Alawiyyin

Revisi sejak 10 Agustus 2024 02.31 oleh Kabul madras (bicara | kontrib) (merubah infobox family ke alawiyyin yang tadinya ke Ba Alwi)

Alawiyyin (bahasa Arab: العلويّن) adalah sebutan bagi keturunan Nabi Muhammad melalui Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Keturunan Ali bin Abi Thalib melalui Fatimah az-Zahra binti Muhammad dikenal dengan sebutan Sayyid atau Syarif.

Alawiyyin
Kelompok etnisArab , Quraish, Hasyimi, Al Hasani , Al Husaini
Region saat iniHampir seluruh dunia
EtimologiSemua keturunan paternal (jalur lurus laki) dari Imam Hasan dan Imam Husein
Anggotaal Hasani , al Husaini
Keluarga terkaitKeturunan Imam Ali dari jalur istri selain Sayyidah Fatimah
Alawiyyin adalah sebutan bagi semua keturunan paternal (garis lurus laki) Imam Ali dengan Sayyidah Fatimah dari kedua anaknya yang bernama Imam Hasan dan Imam Husein . Keturunannya tersebar di seluruh dunia dan biasa dipanggil Sayyid dan Syarif. Alawiyyin berbeda dengan Ba 'Alwi , dimana jika klaim Ba'Alwi sebagai keturunan paternal Rasulullah benar , maka semua Ba'Alwi adalah Alawiyyin, tapi tidak semua Alawiyyin adalah Ba'Alwi .Keturunan dari jalur Ba 'Alwi biasa dipanggil dengan habib (pria) dan habibah (wanita) .

Istilah Alawiyyin seringkali disalahartikan dianggap sama dengan Ba'Alwi / Ba'Alawi. Padahal Ba 'Alwi merupakan keturunan jalur laki-laki dari Alwi bin Ubaidillah, yang klaim ketersambungan nasabnya kepada Nabi Muhammad SAW masih menjadi kontroversi karena ketiadaan sumber kitab sejaman yang mencatat Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa[1][2][3][4].

Asal Mula

Kata Sadah atau Sadat (Arab: ادة) merupakan bentuk jamak dari kata Arab: (Sayyid), sedangkan kata Ba 'Alawi atau Bani 'Alawi berarti keturunan Alwi (Bā adalah bentuk dialek Hadhramaut dari Bani). Singkatnya, Ba'alawi adalah orang-orang Sayyid yang memiliki darah keturunan Nabi Muhammad melalui Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir. Sedangkan Alawiyyin (Arab: العلويّن; al-`alawiyyin) Istilah Sayyid digunakan untuk menyebut keturunan Ali bin Abi Thalib dari Husain bin Ali (Sayyid) dan Hasan bin Ali (Syarif). Semua orang Ba 'Alawi adalah Sayyid Alawiyyin melalui Husain ibn Ali, tetapi tidak semua orang dari keluarga Alawiyyin adalah dari Ba 'Alawi.

Cucu Imam al-Muhajir, Alawi, adalah Sayyid pertama yang lahir di Hadhramaut, dan satu-satunya keturunan Imam al-Muhajir yang menghasilkan garis lanjutan; garis keturunan cucu Imam al-Muhajir lainnya, Bashri dan Jadid, terputus setelah beberapa generasi. Oleh karena itu, keturunan Imam Al-Muhajir di Hadramaut menyandang nama Bā 'Alawi ("keturunan Alawi").

Ba 'Alawi Sadah sejak itu tinggal di Hadhramaut di Yaman Selatan, mempertahankan Syahadat Sunni di sekolah fiqh Syafii. Pada mulanya seorang keturunan Imam Ahmad Muhajir yang menjadi ulama dalam studi Islam disebut Imam, kemudian Syekh, tetapi kemudian disebut Habib.

Baru sejak 1700 M mereka mulai bermigrasi [5] dalam jumlah besar keluar dari Hadhramaut di seluruh dunia untuk berdakwah.[6] Perjalanan mereka juga telah membawa mereka ke Asia Tenggara. Para imigran hadhrami ini berbaur dengan masyarakat lokal mereka yang tidak biasa dalam sejarah diaspora. Misalnya, Keluarga Jamalullail dari Perlis adalah keturunan dari Ba 'Alawi. Habib Salih dari Lamu, Kenya juga merupakan keturunan Ba 'Alawi. Di Indonesia, tidak sedikit dari para pendatang ini menikah dengan perempuan lokal (atau laki-laki, meski lebih sedikit), terkadang bangsawan atau bahkan keluarga kerajaan, dan keturunan mereka kemudian menjadi sultan atau raja, seperti di Kesultanan Kubu, Kesultanan Palembang Darussalam[7][8], atau di Kesultanan Siak Indrapura[9].

Pencatatan riwayat migrasi 1700 M di Nusantara dalam hamisy kitab Syamsudzahirah yang tertua adalah dari manuskrip Palembang tahun 1748 Masehi diragukan karena bertentangan dengan manuskrip-manuskrip Nusantara yang lebih tua, yang menyebut bahwa para sultan dan wali di Nusantara ini adalah contohnya manuskrip Bangkalan yang berangka tahun 1624 Masehi, dimana keturunan Rasulullah Muhammad Saw dari jalur Musa al-Kadzim.

Penyebaran

Ba 'Alawi yang bermula di Hadhramaut ini telah memiliki banyak keturunan dan pada saat ini banyak di antara mereka menetap di segenap pelosok Nusantara, India, dan Afrika.

Di kalangan Sa'adah Alawiyyin, ada yang telah berhijrah pada abad-abad ke-16 dan 17 Masehi atau bahkan lebih awal lagi ke India dan Indonesia.

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Tabaqat al-Khawass Ahl al-Sudur wa al-Albab oleh Ahmad bin Sulaiman Abu Bakrah al-Turbani
  2. ^ Nashab al-Qurasy wa al-Hashimi oleh Murad Syukri Suwaidan
  3. ^ Asbab al-Nuzul oleh Sheikh Muqbil al-Wada'i
  4. ^ Utsman al bantani, Imaduddin (2024). Membongkar Skandal Ilmiah Genealogi Sejarah Ba 'Alwi (PDF). banten: Maktabah Nahdlatul Ulum. 
  5. ^ Dostal, Walter; Wolfgang Kraus, eds. (2005). Shattering Tradition: Custom, Law and the Individual in the Muslim Mediterranean (print). New York: I.B. Tauris. pp. 233–253.
  6. ^ Ibrahim, Ahmad; Sharon Siddique; Yasmin Hussain, eds. (December 31, 1985). Readings on Islam in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. p. 407. ISBN 978-9971-988-08-1.
  7. ^ bin Thahir Al-Haddad, Al-Habib Alwi (1997). Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta: Lentera Basritama. hlm. 67. ISBN 9789798880087. 
  8. ^ Noegraha, Nindya (2001). Asal-usul Raja-raja Palembang dan Hikayat Nakhoda Asyiq dalam Naskah Kuno: Koleksi Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. ISBN 9789799316455. 
  9. ^ Ulrike Freitag; William G. Clarence-Smith, eds. (1997). Hadhrami Traders, Scholars and Statesmen in the Indian Ocean, 1750s to 1960s. Vol. 57 (illustrated ed.). BRILL. p. 9. ISBN 978-90-04-10771-7.

Bibliografi