Badaranie Abbas
Drs. H. Awang Badaranie Abbas (lahir 24 Agustus 1934; meninggal tidak diketahui) adalah mantan Bupati Paser yang keempat sekaligus mantan anggota MPR dan DPR yang terpilih pada Pemilihan Umum tahun 1971 dan 1977, secara berturut-turut mewakili Kabupaten Kutai dan Bulungan dari Fraksi Golongan Karya (Golkar).
Badaranie Abbas | |
---|---|
Bupati Paser ke-4 | |
Masa jabatan 1979–1984 | |
Presiden | Suharto |
Gubernur | Erry Soepardjan Soewandi Roestam |
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat | |
Masa jabatan 1972–1977 | |
Daerah pemilihan | Kalimantan Timur |
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat | |
Masa jabatan 1977–1982 | |
Daerah pemilihan | Kalimantan Timur |
Informasi pribadi | |
Lahir | Damai, Hindia Belanda | 24 Agustus 1934
Meninggal | Tidak diketahui |
Partai politik | PNI Golkar |
Almamater | Universitas Gadjah Mada |
Profesi | Politisi |
Sunting kotak info • L • B |
Awal kehidupan
Badaranie lahir di Damai (sekarang bagian dari Kabupaten Kutai Barat) pada tanggal 24 Agustus 1934. Dia berasal dari kalangan bangsawan Kutai dan bergelar Awang. Ayahnya adalah Awang Abbas, seorang anggota Partai Nasional Indonesia (PNI).[1] Ia menempuh pendidikan dasar di Gouvernement Algemene Lagere School (GALS, Sekolah Dasar Pemerintah) di Tenggarong dan lulus pada tahun 1950.[2]
Badaranie kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMP Negeri Bagian B di Balikpapan dan tamat pada tahun 1953. Setelah itu, ia melanjutkan studinya ke SMA Nusantara Bagian B di Surabaya dan lulus pada tahun 1956. Di tahun yang sama, ia kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), pertama di Fakultas Kedokteran Umum, sebelum kemudian pindah ke Fakultas Sosial dan Politik di jurusan Ilmu Administrasi Negara pada tahun 1958 dan lulus pendidikan bakaloreat pada tahun 1962.[2][3]
Aktivisme semasa studi
Saat duduk di bangku SMP, Badaranie menjadi sekretaris Palang Merah Pemuda (PMP, kini menjadi PMR) cabang Balikpapan. Semasa SMA, ia menjadi anggota Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Peladjar Kalimantan dan menjadi sekretarisnya. Saat kuliah di Yogyakarta, Badaranie menjadi sekretaris organisasi Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Timur (KPMKT) dan wakil sekretaris umum di Badan Kerja Sama Pelajar Kalimantan, sebelum nantinya menjadi sekretaris umum organisasi tersebut.[3][4]
Karir awal
Setelah lulus kuliah pada tahun 1962, Badaranie direkrut oleh pimpinan PNI di Samarinda menjadi anggota partai. Akibatnya, ia langsung bekerja sebagai pegawai negeri.[1] Badaranie ditugaskan sebagai pegawai yang diperbantukan pada pemerintah Kabupaten Kutai di Tenggarong. Pada masa ini, ia memangku berbagai jabatan, seperti Kepala Urusan DPRD-GR, Tata Hukum/Perundang-Undangan, dan Urusan Politik/Rahasia, serta merangkap sebagai Sekretaris Panca Tunggal Kabupaten Kutai hingga tahun 1965. Di samping itu, ia juga menjadi Sekretaris I Yayasan Pendidikan Kutai sekaligus guru di SMA Kutai.[2][3] Pada tahun 1965, Badaranie mendapat tugas belajar ke Fakultas Sosial dan Politik UGM selama dua tahun dan lulus dengan gelar sarjana.[2]
Pada tahun 1968, ia ditugaskan di Kantor Gubernur Provinsi Kaltim dan sempat memangku berbagai jabatan, seperti Wakil Kepala Biro Politik merangkap Pembantu Dekan I Fakultas Sosial Politik Universitas Mulawarman, Sekretaris Bidang Perencanaan pada Bappeda Kaltim, dan Kepala Bagian Perencanaan dan Pengawasan Pembangunan Kantor Gubernur Kaltim. Ia juga menjadi Ketua Bagian Pendidikan/Penerangan Kokarmindagri (Korps Karyawan Pemerintahan Dalam Negeri) dan Sekretaris II Yayasan Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda.[3][5] Pada tahun 1971, ia diangkat menjadi Sekretaris Kotamadya Samarinda.[4] Di tahun yang sama, Badaranie terpilih menjadi anggota MPR dan DPR mewakili Kabupaten Kutai dari Fraksi Golkar.[3] Kemudian, dalam Pemilihan Umum tahun 1977, ia kembali terpilih menjadi anggota DPR, kini mewakili Kabupaten Bulungan.[6]
Karir sebagai bupati
Pada tahun 1979, Badaranie menjabat sebagai Bupati Paser dan menggantikan M. Saleh Nafsi. Tantangan terbesar yang ia hadapi selama menjadi bupati adalah ketidakmerataan pembangunan di Kabupaten Paser akibat luas wilayah yang tidak sebanding dengan kepadatan penduduk yang cenderung sporadis. Desa-desa yang menjadi pusat produksi terletak jauh dari jaringan komunikasi dan terisolir dari ibu kota kecamatannya masing-masing.[7] Oleh karenanya, ia melakukan berbagai upaya untuk mendongkrak pembangunan di Kabupaten Paser.
