingkungan alam dan budaya bali serta pengaruh dari luar daerah, yang divisualisasikan sebagai motif naturalis, dekoratif, dan abstrak. Perpaduan antara motif Bali dengan Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan scbagainya, juga terjadi di Bali, karena banyak seniman pendatang yang berkarya di Bali. Adapun motif batik Bali yang mengandung makna nilai-nilai solidaritas antara lain motifnya, yaitu:

  • Sekar Jagad Bali
  • Teratai Banji
  • Poleng Biru.

Motif Sekar Jagad Bali bermakna keanekaragaman Bali dalam kesatuan motif yang indah. Motif ini terinspirasi dari motif Sekar Jagad di Jawa. Komposisi motif Sekar Jagad Jawa yang dikreasi­ kan ulang dengan dimasukkan unsur-unsur alam dan budaya Bali, sehingga menjadi batik yang berciri khas Bali. Motif Teratai Banji yang bermakna kesucian jiwa yang tulus, hidup rukun damai dan bersatu dalam keteraturan agama dan keseimbangan alam sehingga dapat menggapai kebahagiaan hidup pribadi maupun bersama. Makna motif Poleng Biru adalah keseimbangan dalam menjalani kehidupan, sehingga dapat hidup rukun dan harmonis dalam diri sendiri, keluarga, bermasyarakat dan dengan lingkungan alam, sehingga menerbitkan optimisme hidup yang bahagia dan sejahtera.[1]

Tautan Referensi

  1. ^ Jatra : Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol. 13