Jipang, Cepu, Blora
Jipang adalah desa yang berada di kecamatan Cepu, Blora, Jawa Tengah, Indonesia. Jauh sebelum menjadi nama desa, Tlatah Jipang merupakan nama kuno dari Bojonegoro, sebagian Blora, dan sebagian Tuban. Seperti tercatat dalam Peta Raffles (1810 M), wilayah Jipang membentang dari Jipang Hulu (Margomulyo - Menden) hingga Jipang Hilir (Baureno - Rengel). Menyimpul dan menghubungkan dua buah provinsi, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Jipang | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Blora | ||||
Kecamatan | Cepu | ||||
Kode pos | 58351 | ||||
Kode Kemendagri | 33.16.05.2005 | ||||
Luas | Kurang lebih:180 ha. | ||||
Jumlah penduduk | Kurang lebih:2000 jiwa. | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
Secara ilmiah dan empiris, nama Jipang muncul pertamakali pada Prasasti Maribong (1248 M), sebagai tanah istimewa yang mampu menyatukan Jenggala (peradaban pesisir) dan Panjalu (peradaban pegunungan). Peran penting Tlatah Jipang itu, bahkan membuat Raja Wisnuwardhana menasbihkan Jipang sebagai Tanah Para Brahmana.
Dalam Prasasti Maribong (1248 M), Raja Wisnuwardhana yang merupakan Raja Singashari menulis, Para Brahmana Tlatah Jipang telah membantu leluhur Wisnuwardhana dalam menyatukan kembali Pulau Jawa yang sempat terpisah menjadi dua (Jenggala dan Panjalu). Atas bantuan itu, Kemaharajaan Singashari pun bisa lahir dan berdiri.
Prasasti Maribong mencatat, Brahmana Jipang pernah membantu Raja Ken Arok (pendiri Singashari) dalam menyatukan Pulau Jawa. Karena memiliki jasa besar bagi para pendiri Singhasari itulah, Raja Wisnuwardhana, yang merupakan penerus Ken Anggrok, menobatkan Maribong (bagian dari Jipang) sebagai tanah istimewa, perdikan Para Brahmana.
Desa Jipang yang terletak di tepi Bengawan Solo ini, juga mengandalkan ekonominya pada pertanian, berternak dan pertambangan. Mayoritas atau 97% dari penduduk desa ini memeluk agama Islam, 3% lainnya Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani, PNS, peternak, usahawan dan perantau.
Geografis
Desa Jipang terletak +-7 km sebelah selatan dari kota kecamatan Cepu, desa ini mempunyai tiga pedukuhan yaitu dukuh Judan, dukuh perum purnawirawan TNI Auri dan dukuh Jipang. Desa Jipang berbatasan dengan desa Ngloram dan Kapuan di sebelah barat, di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan desa Payaman kecamatan Ngraho dan desa Tebon kecamatan Padangan kabupaten Bojonegoro batas perbatasan ini adalah sungai bengawan Solo, sementara di sebelah utara berbatasan dengan desa Getas.
Sejarah Desa
Jauh sebelum dikenal sebagai nama sebuah desa, Tlatah Jipang merupakan peradaban Bengawan yang punya peran penting di tiap era Kemaharajaan. Mulai dari Kerajaan Medang Kuno, Medang Kahuripan, Singhasari, hingga Kerajaan Majapahit, kawasan Jipang selalu menjadi vasal istimewa.
Tlatah Jipang yang membentang dari Jipang Hulu ke Jipang Hilir, merupakan peradaban Bengawan yang menjadi titik temu antara peradaban Pesisir dan peradaban Pegunungan. Secara empiris, Jipang telah disinggung sejak abad 11 M melalui keberadaan Prasasti Pucangan (1041 M). Dan dipertegas pada abad 13 M melalui Prasasti Maribong (1248 M).
Dalam Prasasti Pucangan (1041 M), Raja Airlangga menyebut Lwaram (Jipang) sebagai kawasan pengendali pralaya. Titik tengah antara Kerajaan Medang Kuno dan Kerajaan Sriwijaya. Kenyataan itu pula yang mungkin menjadi alasan utama Kerajaan Medang Kahuripan membangun sebuah terusan air yang kelak dikenal dengan Bengawan Sore.
