Auksin

zat hormon tumbuhan
Revisi sejak 26 Agustus 2024 04.17 oleh Iripseudocorus (bicara | kontrib) (Merapikan artikel, menambahkan sub judul dan referensi)

Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar, dan pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung[1]. Auksin berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan. Peran auksin pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Belanda bernama Fritz Went (1903-1990).

Fungsi

Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein (Darnell, dkk., 1986).

Fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pemanjangan sel, mengatur perkembangan buah,[2] mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin.

Mekanisme kerja

Cara kerja hormon auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis dan peningkatan turgor.[2]

Sintesis

Auksin diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif (yaitu tunas, daun muda, dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auksin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkim (Rismunandar, 1988). Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auksin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptofan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin (analog) tetapi mempunyai aktivitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril, TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis auksin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991).

Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).

Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersial di bidang pertanian, di mana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respons terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.

Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Selain memacu pemanjangan sel, hormon Auksin yang dikombinasikan dengan giberelin dapat memacu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.[3]

Dalam penelitian biologi auksin, banyak senyawa dengan aktivitas auksin yang disintesis. Banyak dari mereka telah ditemukan memiliki potensi ekonomi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikendalikan manusia dalam agronomi. Auksin sintetis meliputi senyawa berikut:

  • 1-Naphthaleneacetic acid (C12H10O2)
  • Indole-3-butyric acid (C12H13NO2)
  • 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (C8H6Cl2O3), auksin herbisida
  • Dicamba (C8H6Cl2O3)
  • Picloram (C6H3Cl3N2O2)
  • 2,4,5-Trichlorophenoxyacetic acid (C8H5Cl3O3), auksin herbisida

Auksin bersifat racun bagi tanaman dalam konsentrasi besar; paling beracun bagi dikotil dan lebih sedikit beracun bagi monokotil. Karena sifat ini, herbisida auksin sintetis, termasuk 2,4-D dan 2,4,5-T, telah dikembangkan dan digunakan untuk pengendalian gulma.[2]

Namun, beberapa auksin yang disintesis secara eksogen, terutama 1-naphthaleneacetic acid (NAA) dan indole-3-butyric acid (IBA), juga biasa digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar saat mengambil stek tanaman atau untuk keperluan pertanian yang berbeda seperti pencegahan buah. mampir di kebun buah-buahan.[butuh rujukan]

Contoh percobaan

Perbedaan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit dapat diketahui dari bentuk anatomi dan fisiologi tanaman tersebut, salah satunya dengan percobaan meletakkan tanaman di tempat yang terang dan gelap. Tanaman yang diletakkan di tempat gelap pertumbuhannya sangat cepat dan tekstur dari batangnya sangat lemah serta cenderung berwarna pucat kekuningan. Hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari. Tanaman yang diletakkan di tempat yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan di tempat gelap, tekstur batangnya sangat kuat dan juga warna tanaman nampak segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari. Hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme.

Referensi

  1. ^ Parker, Sybil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company. 
  2. ^ a b c Campbell, Neil A.; Reece, Jane, B.; Urry, Lisa A.; Cain, Michael L.; Wasserman, Steven A.; Minorsky, Peter V.; Jackson, Robert B (2008). Biologi: Edisi Kedelapan, Jilid 2. Diterjemahkan oleh Wulandari, Damaring Tyas. Jakarta: Erlangga. hlm. 416–418. ISBN 9789790757776. 
  3. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-09-09. Diakses tanggal 2009-04-26.