Sejarah Radio Republik Indonesia
pengkapitalan ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Sejarah Radio Republik Indonesia bermula sejak pendiriannya secara resmi pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Rapat utusan 6 radio di rumah Adang Kadarusman Jalan Menteng Dalam, Jakarta. Sehingga menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih dr. Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama.
Awal mula
Siaran radio yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie - Hindia Belanda), ialah Bataviase Radio Vereniging (BRV)di Batavia (Jakarta Tempo dulu), yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925, jadi lima tahun setelah di Amerika Serikat, tiga tahun setelah di Inggris dan di Uni Soviet.
Stasiun radio di Indonesia semasa penjajahan Belanda dahulu mempunyai status swasta. Karena sejak adanya BRV tadi, maka muncullah badan-badan radiosiarn lainnya Nederlandsch Indische radio Omroep Mij ( NIROM) di jakarta, Bandung dan Medan, Solossche Radio Vereniging (SRV) di Surakarta, Mataramse Verniging Voor Radio Omroep (MAVRO) di Jogjakarta, Verniging Oosterse Radio Luisteraars (VORO) di Bandung, Vereniging Voor Oosterse Radio Omroep (VORO) di Surakarta, Chineese en Inheemse Radio Luisteraars Vereniging Oost Java (CIRVO) di Surabaya, Eerste Madiunse Radio Omroep (EMRO) di Madiun, Radio Semarang di Semarang dll.
Di Medan, selain NIROM, juga terdapat radio swasta Meyers Omroep Voor Allen (M.O.V.A), yang di usahakan oleh tuan Meyers, dan Algeemene Vereniging Radio Omroep Medan (VROMA). Diantara sekian banyak badan radio siaran tersebut, NIROM adalah yang terbesar dan terlengkap, oleh karena mendapat bantuan penuh dari pemerintah Hindia Belanda.
Perkembangan NIROM yang pesat itu disebabkan pula keuntungannya yang besar dalam bidang keuangan yakni dari "pajak radio". Semakin banyak pesawat radio dikalangan masyarakat, semakin banyak uang yang diterima oleh NIROM. Dengan demikian, NIROM dapat meningkatkan daya pancarnya, mengadakan stasiun-stasiun relay, mengadakan sambungan telepon khusus dengan kota-kota besar, dll.
Pada waktu itu terdapat saluran telepon khusus antara Batavia, Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang,Solo, Jogja, Magelang, Surabaya, Malang yang jumlahnya kira-kira 1,2 juta meter saluran telepon untuk memberi modulasi kepada pemancar-pemancar di kota-kota itu. Dengan Demikian NIROM dapat mengadakan siaran sentral dari Semarang, Bandung, Surabaya, Yogjakarta ataupun Solo.
Hal itu beda sekali dengan badan-badan radio siaran lainnya yang berbentuk perkumpulan swasta, terutama yang diusahakan bangsa pribumi, yang hidupnya dari iuran para anggota.
Munculnya perkumpulan-perkumpulan stasiun radio di kalangan bangsa Indonesia disebabkan kenyataan, bahwa NIROM memang dapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda itu lebih bersifat perusahaan yang mencari keuntungan finansial dan membantu kukuhnya penjajahan di Hindia Belanda. Pada saat itu pemerintah penjajahan Belanda menghadapi semangat kebangsaan di kalangan penduduk pribumi yang berkobar sejak tahun 1908, lebih-lebih setelah tahun 1928.
Sebagai pelopor timbulnya radio siaran usaha bangsa Indonesia ialah Solosche Radio Vereniging (SRV) yang didirikan pada tanggal 1 april 1933. Dalam hubungan dengan itu patut di catat nama Mangkunegoro VII seorang bangsawan Solo dan seorang Insinyur bernama Ir.Sarsito Mangunkusumo yang berhasil mewujudkan SRV itu.
