Ahmad Rivai

Revisi sejak 20 Desember 2024 13.39 oleh Ariandi Lie (bicara | kontrib) (Kesimpulan dan Kesan: bukan tempat beropini pribadi (QuickEdit))

Kapten Ahmad Rivai adalah seorang tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama di wilayah Sumatera Selatan. Ia lahir di Desa Cempaka, yang dulu merupakan bagian dari Marga Semendawai Suku II, kini menjadi bagian dari Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur), Provinsi Sumatera Selatan. Ia merupakan putra dari Pangeran Harun, seorang Pesirah (pemimpin adat) yang terkenal.

Pahlawan Sumsel
Kapten Ahmad Rivai, Pahlawan dari Desa Cempaka, Kab. Oku Timur, Sumatera Selatan

Ahmad Rivai pernah menempuh pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Palembang, yang pada masanya merupakan sekolah pada masa penjajahan belanda. Kemudian Ia melanjutkan pendidikan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dari tahun 1938 hingga 1941, sebuah sekolah lanjutan setara dengan SMP pada zaman itu.

Pada masa Jepang menduduki Indonesia tahun 1943, Ahmad Rivai melanjutkan pendidikan militer di Gyu-gun. Gyu-gun merupakan sebuah lembaga pendidikan militer yang didirikan oleh pemerintah Jepang. Di sini, ia menerima pelatihan militer intensif selama tiga tahun bersama dengan rekan-rekannya seperti Hasan Kasim dan Haroen Sohar. Setelah lulus dari Gyu-gun, ia mendapat pangkat Gyui Syoi (Letnan Dua) dan ditugaskan di kantor militer Jepang, Dai Ichi Shotaitjo, hingga menjelang kemerdekaan Indonesia.

Setelah berita kekalahan Jepang pada perang Dunia ke-II, selanjutnya pembentukan BPKR (Badan Pembantu Keamanan Rakyat) yang berpusat di Yogyakarta. BPKR dibentuk untuk membantu menjaga keamanan dan melucuti senjata tentara Jepang yang masih ada di Indonesia. Ahmad Rivai ditugaskan untuk mengawasi pelucutan senjata tentara Jepang di bekas sekolah Mizuho Gakuen (yang dulunya merupakan HIS zaman Belanda, kini menjadi SMPN 1 Palembang).

Markas besar BPKR Palembang dipusatkan di Gedung Methodist yang terletak di Jalan Tengkuruk. Gedung ini menjadi pusat kegiatan organisasi tersebut dalam menjalankan misi-misi kemerdekaan. Ahmad Rivai menjabat sebagai Kepala Divisi Keamanan di BKR Palembang, yang dipimpin oleh Gyui Syoi Hasan Kasim sebagai pimpinan BKR dan Gyui Syoi Mohammad Rifai sebagai wakilnya. Tugasnya sangat berat, karena ia harus memastikan agar pasukan yang ada tetap siap menghadapi ancaman, baik dari sisa-sisa pasukan Jepang maupun dari Belanda yang berusaha merebut kembali Indonesia.

Seiring berjalannya waktu BPKR berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan kemudian menjadi bagian dari Sub Komandemen Sumatera Selatan (Subkoss), Ahmad Rivai naik pangkat menjadi Letnan Satu. Ia pun ditempatkan sebagai Wakil Brigade Garuda Merah Pertempuran (BGMP) di bawah komando Mayor Iskandar. Tugas utama BGMP adalah mempertahankan Palembang dari serangan Belanda yang semakin intensif.

Perang Lima Hari Lima Malam

 
Foto masa penjajahan Belanda


Pada tanggal 28 Desember 1946, situasi di Palembang semakin memanas sehingga terjadilah Perang 5 Hari 5 Malam, sebuah pertempuran besar antara pasukan Indonesia dan Belanda yang berlangsung di kota Palembang. Lettu. A. Rivai, sebagai Kepala Divisi Keamanan di BGMP, sangat aktif mengawasi pasukan dan memastikan keamanan pasukannya ketika berhadapan langsung dengan Belanda.

Saat itu, meskipun masih dalam kondisi terluka akibat tembakan peluru yang menghantam bahunya saat memeriksa pasukan di medan pertempuran, Lettu. A. Rivai tetap bersemangat. Ia terus mengumpulkan informasi penting tentang kondisi pasukan dan mengatur strategi untuk melawan Belanda.

Pada tanggal 1 Januari 1947, ketika serangan Belanda semakin gencar. Namun, Lettu. A. Rivai, yang masih dalam masa pemulihan harus memutuskan untuk bergabung dengan pasukan yang berada di Sungai Jeruju tanpa sepengetahuan perawat. Di sana, pasukan Indonesia mendapat serangan hebat dari Belanda. Dengan keberaniannya, ia memimpin langsung perlawanan pasukan dan merencanakan serangan balik.

Namun, pada tanggal 2 Januari 1947, dalam sebuah pertempuran hebat di Sungai Jeruju, sebuah mortir Belanda meledak dekat Rivai, yang membuatnya terlempar ke sungai. Ia ditemukan keesokan harinya dalam keadaan sudah tak bernyawa lagi, mengapung di Sungai Musi, tidak jauh dari kilang minyak Stanvac Plaju.

Kapten Ahmad Rivai meninggal dunia dengan penuh keberanian dalam pertempuran yang legendaris, yang dikenal dengan sebutan Perang 5 Hari 5 Malam, yang terjadi pada tanggal 2 Januari 1947. Ia wafat sebagai pahlawan yang tak kenal lelah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sebagai penghargaan atas pengorbanannya, pangkatnya dinaikkan dari Letnan Satu menjadi Kapten setelah kematiannya.

Namun, meskipunbegitu besarnya jasa-jasa ia terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, namanya sering kali terlupakan oleh generasi muda. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memang memberi penghargaan dengan menamakan sebuah jalan di Palembang dengan nama Jalan Ahmad Rivai.