Dalam Prasasti Maribong (1248 M), Raja Wisnuwardhana yang merupakan Raja Singashari menulis, Para Brahmana Tlatah Jipang telah membantu leluhur Wisnuwardhana dalam menyatukan kembali Pulau Jawa yang sempat terpisah menjadi dua (Jenggala dan Panjalu). Atas bantuan itu, Kemaharajaan Singashari pun bisa lahir dan berdiri.
Brahmana Jipang pernah membantu Raja Ken Anggrok (pendiri Singashari) dalam menyatukan Pulau Jawa. Karena memiliki jasa besar bagi para pendiri Singhasari itulah, Raja Wisnuwardhana, yang merupakan penerus dari Raja Ken Anggrok, menobatkan Maribong (bagian dari Jipang) sebagai tanah istimewa, perdikan Para Brahmana.
Pada era Kemaharajaan Majapahit, Tlatah Jipang juga terbukti sebagai wilayah penting peradaban Bengawan. Terbukti secara ilmiah, menurut Prasasti Canggu (1358 M), teritorial Tlatah Jipang yang membentang dari Jipang Hulu hingga Jipang Hilir, dipenuhi Naditira Pradeca (Pelabuhan Sungai) Majapahit.
J. Noorduyn, dalam Further Topographical Notes on the Ferry Charter of 1358 menyatakan, ada sebanyak 17 titik pelabuhan sungai Majapahit yang berada di Tlatah Jipang. Pelabuhan nomor 18 sampai nomor 34, berada di Tlatah Jipang. Titik-titik pelabuhan itu membentang di antara Jipang Hulu (Margomulyo - Menden) hingga Jipang Hilir (Baureno - Rengel).
Pada zaman Kemaharajaan Majapahit pula, tepatnya pada era pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, Tlatah Jipang punya peran sebagai vasal istimewa. Terbukti, Jipang menjadi salah satu vasal yang tidak dipimpin Bhre seperti vasal-vasal lainnya. Sebab, Tlatah Jipang merupakan tanah Brahmana. Seperti yang ditetapkan Raja Wisnuwardhana pada era sebelumnya.
Pada abad 16 M, kawasan ini menjadi Kerajaan vazal (bawahan) dari Kerajaan Demak, dan lebih di kenal dengan sebutan Kadipaten Jipang. Kadipaten Jipang adalah Kadipaten Agung dengan hak otonom penuh yaitu hak untuk mengurus Pemerintahan sendiri. Salah satu Raja/ adipati yang terkenal adalah Arya Penangsang atau Arya Jipang. Desa Jipang pernah pula menjadi Ibu kota Kerajaan/ Kesultanan Demak pada masa Raja Jipang Aya Penangsang menjadi Sultan Demak ke V pada th.1547 - 1554 dimana Ibu kota Kesultanan Demak yang sebelumnya berada di Prawoto (Pati) dipindahkan ke Jipang. Sehingga pada era itu dikenal dengan sebutan Demak Jipang. Di desa ini masih terdapat peninggalan sejarah dari Kerajaan ini antara lain seperti Petilasan makam Gedong Ageng dan Santri Sembilan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Situs Cagar budaya. Daerah kekuasaan Jipang pada masa itu meliputi Bojonegoro, Pati, Lasem Rembang dan Blora, sendiri, sampai dengan pasukan utusan Jaka Tingkir (Hadiwijaya) merebut takhta Kesultanan Demak dari Arya Penangsang. Sejak itu hilanglah Kedaulatan Kesultanan Demak lalu berdiri Kerajaan Pajang. Tempat-tempat ini ramai didatangi peziarah khususnya pada hari Kamis.
Menyisir Jejak Arya Penangsang
Nggawan Sore (Bengawan Sore): Tempat ini sangat bersejarah dimana dulu Adipati Jipang Arya Penangsang yang saat itu sebagai Penguasa terakhir Kerajaan Demak atau Sultan Demak kelima bertempur melawan pasukan pemberontak kiriman adipati Pajang Joko Tingkir. Saat ini Bengawan sore sudah di jadikan areal persawahan oleh penduduk sekitar, masih banyak batu bata bekas reruntuhan bangunan masa lampau di daerah ini ada beberapa versi batu bata yang sudah di teliti oleh team dari Universitas Indonesia ini adalah peninggalan dari kerajaan Wura Wuri.
