Abdul Kadir Usman
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Artikel ini sebagian besar atau seluruhnya berasal dari satu sumber. |
Abdul Kadir Usman (lahir 13 September 1933) adalah seorang wartawan, politikus, dan pengacara yang sering disingkat dengan "AKU". Ayahnya bernama Usman Gelar Rajo Magek dan ibunya bernama Siti 'ainiyah.
Riwayat Hidup
Masa kecil dan remaja dijalani di Liwa, Lampung karena kedua orang tuannya. Ia merantau kesana sejak sebelum zaman Jepang. Menjelang Proklamasi tahun 1945, Ia berhasil menamatkan Sekolah Rakyat di Balik Bukit, Liwa. Setelah itu, Ia kemudian meneruskan ke Madrasah Tsanawiyahdan berlanjut ke tingkat Aliyah, tetapi tidak sampai tamat karena tahun 1950 orang tuanya kembali ke Pesisir Selatan.
Karena Jiwa yang haus akan ilmu, Ia terus menimba ilmu, Abdul Kadir kemudian pindah ke Padang awal tahun 1950-an. Pendidikan SLTA yang terbengkalai, ia masuk berbagai kursus, seperti kursus tertulis hitung dagang hingga meraih sertifikat Bon B. Ia juga ikut kursus tertulis wartawan pada harapan karena ingin jadi wartawan.ketika masih belajar menulis,ia sudah menjadi sekretaris Persatuan Wartawan Pelajar Sumatra Tengah yang diketuai oleh Noerbahrij Joesoef dengan harapan kelak menjadi wartawan ANTARA di Riau.
Pasca Perjuangan Kemerdekaan
Karier wartawan dan politik dijalaninya hampir bersamaan.setelah mendapat kursus wartawan, Ia mulai menulis di Harian Haluan sejak pertengahan tahun 1950-an. Akan tetapi, menjelang Pemilu 1955, ia menjadi anggota Partai Masjumi yang dipimpin oleh Mohammad Natsir. Waktu pemilu pertama, Ia sudah menjadi wakil Masjumi yang duduk dalam panitia pemilahan daerah (KPU).
Ketika terjadi Pergolakan Daerah (peristiwa PRRI), Ia ikut "ijok" alias mengungsi ke hutan bersama Azhar Muhammad. Karier wartawannya kemudian tidak berlanjut, karena Haluan kemudian dilarang terbit karena dituduh mendukung PRRI dan ia sendiri sempat ditangkap dan ditahan oleh Tentara pusat, tetapi kemudian dibebaskan.
Bersilang dari PRRI, Ia sempat menjadi wartawan dibeberapa media. Pertama di surat kabar panarangan di bawah pimpinan Zakaria Yamin,kemudian ke mingguan Fakta yang dipimipin Annas Lubuk.setelah Annas Lubuk keluar dari fakta,dan surat kabar itu berganti nama menjadi Duta masyarakat,ia juga keluar.alasanya,koran itu ternyata mendukung faham Nasakom yang ditentangnya.
Sementara itu, setelah Universitas dibuka kembali setelah sempat tutup semasa PRRI, terbuka kesempatan bagi Abdul Kadir untuk melanjutkan studinya. Ia ingin masuk Fakultas Hukum akan tetapi karena tidak memiliki ijazah setingkat SMA, Ia harus mengikuti ujian seleksi yang disebut Colloquium Doctum. Dan Ia lulus, sehingga bisa kuliah di Fakultas Hukum. Sementara di bidang politik, pertengahan tahun 1960-an itu Abdul Kadir sempat pula ikut mendirikan sekber Golkar tingkat Pesisir Selatan. Namun, karena berbeda pendapat dengan Bupati Zaini Zein,ia kemudian keluar.
Ketika Parmusi kemudian berfusi dengan empat partai islam lain menjadi Partai Persatuan Pembangunan[1](PPP),ia kembali terpilih menjadi anggota DPRD tingkat 1 Sumatera Barat dalam Pemilu 1977 dan terpilih lagi dalam Pemilu 1982. Untuk periode 1982-1987 Abdul Kadir Usman bahkan terpilih pula sebagai Wakil Ketua DPRD.
Referensi
- ^ chaniago, Hasril (2018). 121 Wartawan Hebat dari Ranah Minang dan Sejumlah Jubir Rumah Bagonjong. padang: Panitia Pelaksana Daerah Hari pers Nasional 2018 Biro Humas Setda Provinsi Sumatera Barat.