Sejak tahun 1933 itulah berdirinya badan-badan radio siaran lainnya, usaha bangsa Indonesia di berbagai kota besar seperti disebutkan diatas, berdirinya SRV, MARVO, VORL, CIRVO, EMRO, dan radio Semarang itu pada mulanya dibantu oleh NIROM,oleh karena NIROM mendapat bahan siaran yang bersifat ketimuran dari berbagai perkumpulan tadi. Tetapi kemudian ternyata NIROM merasa khawatir perkumpulan-perkumpulan radio ketimuran tadi membahayakan baginya.
Pada tahun 1936 terbetik berita, bahwa mulai tahun 1937 "Siaran Ketimuran seluruhnya akan dikuasai oleh NIROM sendiri". Ini berarti bahwa mulai tahun 1937 subsidi dari NIROM akan dicabut, setidk-tidaknya akan dikurangi, karena NIROM tidak akan lagi merelay siaran-siaran radio milik pribumi, setidak-tidaknya kalau terpaksa merelay hanya sedikit sekali. Seperti diketahui subsidi NIROM itu semula diberikan berdasarkan perhitungan jam-merelay.
Berita itu cukup menggemparkan orang-orang radio diluar NIROM, karena pencabutan subsidi itu akan melemahkan badan-badan radio siaran bersangkutan.
Memang adalah maksud NIROM yang bersandarkan kekuatan penjajahan itu untuk mematikan perkumpulan-perkumpulan radio siaran ketimuran.
Pada tanggal 29 Maret 1937 atas usaha anggota Volksraad M.Sutarjo Kartokusumo dan seorang Insinyur bernama Ir.Sarsito Mangunkusumo diselenggaraka suatu pertemuan antara wakil-wakil radio ketimuran bertempat di Bandung wakil-wakil yang mengirimkan utusannya ialah : VORO (Jakarta), VORL (Bandung), MAVRO (Jogyakarta), SRV (Solo), dan CIRCO (Surabaya), pertemuan hari itu melahirkan suatu badan baru bernama : PERIKATAN PERKUMPULAN RADIO KETIMURAN (PPRK) sebagai ketuanya adalah : Sutarjo Kartohadikusumo.
Tujuan PPRK yang non-komersial itu bersifat "Sociaal kultureel" semata-mata memajukan keseniaan dan kebudayaan nasional guna kemajuan masyarakat Indonesia, rohani dan jasmani.
Pada tanggal 7 Mei 1937 atas usaha PPRK diadakan pertemuan dengan pembesar-pembesar pemerintahan untuk membicarakan hubungan antara PPRK dengan NIROM. Pertemuan itu menghasilkan suatu persetujuan bersama, bahwa PPRK menyelenggarakan siaran ketimuran, NIROM menyelenggarakan segi tehniknya.
Sejak itu PPRK berusaha keras agar PPRK dapat menyelenggarakan sendiri sepenuhnya tanpa bantuan dari NIROM.Disebabkan situasi semakin panas oleh api perang di Eropa yang menyebabkan Negeri Belanda dalam keadaan sulit yang membutuhkan bantuan rakyat jajahannya, maka pemerintah Hindia Belanda menjadi agak lunak.
Seperti diketahui, tanggal 1 September 1939 Jerman dibawah pimpinan Adolf Hitler menyerbu Polandia yang menyebabkan timbulnya perang dunia II, dan kemudian pada tahun 1940 Jerman menduduki Denmark, Norwegia, Belgia dan Negeri Belanda.
Pada tanggal 1 November 1940 tercapailah tujuan PPRK yakni menyelenggarakan siaran yang pertama dari PPRK.
Masa Penjajahan Belanda
Jika kita membuka-buka lembaran sejarah radio Indonesia maka akan nampak bahwa adanya radio untuk pertama kalinya di Indonesia sekitar tahun 1920 -an adalah untuk kepentingan penjajah Belanda.
Hubungan yang cepat antara negeri Belanda dengan daerah-daerah jajahannya seperti Hindia Belanda sangat diperlukan terutama untuk menyampaikan peraturan dan undang-undang serta berita-berita penting. Keperluan itu lebih mendesak lagi ketika pecah perang dunia pertema.
