Radin Imba Kusuma

Ayah Radin Intan & Patriot tanah Lampung Melinting
Revisi sejak 29 Desember 2023 12.55 oleh Jungan1104 (bicara | kontrib)

Radin Imba Kusuma atau Radin Imba II Kesuma Ratu (wafat Timor Belanda 1834) merupakan patriot tanah Lampung yang berasal dari Kalianda. Ia merupakan putera dari Radin Intan I yang meninggal dunia pada tahun 1825.[1] Radin Imba Kesuma berjuang serta bertempur melawan Belanda di daerah kalianda dan sekitar gunung rajabasa pada tahun 1828 – 1834 Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah Semaka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai. Karena terdesak oleh belanda, Raden Imba Kesuma melarikan diri ke Lingga, Riau bersama mertuanya Kyai Aria Nata Braja dan Raden Mangunang, tetapi penduduk daerah Lingga ini menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda.[2] Lalu perjuangan Radin Imba Kusuma dilanjutkan adiknya yaitu Radin Bangsa Kesuma 1834-1850 lalu dilanjutkan kembali oleh Radin Inten II.[3]

Radin Imba Kusuma
Informasi pribadi
Lahir(Tanggal kelahiran tidak diketahui)
Hindia Belanda Kalianda, Lampung, Hindia Belanda
Meninggal1834
Hindia Belanda Timor Belanda, Hindia Belanda
Suami/istriRatu Mas
AnakRadin Intan II
Orang tua
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Perjuangan

Raden Imba Kusuma yang mewarisi tahta sebagai Radin di Lampung Selatan ternyata juga mewarisi sifat-sifat ayahnya yaitu anti terhadap penjajahan Belanda, dan berusaha untuk melawannya. Sikap anti terhadap penjajahan Belanda tersebut juga mendapat dukungan dari ayah mertuanya yaitu Kiai Arya Natabraja dan Kepala Kebandakhan Teratas Batin Mangundang, serta rakyat daerah Semaka. Semasa Raden Imba Kusuma menjabat sebagai Khatu di Lampung Selatan, ia mempunyai hubungan ke luar Lamban yang sangat luas, yaitu menjalin hubungan persahabatan dengan kesultanan Lingga yang diwujudkan dengan perkawinan saudara perempuannya dengan Suttan Lingga, disamping itu Raden Imba Kusuma juga menjalin persahabatan dengan pelaut Bugis dan Sulu.[4]

Dengan jalinan persahabatan yang dibina Raden Imba dengan beberapa wilayah di luar Lampung, membuat kekhawatiran di pihak tentara Belanda, sebab dikhawatirkan Raden Imba Kusuma menjalin suatu kekuatan untuk menyerang Belanda. Ternyata dugaan Belanda tersebut benar, Raden Imba Kusuma melakukan penyerangan di Teluk Lampung. Dengan bantuan rakyat setempat, Raden Imba Kusuma berhasil mengalahkan pasukan Belanda di dekat Kampung Muton. Serangan yang dilakukan Raden Imba Kusuma ini berakibat buruk, sebab petinggi pemerintah Belanda menderita kerugian, sehingga Asisten Residen Belanda untuk Lampung yaitu J.A. Dubois meminta bantuan bala tentaranya dari Batavia, untuk segera mengirim bantuannya guna memadamkan perlawanan Raden Imba Kusuma.

Bala bantuan pun datang dengan kekuatan lima buah Kapal Alexander dan Dourga, 300 serdadu Belanda, serta 100 serdadu Bugis. Bala bantuan tersebut dibawah pimpinan Kapten Hoffman dan Letda Kobold. Pasukan Belanda ini mendarat di Kalianda tanggal 8 Agustus 1832. Pasukan Belanda juga menuju Kampung Kesugihan dan Negakh Putih, tapi sayang tempat tersebut sudah ditinggalkan oleh Raden Imba Kusuma. Untuk melampiaskan kekesalannya, Belanda membakar semua rumah yang ada di kampung tersebut.

Raden Imba Kusuma yang mengetahui kejadian tersebut langsung membangun kubu pertahanan yang tersebar di beberapa daerah, seperti di Raja Gepeh, Pari, Bedulu, Huwi Perak, Merambung, Katimbang, dan Sakti. Agar tidak kehabisan bahan makanan, Raden Imba Kusuma juga membangun lumbung-lumbung persedian makanan, begitu pula untuk mengimbangi kekuatan Belanda, Raden Imba Kusuma menambah senjata, dengan cara melakukan barter dengan Inggris yang berkuasa di Bengkulu. Pertempuran melawan Belanda pun kembali terjadi tanggal 9 September 1832 di daerah Gunung Tanggamus. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Belanda dibawah pimpinan Kapten Hoffman. Namun dalam perlawanan melawan Belanda kali ini pasukan Raden Imba Kusuma kembali mengalami kemenangan. Dari pasukan Belanda banyak yang tewas, sedangkan Kapten Hoofman mengalami luka-luka. Dengan kekalahan tersebut, akhirnya pasukan Belanda ditarik mundur.

