Oetomo Ramelan
Raden Oetomo Ramelan (EYD: Utomo Ramelan; 9 Januari 1919 – ?) adalah mantan Wali Kota Surakarta yang menjabat dari tanggal 17 Februari 1958 hingga 23 Oktober 1965. Ia terkenal sebagai satu-satunya Wali Kota Surakarta yang berasal dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
Oetomo Ramelan | |
---|---|
Wali Kota Surakarta ke-8 | |
Masa jabatan 17 Februari 1958 – 23 Oktober 1965 | |
Presiden | Sukarno |
Gubernur | Soekardji Mangoen Koesoemo Hadisoebeno Sosrowerdojo Mochtar |
Anggota Dewan Konstituante | |
Masa jabatan 9 November 1956 – 5 Juli 1959 | |
Daerah pemilihan | Jawa Tengah |
Informasi pribadi | |
Lahir | 9 Januari 1919 Surakarta, Hindia Belanda |
Meninggal | Tidak diketahui |
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik | Partai Komunis Indonesia |
Afiliasi politik lainnya | Lembaga Kebudayaan Rakyat |
Almamater | RHS |
Profesi | Politikus, Seniman |
Sunting kotak info • L • B |
Kehidupan awal
Oetomo lahir di kawasan Serengan di Surakarta pada tanggal 9 Januari 1919.[1] Ayahnya, Raden Ramelan, adalah wedana polisi di kota tersebut.[2][3][4] Ia merupakan salah satu dari lima bersaudara. Salah satu saudaranya, Mr. Oetojo Ramelan, merupakan mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia.[5] Adiknya, Raden Roro Oetami, merupakan istri dari Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) yang pertama.[6] Adapun kedua saudaranya yang lain bernama Oetoro dan Oetarjo.[7]
Oetomo mengakhiri pendidikan menengahnya di Algemeene Middelbare School (AMS) Bagian A di Yogyakarta pada bulan Juni 1939.[8] Dia lalu mengikuti ujian masuk Rechtshogeschool te Batavia (RHS). Oetomo lulus tahap pertama pada bulan September 1940 dan tahap kedua pada bulan Agustus 1941.[9][10] Setelah berhasil lulus dalam kedua tahap tadi, Oetomo diterima sebagai pelajar di RHS dan menempuh pendidikan tingginya di sana.[1]
Riwayat karir
Masa Pendudukan Jepang
Pada tahun 1943, Oetomo bekerja sebagai pegawai di Pengadilan Kepolisian (Keizai Hooin) di Jatinegara.[11] Setahun berikutnya, ia mengikuti ujian masuk Sekolah Pegawai Kehakiman yang berlokasi di Salemba (sekarang Kampus Pascasarjana dan Doktoral Unhan) dan dinyatakan lulus pada tanggal 23 Maret 1944.[12] Di sisi lain, Oetomo juga melibatkan diri dalam gerakan bawah tanah melawan Jepang.[13]
Pasca kemerdekaan
Pada tahun 1948, ia terlibat dalam Peristiwa Madiun bersama dengan Front Demokrasi Rakyat (FDR).[13] Setelah pengakuan kedaulatan, Oetomo bekerja sebagai guru di sebuah SMA Negeri.[1] Dia kemudian bergabung dengan PKI dan menjadi calon anggota Dewan Konstituante pada pemilihan umum tahun 1955 di Jawa Tengah. Oetomo berhasil terpilih sebagai anggota Konstituante dan mulai bertugas sejak tanggal 9 November 1956.[1][14] Ia juga duduk di DPRD Kota Surakarta mewakili PKI.[15] Selain menjadi guru dan politikus, Oetomo juga seorang seniman yang aktif di Lekra cabang Surakarta.[16]
Wali Kota Surakarta
Pemilihan legislatif daerah tahun 1957 berhasil memenangkan PKI sebanyak 17 kursi dari total 30 kursi di DPRD Kota Surakarta.[13] Alhasil, PKI menunjuk Oetomo sebagai wali kota untuk menggantikan Muhammad Saleh Werdisastro, seorang simpatisan Muhammadiyah, pada tanggal 17 Februari 1958.[4] Pada masa kepemimpinannya, kekuatan PKI semakin berkembang di pedesaan dan kampung, baik yang berada di dalam maupun di sekitar Kota Surakarta.[13]
Meski demikian, baik partai maupun Oetomo sendiri tidak pernah melakukan tindakan atau kebijakan yang radikal. Partai lebih sibuk mengadakan usaha-usaha sosial, seperti memperbaiki kondisi jalan dan nasib kaum miskin, serta mencari dukungan dari kalangan pegawai negeri.[13] Penyitaan harta terhadap kaum kaya juga tidak pernah dilakukan. Para saudagar batik di Laweyan tetap menjadi kekuatan yang disegani di kota tersebut.[4] Bahkan, Oetomo sendiri menyatakan tidak keberatan jika Indonesia menerima pinjaman dari Amerika Serikat, asal tidak dibarengi dengan bantuan militer.[13]
