Abdullah bin Ubay bin Salul (bahasa Arab: عبد الله بن أبي بن سلول) dikenal juga dengan nama Ibnu Salul (???-631) adalah pemimpin dari Bani Khazraj yang juga merupakan pemimpin di kota Madinah. Setelah kedatangan Muhammad ke Madinah, ia kemudian memeluk agama Islam, tetapi ia juga dikenal sebagai seorang munafik.[1] Putranya adalah Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul merupakan salah seorang Sahabat Nabi dan salah seorang dari beberapa sekretaris Muhammad dalam penulisan wahyu.

Asal usul

Ia adalah anak dari Ubayy bin Salul dan Uzza binti Ka'ab, dari Bani Khazraj. Ia adalah salah satu pemimpin Suku Khazraj, yang berkonflik dengan suku lainnya, Bani Aws. Saat Perang Fidjar, ia memimpin Suku Khazraj pada hari pertama namun tidak muncul pada hari berikutnya. Ia juga tidak ikut dalam Perang Bu'ath, karena tidak menyetujui eksekusi orang-orang Yahudi. Ini diperkirakan karena merasa berhutang budi karena pernah diselamatkan salah satu sekutu dari orang-orang Yahudi Bani Qaynuqa, yang membuatnya berujar,"400 tentara bersenjata lengkap, dan 400 tidak bersenjata, merekalah yang menyelamatkanku di Hadaick dan Boath dari setiap musuh yang datang."

Abdullah bin Ubay kemudian berhasil menyatukan berbagai perpecahan yang terjadi dan melakukan rekonsoliasi, sehingga kepemimpinannya kemudian diakui. Walaupun bagi sekelompok orang ia dianggap "raja" dari Madinah, namun pengaruhnya tersaingi dengan kedatangan Muhammad, yang sudah lebih dulu terkenal karena dakwahnya di Mekkah. Inilah yang kemudian menimbulkan rasa iri di dalam dirinya, yang ia tutupi dengan menampilkan sosok penengah dan cinta damai. Namun bagaimanapun sosoknya tetap dihormati banyak orang.

Memeluk Islam

Seiring kedatangan Muhammad di Madinah, banyak orang berduyun-duyun memeluk Islam, termasuk Abdullah bin Ubay. Namun sikapnya diperkirakan lebih karena keuntungan politik yang didapat dari bergabung dengan kelompok ini, ketimbang terang-terangan memusuhinya. Diperkirakan Abdullah bin Ubay juga bersimpati dengan konsep monoteisme yang dibawa Islam mirip dengan kepercayaan orang-orang Yahudi yang selama ini dikenal dekat dengan Abdullah bin Ubay.

Walau sudah bergabung dalam Islam, ia juga diam-diam sering menentang dan mengolok ajaran dan kepemimpinan Muhammad.

Melindungi Bani Qaynuqa

Konflik Muslimin dengan Bani Qaynuqa terjadi saat terjadi pelecehan oleh pedagang Yahudi dari Bani Qaynuqa terhadap seorang pembeli perempuan, yang membuat pakaiannya tersingkap. Peristiwa tersebut berujung aksi saling bunuh.

Pemukiman Bani Qaynuqa akhirnya dikepung oleh Pasukan Muslim selama 15 hari. Abdulla bin Ubay yang berhutang budi dengan Bani Qaynuqa akhirnya memintakan maaf kepada Muhammad. Permohonan ini ditolak, dalam 3 hari mereka diminta meninggalkan kota dan hartanya dirampas, namun Abdulla bin Ubay tetap dianggap telah menyelamatkan nasib Bani Qaynuqa, karena diperkirakan awalnya mereka akan dihukum mati.

Kejadian ini membuat Abdulla bin Ubay dianggap lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, ketimbang membela agamanya sendiri.

Menghasut Bani Nadir

Ia juga terlibat dalam konflik Muhammad dengan suku Yahudi lainnya, Bani Nadir. Muhammad awalnya memerintahkan mereka meninggalkan Madinah dalam sepuluh hari. Seseorang berpengaruh di Madinah tidak mempercayai perintah ini dan meminta mereka untuk bertahan, yang diperkirakan adalah Abdullah bin Ubay. Waqidi menganggap Abdullah bin Ubay mengupayakan rekonsiliasi. Sementara Muhammad bin Jarir Al Tabari menyatakan ia menuduh Muhammad adalah seorang pengkhianat dan meminta Bani Nadir bertahan di Madinah dengan janji akan memberi bantuan. Namun akhirnya bantuan ini urung diberikan, sehingga Bani Nadir menyerah. Mereka akhirnya tetap diusir dari Madinah.[2]

Kejadian ini dianggap dimulainya sikap terang-terangan Abdullah bin Ubay menentang Muhammad, bukan lagi sekedar mengkritiknya. Sikap ini diperkirakan terus berlanjut hingga dua tahun setelahnya.