Misal, pada tahun 1980, ia meninjau selama dua hari jalannya proyek sawah pasang surut di Desa Muara Telake, Kecamatan Long Kali, dan proyek budidaya kelapa laut di Desa Babulu Laut, Kecamatan Waru (kini bagian dari Kabupaten Penajam Paser Utara). Kedua proyek ini dimaksudkan agar penduduk desa setempat, yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, tidak hanya menyandarkan diri pada hasil ikan tetapi juga sektor pertanian.[8] Selain itu, Badaranie juga memprioritaskan pemecahan isolasi antara desa dengan ibu kota kecamatan, di atas masalah-masalah lain seperti pengelolaan sumber potensi daerah, dan pembangunan fasilitas penunjang di pusat pemukiman penduduk.[7]
Pelaksanaan Repelita III di Paser
Sebagai bagian dari pelaksanaan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) III di Kalimantan Timur, Kabupaten Paser ditempatkan di bagian selatan dengan pusatnya di Tanah Grogot. Wilayah Kabupaten Paser kemudian dipecah menjadi tiga sub-bagian. Wilayah sub-pembagunan utara berpusat di Kecamatan Long Kali dan meliputi kecamatan tersebut, di samping Kecamatan Waru dan Long Ikis. Pada wilayah ini, titik tumpu pembangunan terletak pada sektor pertanian, peternakan, dan perkebunan.[7]
Wilayah sub-pembangunan tengah terdiri dari Kecamatan Kuaro, Batu Kajang, dan Muara Komam, serta berpusat di Kuaro. Pembangunan di wilayah ini berfokus pada sektor industri, perkebunan, dan pertanian. Terakhir, wilayah sub-pembangunan selatan meliputi Kecamatan Tanah Grogot, Tanjung Aru (kini Kecamatan Tanjung Harapan), dan Paser Balengkong dengan pusatnya di Tanah Grogot. Fokus utama pembangunan di wilayah ini adalah sektor perkebunan, pertanian pangan, dan pariwisata.[7]
Karir akademik
Setelah berhenti menjadi bupati pada tahun 1984, Badaranie kembali ditempatkan di Kantor Gubernur Kaltim dan menjabat sebagai Kepala Direktorat Pembangunan Desa (Bangdes) Kaltim.[9] Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai rektor Universitas Widya Gama Mahakam di Samarinda.[10]
Karya tulis
Abbas terlibat dalam penulisan buku Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai, di mana selain menjadi Pembantu Dewan Redaksi Penerbitan Kutai Masa Lampau, Kini, dan Esok, salah satu tulisannya yang berjudul "Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Aspek-Aspek Tradisional" juga dimuat dalam buku tersebut.[11]
Referensi
- ^ a b Magenda 2010, hlm. 86.
- ^ a b c d Amin 1979, hlm. 181.
- ^ a b c d e Lembaga Pemilihan Umum 1972, hlm. 457.
- ^ a b Amin 1979, hlm. 182.
- ^ Amin 1979, hlm. 181-182.
- ^ Lembaga Pemilihan Umum 1977, hlm. 150.
- ^ a b c d "Upaya membuka lokasi Kab. Pasir, Kalimantan". Berita Yudha. 9 Maret 1981. Diakses tanggal 14 Desember 2024.
- ^ "Antar Daerah: Tanah Grogot". Suara Karya. 28 Juni 1980. Diakses tanggal 14 Desember 2024.
- ^ "Perpindahan Suku Dayak di Delapan Desa". Harian Neraca. 8 Maret 1989. Diakses tanggal 14 Desember 2024.
- ^ "Profil Pejabat Badan Publik". PPID Kota Samarinda. 2018. Diakses tanggal 13 Mei 2024.
- ^ Amin 1979, hlm. 179.
Daftar Pustaka
- Amin, Mohammad Asli (1979). Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai (PDF). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
- Lembaga Pemilihan Umum (1972). Buku Pelengkap V Pemilihan Umum 1977. Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum.
- Lembaga Pemilihan Umum (1977). Riwayat Hidup Anggota-Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum 1971. Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum.
- Magenda, Burhan Djabier (2010). East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy. Singapura: Equinox Publishing. ISBN 978-602-8397-21-6.
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: M. Saleh Nafsi |
Bupati Paser 1979-1984 |
Diteruskan oleh: Ir. Sulaiman Ismail |