Tisuk
Tisuk | |
---|---|
Tisuk (Hibiscus macrophyllus) di Buniwangi, Palabuhanratu, Sukabumi | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Divisi: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | H. macrophyllus
|
Nama binomial | |
Hibiscus macrophyllus Roxb.
|
Tisuk atau baru kesi (Hibiscus macrophyllus) adalah pohon sebangsa waru, anggota dari suku kapas-kapasan atau Malvaceae. Berdaun lebih lebar dan bundar, tisuk umumnya tumbuh cepat dan berbatang lampai lurus. Tumbuhan ini juga dikenal dengan nama-nama lain seperti anuk-anuk (Karo); tesuk, tisuk, tisuk tambaga (Sd.), waru lanang, w. jembut, w. gombong, w. gunung, w. payung, w. songsong, w. watang (Jw.).
Tisuk tumbuh tinggi, hingga 25 m, namun dengan batang dan tajuk yang kurus; agak-agak mirip dengan payung. Gemang batangnya 15–25 cm. Di Jawa bagian barat tumbuh liar hingga ketinggian lk. 800 m dpl., serta ditanam hingga 1.400 m dpl.[1]
Pemanfaatan
Di kebun-kebun talun, tisuk umumnya dibiarkan tumbuh atau dipelihara untuk diambil kayunya. Kayu tisuk tergolong ringan hingga sangat ringan, sangat lembut, berstruktur padat dan agak lembut, berwarna coklat kelabu muda keunguan. Di Jawa, kayu tisuk dimanfaatkan untuk rumah dan bangunan lain; terutama menghasilkan kayu yang lurus dan panjang, hingga 10–12 m, yang baik untuk tiang. Namun di Sumatra kayu ini kurang kegunaannya. Kayu tisuk baik sekali untuk dibuat batang korek api.[1]
Dari kayunya juga dapat dibuat pelbagai alat dapur dan kerajinan. Mainan kincir angin (Sd., kolecer) biasa menggunakan kayu tisuk untuk membuat bilah-bilahnya.
Kulit batang tisuk, setelah direndam sepekan, dikerok, serta dikeringkan, dapat menghasilkan serat yang berkualitas baik untuk dibuat tali, bahan anyaman tikar, dan bahkan tali pancing.[1]