Pengkhianatan pada Perang Uhud

Ia sebenarnya mendukung pihak Muhammad dalam Perang Uhud, namun lebih setuju jika pasukan muslim berfokus mempertahankan kota dari dalam. Namun saran pejuang muda muslim lebih dipilih nabi, agar menggunakan taktik yang lebih agresif. Mengetahui hal ini, Abdulla bin Ubay menunjukkan kemarahannya.

Ia kemudian membelot dengan 300 pasukannya saat Perang Uhud dimulai, dengan kembali ke Madinah. Muhammad kemudian memintanya mengawal orang-orang Yahudi agar masuk ke kota, namun dengan memanggil mereka, "Para Penyembah Berhala." Tindakannya ini menjadi salah satu penyebab kekalahan Pasukan Muslim, namun sekaligus membuat pasukan Makkah berpikir ulang untuk menyerang langsung Madinah untuk menangkap Muhammad, karena akan menyebabkan perlawanan Madinah bertambah kuat.

Peran dalam Konflik dengan Bani Mustaliq

Tahun 627, ia ikut dalam penyerangan Bani Mustaliq. Konflik baru terjadi antara Mujarin dan Anshor saat kepulangan, karena pembantu Umar mendorong sekutu Suku Kahzraj. mendengar ini, Abdulla bin Ubay kemudian mengajukan protesnya.

Inilah yang mendatangkan kerugian bagi kita, dengan mengundang orang asing jadi bagian dari kita. Sepulangnya kita ke Madinah nanti, orang asing ini harus diusir!

Kalimat ini dianggap sebagai upaya Abdulla bin Ubay untuk menggerogoti pengaruh Muhammad sebagai seorang pendatang di Madinah. Muhammad kemudian menghindari konflik berlanjut dengan meneruskan perjalanan pulang. Walaupun ia memaafkan, namun kecaman terhadap orang-orang munafik, yang direpresentasikan oleh Abdullah bin Ubay, tercatat dalam Surat Munafiqun ayat 8. Muhammad mengabaikan saran Umar, bahkan anak Abdullah bin Ubay sendiri, untuk menghukum mati dirinya.[3]

Fitnah Aisyah

Saat Aisyah difitnah dengan isu perselingkuhan, Abdullah bin Ubay salah satu yang terlibat secara aktif menyebarkan. Saat nama baik Aisyah telah dibersihkan di dalam Alquran, pemimpin Suku Aws menuntut supaya mereka yang menyebarkan isu ini dihukum, namun ditentang oleh Suku Khazraj. Tiga orang kemudian dihukum cambuk sebanyak 80 kali, namun Abdullah bin Ubay tidak dikenai hukuman ini. Ia juga tidak mau mengakui kesalahannya sudah ikut berperan merusak nama istri nabi.

Akhir hidup

Setelah tahun 627, Abdullah bin Ubay tidak lagi secara terang-terangan berusaha melawan pengaruh Muhammad. Ia ikut terlibat dalam Pertempuran Hudaibiyah.

Tahun 630 saat Muhammad berusaha meluncurkan perang melawan Kekaisaran Romawi Timur, kekeringan diikuti banjir besar menghalangi ekspedisi ini. Pasukan Abdullah bin Ubay kembali ke Madinah, sementara pasukan Muhammad meneruskan perjalanan. Namun ini diketahui atas izin Muhammad dengan pertimbangan kesehatan Abdullah bin Ubay yang memburuk.

Dua bulan setelah kegagalan kampanye ini, ia meninggal. Muhammad tidak memperlihatkan sikap permusuhan, tetap menghadiri dan mendoakan dalam pemakamannya. Namun Alquran sendiri dalam surat At Taubah 80 menyiratkan sikap tetap mengecam sikap Abdullah bin Ubay sebagai representasi orang-orang munafik, sekalipun telah dimaafkan oleh Muhammad.

Sekalipun engkau memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Demikian itu karena mereka kufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik..

Meninggalnya Abdullah bin Ubay dianggap sebagai titik memudarnya pengaruh orang-orang munafik dalam sejarah kenabian.

Abdullah bin Ubay menikah tiga kali, dengan sembilan anak, semuanya penganut muslim yang taat.

Referensi