Dengan ditariknya pasukan Belanda dari daerah Gunung Tanggamus tersebut, bukan berarti pasukan Belanda menerima kekalahan. Artinya justru pasukan Belanda membangun kekuatan untuk membalas kekalahannya terhadap Raden Imba Kusuma. Kapten Hoffman untuk kedua kalinya memimpin penyerangan terhadap Raden Imba Kusuma. Kali ini Kapten Hofman mengerahkan kekuatan yang lebih besar, yaitu ditemani oleh 600 serdadu Belanda yang direkrut dari pasukan yang telah berpengalaman dalam melawan Pangeran Diponegoro. Kapten Hoffman juga mendapat bantuan pasukan dari Letnan Vicq de Cumtich. Pertempuran kali ini dapat dikatakan pertempuran besar yang terjadi di Benteng Raja Gepei. sebab dari keduanya mengalami kerugian yang sangat besar, yaitu pasukan Raden Imba Kusuma kehilangan 100 pasukannya, sedangan pasukan Belanda hanya 65 orang termasuk Letnan Neuenborger dan Letan Huiseman. Namun demikian Raden Imba Kusuma masih dapat berhasil memimpin pasukannya untuk mempertahankan Benteng Khaja Gepei. Begitu pula pasukan Belanda masih tertahan dan mendapat bantuan pasukan dibawah pimpinan Kapten Beldhouder dan Kapten Pouwer. Namun kedua kapten tersebut tewas.[5]

Beberapa kali kekalahan yang dialami oleh pasukan Belanda dalam menghadapi setiap perlawanan, bagi Belanda menjadikan suatu cambuk untuk mengirimkan bala bantuan yang lebih besar, begitu pula yang dialami Belanda dalam menghadapi beberapa kali perlawanan yang dilakukan oleh Raden Imba Kusuma. Tanggal 23 September 1834, pemerintah Belanda di Batavia kembali mengirimkan bantuan dalam jumlah yang besar, yaitu 21 opsir (perwira), dan 800 serdadu istimewa yang dilengkapi dengan meriam besar, bantuan tersebut dibawah pimpinan Kolonel Elout. Benteng Raja Gepei yang selama ini dijadikan tempat persembunyian Raden Imba Kusuma, oleh Belanda berhasil dihancurkan dan diduduki, tetapi Raden Imba Kusuma dan mertuanya Kyai Arya Natabraja berhasil meloloskan diri. Selanjutnya Raden Imba dan beberapa pasukannya menyingkir ke Kesultanan Lingga sekaligus minta perlindungan. Namun sayang tempat persembunyiannyapun diketahui oleh Belanda. Raden Lingga akhirnya mendapat tekanan dari Belanda, yang isinya apabila tidak menyerahkan Raden Imba Kusuma, Kerajaan Lingga akan mendapat serangan dari Belanda. Akhirnya Raden Lingga pun menyerahkan Raden Imba Kusuma meskipun dengan terpaksa.

Dengan diserahkannya Raden Imba Kusuma dan beberapa pengikutnya ke Belanda, maka mereka ditangkap dan dibawa ke Batavia. Pada saat di Batavia itulah mertua Raden Imba Kusuma dan hulu balangnya Raden Mangunang meninggal dunia. Sedangkan Raden Imba Kusuma dibuang ke Pulau Timor. Raden Imba Kusuma pun akhirnya meninggal di Pulau Timor. Sedangkan istrinya yang sedang hamil tua dipulangkan ke Lampung.[6]

Dengan meninggalnya Raden Imba Kusuma, maka kekuasaan Lampung berada sepenuhnya di tangan Belanda. Selama itulah kurang lebih 15 tahun, Lampung sepi dari pemberontakan.

Referensi

  1. ^ Novita, Mujiati (2017-06-30). "MODUL SEJARAH PERLAWANAN MASYARAKAT LAMPUNG ABAD KE-19 BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL)". Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya. 11 (1): 37–45. doi:10.17977/um020v11i12017p037. ISSN 1979-9993. 
  2. ^ "Sejarah Lampung dan Perlawanan Raden Imba Kusuma terhadap Belanda". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2018-09-08. 
  3. ^ Pradya, Indra. "MENGENAL PARA PATRIOT LAMPUNG" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-21. 
  4. ^ Nasution, A.H. (1973). Sekitar Perang Kemerdekaan jilid 1. Bandung: Disjarah AD bekerjasama dengan Angkasa. 
  5. ^ Dean G, Pruitt (2004). Teori konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
  6. ^ Dinas, Pendidikan. Pahlawan Nasional Radin Intan II. Lampung: Pemerintah Propinsi Lampung.