Perang Dunia I (1914 - 1918) memberi pengalaman kepada negeri Belanda. Ketegangan hubungan melalui telegraf laut antara negeri Belanda dan Indonesia dari saluran Inggris, yang terlibat dalam peperangan.
Masa Penjajahan Jepang
Dalam peperangan di Asia dan Pasifik, Jepang sebagai sekutunya Nazi Jerman dan Italia di Eropa, mengadakan ekspansi ke arah selatan.
Pada bulan Maret 1942 Belanda menyerah kepada Jepang, tepat pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintah Belanda dengan seluruh angkatan perangnya menyatakan menyerah kalah di Bandung kepada balatentara Jepang.
Sejak tanggal itu dibekas kawasan Hindia Belanda dulu berlaku pemerintahan militer Jepang atas nama resminya waktu itu Dai Nippom. Sebagai konsekuensinya, segalanya menurut kehendak tentara pendudukan. Demikain pula radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dimatikan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, yang merupakan pusat radio siaran dan berkedudukan di Jakarta. Cabang-cabangnya yang dinamakan Hoso Kyoku terdapat di Bandung, Purwakarta, Yogya, Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang.
Disamping stasiun siaran tadi, setiap Hoso Kyoku mempunyai cabang kantor bernama Shodanso yang terdapat di kabupaten-kabupaten. Kantor ini mempersatukan semua bengkel atau service radio setempat, sehingga semua reparasi pesawat radio langsung dibawah pengawasan balatentara.Semua pesawat disegel, sehingga rakyat tidak bisa mendengarkan radio siaran luar negeri kecuali ke 8 Hoso Kyoku di Jawa tadi.
Dalam pemerintahan militer sudah tentu semua radio siaran diarahkan kepada kepentingan militer Jepang semata-mata. Tapi satu hal yang penting dicatat, ialah bahwa selama kependudukan Jepang itu, kebudayaan dan kesenian mendapat kemajuan yang pesat. Pada saat itu rakyat mendapat kesempatan banyak untuk mengembangkan kebudayaan dan kesenian, jauh lebih dibandingkan dengan jaman penjajahan Belanda. Kesempatan ini menyebabkan pula munculnya seniman-seniman pencipta lagu-lagu Indonesia baru.
Radio Sebagai Alat Perang Urat Syaraf
Dengam maklumat resmi Tenno Heika tanggal 8 Desember 1941 perang pasifik mulai berkobar dan Jepang menggunakan siaran radio sebagai alat psywar atau perang urat syaraf terhadap negara-negara Asia yang hendak dikuasainya.
Semboyan mereka adalah untuk memerdekakan bangsa-bangsa Asia yang masi dijajag dan selanjutya untuk bersama-sama membangun Asia Timur Raya yang makmur.
Radio Tokyo setiap malam melancarkan siaran propaganda yang sangat mengena. Beberapa bulan sebelumnya tentara Jepang mendarat di Indonesia setiap malam sekitar pukul 22.00 di rumah-rumah orang Indonesia yang mempunyai pesawat radio, berkerumun orang untuk mengikuti siaran Radio Tokyo.
Dengan komentar-komentarnya yang sangat tepat, penyiarnya dapat menciptakan suarana Indonesia merdeka dilingkungan pendengarnya, seolah-olah kedatangan tentara Jepang di Indoensia sangat dinanti-nantikan oleh rakyat Indonesia.
Lebih-lebih setelah Philipina, Indonesia Malaya dalam waktu singkat dapat dikuasai Jepang, setiap orang Indonesia sudah mulai siap-siap menyambut tentara pembebasan Jepang. Begitu besar pengaruh siaran radio yang melancarkan propaganda menjelang pendaratan tentara Jepang di Indonesia pada awal bulan Maret 1942 sehingga tentara Hindia Belanda sebenarnya sudah kalah sebelun bertempur dengan tentara Jepang.