Pada tahun 1961, Oetomo membentuk sebuah kawasan lokalisasi untuk pekerja seks di Silir (kini Kelurahan Mojo). Lokalisasi tersebut didirikan guna memudahkan kontrol pemerintah terhadap para pekerja seks dan memastikan proses rehabilitasi mereka dapat berjalan dengan baik. Mereka diberi suntikan penisilin, kursus kerajinan dan budi pekerti, serta diwajibkan untuk menabung di bank. Selain itu, pada tahun 1962, Oetomo mendapat penghargaan karena berhasil mengentaskan buta huruf di Kota Solo.[4]
Pada tahun 1963, ia menginisiasi pendirian Universitas Kotapradja Surakarta (UKPS). Perguruan tinggi ini sangat dipengaruhi oleh PKI, di mana setengah dari anggota organisasi kemahasiswaan didominasi oleh para kader Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). Selain itu, UKPS juga menjadi pusat studi sosialisme di kota tersebut, dan karenanya dibubarkan pada masa Orde Baru.[4][17][18] Pada tanggal 20 Februari 1964, lima perkumpulan orkes berinisiatif untuk membentuk Himpunan Organisasi Musik Indonesia (HOMI) dengan tujuan meningkatkan mutu musik dan memastikan bahwa musik yang ada di Indonesia sesuai dengan haluan negara pada saat itu. Oetomo, selaku wali kota sekaligus seniman, bertindak sebagai pelindungnya.[19]
Pasca Gerakan 30 September
Ketika G30SPKI meletus, Utomo mendukung Dewan Revolusi. Saat G30S berhasil dipadamkan dan tentara bergerak menuju Solo, Utomo Ramelan diciduk. Ketika para tahanan PKI diikat, dan dibariskan oleh tentara (mungkin menuju tempat eksekusi), Utomo Ramelan diperlakukan lain. Dirinya diikat dan dimasukkan ke dalam kandang semacam kandang hewan di kebun binatang. Nasibnya tak jelas, kemungkinan besar dieksekusi.[20]
Referensi
- ^ a b c d Hidayat, Syahrul; Fogg, Kevin W. (1 Januari 2018). "Member Profiles: Oetomo". Konstituante.Net. Diakses tanggal 12 Juli 2024.
- ^ "Een Javaansch huwelijk". De Locomotief. 5 Mei 1938. Diakses tanggal 13 Juli 2024.
- ^ "Anoegerah Toean Besar Goebernoer Djenderal" (PDF). Pewarta Oemoem. 3 September 1940. Diakses tanggal 13 Juli 2024.
- ^ a b c d e Roosa 2020, hlm. 127.
- ^ "Indonesian Ambassadors to Australia". Indonesia-Australia: 70 Tahun Hubungan Diplomatik. 2018. Diakses tanggal 12 Juli 2024.
- ^ Crouch, hlm. 84.
- ^ "Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rodjiun" (PDF). Merdeka. 9 Juli 1956. Diakses tanggal 12 Juli 2024.
- ^ "Eindexamens". De Locomotief. 12 Juni 1939. Diakses tanggal 13 Juli 2024.
- ^ "Rechtshoogeschool". Bataviaasch Nieuwsblad. 3 September 1940. Diakses tanggal 13 Juli 2024.
- ^ "Faculteit der rechtsgeleerdheid". Soerabaijasch Handelsblad. 25 Agustus 1941. Diakses tanggal 13 Juli 2024.
- ^ "Oeroesan Pegawai Negeri". Kan Po (22-23). 10 Juli 1943.
- ^ "Orang-orang jang loeloes oedjian Sek. Pegawai Kehakiman bagian I" (PDF). Asia Raya. 23 Maret 1944. Diakses tanggal 14 Juli 2024.
- ^ a b c d e f "Solo's rode burgemeester gelooft in communisme". Het Binnenhof. 30 Desember 1959. Diakses tanggal 13 Juli 2024.
- ^ Kementerian Penerangan 1956, hlm. 511.
- ^ Isnanto, Bayu Ardi (27 September 2021). "Utomo Ramelan, Walkot Solo dari Penggerak Lekra hingga Dirikan Lokalisasi". Detikcom. Diakses tanggal 14 Juli 2024.
- ^ Wijaya, Andika Krisna (2011). "Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) di Surakarta Tahun 1950 - 1965". Fakultas Sastra dan Seni Rupa.
- ^ "Sejarah UNS". Universitas Sebelas Maret. 2024. Diakses tanggal 14 Juli 2024.
- ^ McVey, Ruth (Oktober 1990). "Teaching Modernity: The PKI as an Educational Institution". Indonesia (50): 5–27. doi:10.2307/3351228.
- ^ Yuliantri & Dahlan 2008, hlm. 424-425.
- ^ Wong Solo dalam Pusaran G30S
Daftar pustaka
- Crouch, Harold A. (2007). The Army and Politics in Indonesia. Singapore: Equinox Publishing. ISBN 979-3780-50-9.
- Kementerian Penerangan (1956). Kumpulan Peraturan-Peraturan untuk Pemilihan Konstituante. Kementerian Penerangan.
- Roosa, John (2020). Buried Histories: The Anticommunist Massacres of 1965–1966 in Indonesia. Madison: University of Wisconsin Press. ISBN 9780299327309.
- Yuliantri, Rhoma Dwi Aria; Dahlan, Muhidin M. (2008). Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965. Yogyakarta: Merakesumba. ISBN 978-979-184-750-6.
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Muhammad Saleh Werdisastro |
Wali Kota Surakarta 1958–1965 |
Diteruskan oleh: Th. J. Soemantha |