Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah salah satu taman nasional yang ada di Indonesia. Penetapannya secara resmi berlaku pada tahun 1991. Lahan yang ditempatinya terletak di Semenanjung Utara, Sulawesi, perbatasan antara provinsi Gorontalo dengan Sulawesi Utara. Taman Nasionl Bogani Nani Wartabone merupakan sebuah kawasan vegetasi hutan hujan. Di Pulau Sulawesi, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone merupakan taman nasional darat yang terbesar. Lahan yang digunakannya seluas 282.008,757 hektare. Perubahan fungsi dan peruntukan taman nasional ini diubah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 325 tahun 2010. Perubahan fungsi tersebut berupa hutan produksi terbatas seluas 15.012 hektare, hutan produksi seluas 12 hektare, dan areal penggunaan lain seluas 167 hektare. Perubahan fungsi kawasan hutan lain menjadi kawasan taman nasional yaitu hutan produksi menjadi taman nasional seluas 1.831 hektare, hutan lindung menjadi taman nasional seluas 8.146 hektare, dan hutan produksi terbatas menjadi taman nasional seluas 462 hektare. Hal ini yang membuat luas taman nasional ini bertambah dari yang semula 287.115 hektare menjadi 282.008,757 hektare. Selain memiliki kekayaan flora dan fauna, taman nasional Bogani Nani Wartabone juga memiliki wisata alam seperti air terjun, mata air panas, gua batu dan stalaktit Hungayono, habitat burung maleo di Hungayono, dan panorama alam di Bukit Peapata. Di dalamnya hidup tiga spesies endemik, yaitu burung maleo, anoa, dan babi rusa.[1]
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone | |
---|---|
IUCN Kategori II (Taman Nasional) | |
Letak di Sulawesi | |
Letak | Sulawesi, Indonesia |
Koordinat | 0°33′38″N 123°40′48″E / 0.56056°N 123.68000°E |
Luas | 287.115 hektare (2.871,15 km²) |
Didirikan | 1991 |
Pihak pengelola | Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan |
Situs web | boganinaniwartabone |
Nama
Nama pertama dari Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah Taman Nasional Dumoga Bone. Nama ini disahkan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982 tanggal 15 Oktober 1982. Nama tersebut merupakan nama daerah aliran sungai Dumoga dan daerah aliran sungai Bone. Keduanya merupakan daerah aliran sungai terbesar di bagian barat dan timur kawasan taman nasional. Taman nasional ini merupakan penggabungan dari Suaka Margasatwa Dumoga, Cagar Alam Bulawan, dan Suaka Margasatwa Bone. Nama taman nasional ini kemudian diganti menjadi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Nama baru ini diambil dari nama Nani Wartabone. Ia adalah salah satu tokoh nasional Indonesia asal Gorontalo yang ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia.[2]
Ekologi
Dalam Taman Nasional Bogani Nani Wartabone teridentifikasi 125 jenis burung, 24 jenis mamalia, 23 jenis amfibi dan reptil, serta 289 jenis pohon. Taman nasional ini menjadi habitat bagi flora endemik seperti cempaka, palem matayangan, dan nantu. Kawasannya dijadikan sebagai wisata alam. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone berbatasan langsung dengan 125 desa. Air dari daerah aliran sungai dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk diminum, pertanian, maupun sebagai pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Kondisi ekologi di taman nasional ini berupa flora dan fauna. Fungsinya secara umum sebagai daerah resapan dan tangkapan air. Daerah aliran sungai Dumoga yang berada di Kabupaten Bolaang Mongondow dijadikan sebagai pemenuh kebutuhan irigasi pertanian padi. Sementara daerah aliran sungai Bone dimanfaatkan sebagai pemenuh kebutuhan air bersih untuk seluruh masyarakat di Kota Gorontalo.[3]
Permasalahan lingkungan
Masyarakat setempat sering menjadikan kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dalam banyak jenis pemanfaatan. Mereka membuka lahan pertanian, pemukiman, dan perladangan berpindah. Selain itu, sering terjadi penebangan kayu secara berlebihan, pencurian spesies flora dan fauna, dan pertambangan di dalam kawasan. Akibatnya, area yang masih lestari di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone berkurang dari 300.000 hektar menjadi 287.115 hektar. Permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh pengrusakan hutan adalah menurunnya kualitas air bersih di daerah aliran sungai Bolango dan sungai Limboto. Dampak lain yang ditimbulkannya adalah mengeringnya danau Limboto.[4]
Referensi
- ^ "Ketika Penegak Hukum Bersepakat Lindungi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone". Mongabay Environmental News. 2016-08-05. Diakses tanggal 2021-06-16.
- ^ Solihin, dkk. (2018). Rumah Bersama Taman Nasional Bogani Nani Wartabone: Pembelajaran dan pengalaman bersama dalam penerapan pengelolaan berbasis tapak (PDF). Kotamobagu: Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. hlm. 14.
- ^ "Bogani Nani Wartabone yang Bukan Taman Nasional Biasa…". Mongabay Environmental News. 2016-06-30. Diakses tanggal 2021-06-16.
- ^ Kawuwung, Femmy Roosje (2010). "Potensi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Permasalahan dan Konservasi pada Tingkat Pengembangan dan Pengawasan". El-Hayah. 1 (2): 15. ISSN 2657-0726.
Pranala luar
- Bogani Nani Wartabone National Park Official Website Diarsipkan 2011-04-02 di Wayback Machine.
- Bogani Nani Wartabone National Park
- UNEP World Database of Protected Areas: Bogani Nani Wartabone National Park Diarsipkan 2007-09-30 di Wayback Machine.
- Sulawesi national park last refuge for threatened wildlife Diarsipkan 2009-01-07 di Wayback Machine.
- WorldTwitch - Australasia Bird News