Perang urat syaraf itu makin mengenai sasarannya karena disusul dengan kenyataan-kenyataan dalam perang yang sebenarnya dan disaksikan oleh rakyat Indonesia. Kenyataan tersebut diawali dengan tibanya tentara Jepang di Tarakan, Kalimantan Timur pada tanggal 10 Januari 1942 dan Komandan Belanda di Pulau itu menyerahkan diri pada tanggal 13 Januari 1942. Seminggu kemudian Balikpapan yang merupakan sumber minyak berhasil diduduki pula oleh Jepang, dan berturut-turut jatuh ke tangan Jepang kota-kota Pontianak, Martapura kemudian Banjarmasin.
Dalam gerakannya ke selatan Jepang pada tanggal 14 Februari 1942 menerjunkan pasukan payungnya di Palembang dan dua hari kemudian Palembang dan sekitarnya berhasil diduduki. Dengan jatuhnya Palembang maka terbukalah pulau Jawa bagi tentara Jepang.
Dalam menghadapi ofensif Jepang tersebut, pihak sekutu membentuk suatu komando yang disebut ABDACOM (American British Dutch Australian Command), sedangkan pada akhir Februari 1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Van Starkenborgh Stachower pindah dari Batavia ke Bandung.
Untuk merebut pulau Jawa Jepang menggunakan tentara ke-16 yang dipimpin oleh Lentnan Jenderal Hitosyi Imamura. Pada tanggal 1 Maret 1942 tentaranya berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus, yakni di Teluk Banten, di Eretan Wetan dekat Indramayu Jawa Barat, dan Kragan dekat Rembang Jawa Tengah. Pasukan yang mendarat di Banten berhasil menduduki ibukota Batavia pada tangal 5 Maret 1942, dan pada hari itu juga Buitenzorg' (Bogor) dapat direbut dan kemudian bergerak ke Bandung. Sementara itu Pasukan yang mendarat di Eretan langsung menduduki Subang dan merebut lapangan terbang Kalijati.
Dari gerakan dua arah ini tentara Jepang menuju ke pusat pemerintahan dan Komando Tentara Hindia Belanda di Bandung dengan gerakan kilat, sehingga dalam waktu satu minggu saja seluruh Angkatan Perang Serikat di Indonesia diwakili oleh Letnan Jendral Ter Poorten menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang. peristiwa itu terjadi setelah diadakan perundingan di Kalijati pada tanggal 7 Maret 1942 antara Letnan Jendral Imamura beserta staf dan Gubernur Jendral Tjarda dan Letnan Jendral Ter Poorten bersama stafnya pula.
Mengenai penyerahan tanpa syarat itu Jendral Ter Poorten diperintahkan untuk mengumumkannya sendiri kepada pasukan-pasukannya melalui radio, yang ternyata kemudian dibacakan oleh Kepala Staf. Maka sejak tanggal 8 Maret 1942 berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dan dengan resmi di tegakkan kekuasaan Kemaharajaan Jepang.
Radio Sebagai Alat Propaganda Untuk Memenangkan Perang
Patut diketahui lebih dahulu, bahwa berbeda dengan jaman Hindia Belanda yang hanya terdapat satu Pemerintah Sipil, maka pada jaman Jepang terdapat tiga pemerintahan militer pendudukan, yakni : - Tentara ke-16 dipulau Jawa dan Madura dengan pusatnya di Batavia (kemudian dinamakan Jakarta) - Tentara ke-25 dipulau Sumatera dengan pusatnya di Bukit tinggi. - Armada Selatan ke-2 di Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya di Makasar (Ujung Pandang).
Di Jawa tugas memulihkan ketertiban dan keamanan serta menanamkan kekuasaan yang sementara lowong itu diserahkan kepada suatu pemeritahan militer yang disebut Gunseibu, masing-masing meliputi Jawa Barat dengan pusatnya di Bandung;Jawa Tengah dengan Pusatnya di Semarang dan Jawa Timur dengan pusatnya diSurabaya. Disamping itu dibentuk dua daerah istimewa yang disebut Koci, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Tata pemerintahan Militer Jepang ini turut mempengaruhi juga perkembangan sejarah radio di Indonesia yang sampai menyerahnya Belanda kepada Jepang di Jawa terdapat beberapa stasiun radio, baik semi pemerintah (NIROM) maupun swasta ketimuran (PPRK), yaitu di Jakarta dan pusat-pusat daerah militer lainnya, Bandung, Semarang, Surabaya, Solo, dan Yogya.