Sigit: Adalah tanah lapang yg lumayan cukup luas di tengah – tengah persawahan desa Jipang, konon ceritanya dulu tempat ini adalah bekas bangunan masjid Arya Penangsang pada masa Kadipaten Jipang. Konon banyak warga desa Jipang yang menganggap tempat ini sebagai tempat yang keramat.
Gedong Ageng Adalah sebuah Komplek Pemakaman di Jipang. Di sinilah para petinggi Kerajaan DJipang di makamkan, di tempat ini terdapat petilasan Siti Hinggil, petilasan semayam keputren dan makam kerabat Kerajaan DJipang antara lain makam R Bagus Sumantri, R Bagus Sosro Kusumo, RA Sekar Winangkrong dan Tumenggung Ronggo Atmojo.
Makam Santri Songo Warga desa Jipang biasa menyebutnya “kramat songo” di sebut demikian karena di situ ada sembilan makam santri dari Pajang yang di bunuh oleh prajurit Jipang karena di curigai sebagai telik sandi atau mata – mata Adipati Pajang Joko Tingkir. Di tempat ini warga Desa Jipang setiap tahun ada agenda sedekah bumi dengan mementaskan wayang krucil, yaitu kesenian wayang khas Kerajaan DJipang pada masa ke emasannya.
Kedung nDrojo Adalah pertemuan antara muara sungai Tinggang desa Payaman dengan Bengawan solo di desa Jipang, karena arusnya cukup deras dan berputar membuat lingkaran sehingga menyebabkan dasar kedung nDrojo ini menjadi dalam dan karena kondisi ini maka sukai berbagai macam ikan membuat sarang di sini. Sehingga terkenal daerah ini banyak ikannya. Tapi karena arusnya yg melingkar dan kuat tadi banyak orang luar desa Jipang yang tidak mengenal medan ini menjadi korban tenggelam di daerah ini, maka sebaiknya anda harus di dampingi warga desa Jipang yang mengenal daerah ini bila ingin jalan – jalan daerah aliran bengawan solo ini.
Sungapan Adalah pertemuan antara muara kali Kecing dengan Bengawan solo yg terletak di RT.03 dukuh Judan desa Jipang. Alam yang sungguh sangat cantik & indah terutama saat matahari terbit. Dengan latar belakang dukuh Nogiri - desa Tebon kab. Bojonegoro. Di daerah ini kualitas pasirnya lumayan cukup bagus, sehingga banyak warga yang menambangnya, tetapi sayang mengexplorasinya sangat besar – besaran dengan mesin penyedot sehingga menyebabkan kerusakan di lingkungan sekitarnya.
Grumbul Cemplon Adalah rerimbunan pohon yang terletak di pinggir kali (sungai kecil anak bengawan solo) kecing RT04 dukuh Judan, karena rimmbunnya pohon di sini sehingga banyak jenis burung yg suka membuat sangkar di sini dan di juga banyak banget ikannya. tetapi kalau dari luar kelihatan sangat gelap dan angker, kata warga sekitar banyak juga bangsa lelembut yg bermarkas di sini.
Kedung Ceret Adalah sebuah kedung yang masuk wilayah RT 06 dukuh Judan Jipang, alam yg elok nan mempesona akan kita dapatkan di sini terlebih di saat terbit matahari pagi dengan latar dinding padasnya. Kedung adalah daerah sungai yang arusnya berputar dan dalam, di tempat ini juga menjadi sarang ikan, sehingga menjadi tempat favorit warga untuk mancing apalagi kalau pas “pladu” menjadi tempat favorit mencari ikan yang sudah limbung.
Kedung Gogor Terletak +-300m di belakang langgar Sabilil muttaqqien dukuh Judan Jipang kedung yang terlelak di perbatasan dengan desa Kapuan ini kalau pas musim kemarau terdapat banyak “belik” belik adalah sumber mata air yg jernih yang airnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari - hari. Di kedung Gogor ini banyak sarang ikan Dendeng sehingga menjadi tempat favorit para pencari ikan untuk “ngobati” di sini karena hasil yg di dapatkan pasti banyak.