Kota-kota ini, mestinya juga menjadi pusat atau penyalur-penyalur propoganda Jepang menguasai Indonesia, semua sarana komunikasi massa seperti surat kabar,majalah, kantor berita, film dsb. Dikuasai dan dikendalikan oleh penguasa Militer untuk kepentingan perang;lebih-lebih radio yang pada masa itu merupakan sarana komunikasi massa yang palaing ampuh. Perkumpulan-perkumpulan atau organisasi penyiaran radio dibebarkan dan Jepang membentuk sebuah jawatan yang khusus mengurus siaran radio, dengan nama Hoso Kanri Kyoku, beserta cabang-cabangnya yang dinamakan Hoso Kyoku. Pusatnya tetap di Batavia yang kemudian dinamakan Jakarta dan cabang-cabangnya berada di Bandung,Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya kemudian ditambah di Purwokerto dan Malang.
Disamping stasiun-stasiun ini, setiap Hoso Kyoku membentuk kantor-kantor cabang di kota-kota kabupatennya yang dinamakan Shidanso. Kantor ini mempersatukan semua bengkel-bengkel service radio setempat dan segala reparasi serta pemeriksaan pesawat penerimaan milik umum harus dilakukan di satu tempat dan langsung di awasi oleh Jepang.
Kantor ini kemudian juga menyegel gelombang siaran luar negeri semua pesawat radio dan memasang radio-radio umum di tempat-tempat radio yang ramai atua yang mudah dikerumuni oleh orang banyak.Dengan peraturan tersebut maka rakyat tidak boleh dan tidak dapat mendengarkan siaran-siaran dari 8 cabang Hoso Kyoku di Jawa.
Diluar Jawa, baik di Sumatera yang juga dikuasai oleh AD dean pulau-pulau lainnya yang dikuasai oleh AL, stasiun-stasiun radio yang ada juga dikuasai sepenuhnya oleh militer Jepang, dan tidak ada hubungannya dengan pulau Jawa. Seperti diuraikan terlebih dahulu, Jepang menggunakan siaran radio sebagai alat perang urat saraf dan propaganda sejalan dengan tujuan "Perang Asia Timur Raya" atau mereka sebut Dai Toa Senso.
Sampai 6 bulan pertama sejak Jepang menduduki Indonesia Hoso Kyoku Jakarta memang masih menyelenggarakan siaran dalam bahasa Belanda disamping mengusahakan siaran-siaran dalam bahasa Inggris, Prancis dan Arab.Tetapi setelah itu siaran-siaran dalam bahasa Belanda dihapuskan sama sekali, bersamaan dengan kebijaksanaan yang mereka tempuh dibidang pendidikan, yaitu melarang sama sekali penggunaan bahasa Belanda dan asing lainnya di sekolah-sekolah. Sebaliknya penggunaan bahasa Indonesia dikembangkan karena bahasa Indonesia dijadikan satu-satunya bahasa yang digunakan disekolah-sekolah atau kantor-kantor. Bukan hanya itu; nama toko perdagangan umumnya,nama-nama tempat umum seperti tempat renang, stadion, taman dsb serta nama-nama jalan yang semula menggunakan bahasa Belanda atau bahasa asing lainnya, diganti denagn nama Indonesia atau Jepang.
Memang Bahasa Jepang kemudian dijadikan mata pelajaran wajib disekolah-sekolah, disamping bahasa Indonesia. Juga melalui radio diadakan siaran pelejaran bahasa Jepang. Lebih dari itu murid-murid dan pelajar serta masyarakat umum mendapat gemblengan "Semangat Jepang" atau Nipon Seisyin, semangat anti penjajah, anti Inggris-Amerika, anti Asing.
Selanjutnya ditanamkan pula Busyido Seisyin atau semangat kesatria Jepang yang taat dan hormat kepada orang tua, pemimpin dan akhirnya kepada raja. Usaha itu antara lain dilakukan dengan latihan kemiliteran dan pendidikan jasmani. Ber-taiso atau senam pagi secara masal bahkan dikomando melalui radio dari Jakarta yang disiarkan secara sentral dilakukan serntak oleh murid-murid sekolah dasar, pelajar-pelajar sekolah lanjutan, pegawai-pegawai kantor pemerintah dan swasta serta masyarakat umum, setiap pagi sebelum mulai belajar atau bekerja. Acara siaran ini disebut "Radio Taiso".
Propaganda Jepang Menjadi Bumerang
Jika pada awal kedatangan Jepang di Indonesia, segala bentuk propaganda mencapai sasaran yang dituju karena memang sesuai dengan kenyataan yang menyertainya, maka lama-kalamaan, terutama mulai akhir 1944 setelah Jepang menderita kekalahan dihampir semua medan perang pasifik, propaganda yang mereka lancarkan justru menjadi arus balik atau bumerang yang memukul kembali diri sendiri. Semakin terdesak kedudukan pasukan-pasukan Jepang dimedan pasifik, semakin berani nasionalisme Indonesia memberikan perlawanan terhadap militerisme Jepang, baik secara terbuka, berupa pemberontakkan dan pembangkangan, maupun secara diam-diam mulai mengatur barisan.
Dibidang radio, semakin banyak pula pemimpin kita yang mendengarkan berita-berita luar negeri sehingga semakin menjadi jelas situasi peperangan. Dikalangan orang-orang radio, situasi ini mulai diperhitungkan kumungkinan-kemungkinan apa yang bakal terjadi dan apa pula yang harus dilakukan mengingat radio merupakn sarana komunikasi massa yang ampuh.
Setelah peperangan di Indonesia berakhir dengan menyerahnya Jerman pada tanggal 5 Mei 1945, sebenarnya sudah dapat di ramalkan bahwa peperangan di pasifik akan segera berakhir pula. Daerah-daerah di kawasan subkontinen Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia Pasifik yang pada awal pecahnya perang pasifik dapat di rebut tentara jepang dengan kecepatan kilat, maka pada awal tahun 1945, satu demi satu jatuh kembali ketangan sekutu.berita mengenai hal ini dapat di ketahui melalui observasi siaran radio asing yang kita lakukan "di bawah tanah". bulan desember 1944 pasukan gerilya amerika yang di terjunkan dari udara mengamuk dari belakang garis pertahanan jepang, kemudian menduduki Mindoro, Filipina. Pada bulan Januari 1945 tentara amerika mengijakkan kaki di pulau luzon. Kota Manila kemudian jatuh ketangan sekutu pada bulan febuari 1945. Sementara itu Angkatan Laut Amerika Serikat merebut saipan,guam dan lain-lain. Sekutu maju dengan cepat. Pulau Okinawa dan Iwojima setelah melalui pertempuran hebat dapat di duduki amerika. dengan di rebutnya,kedua pulau tersebut Jepang seluruhnya dengan leluasa dapat di serang dari udara. sementara itu dari jurusan india tentara inggris maju ke birma menuju ke malaya,hongkong dan serawak. tanggal 1mai 1945 divisi ke-9 australia mendarat di tarakan dengan tidak mengalami perlawanan jepang. pasukan komando Australia itu menduduki pulau sadu setelah menghujani tembakan-tembakan dari laut dan udara. Jepang yang bertahan mai-matian tidak berdaya sehingga pangkalan udara dapat di rebut sekutu. dalam 24 hari pulau tersebut jatuh ketangan sekutu divisi ke-7 australia pada 1 juli 1945 mendarat di balik papan di sertai jendral mac arthur dan merebut lapangan udara sepingan. percobaan serangan penyusupan kembali jepang berhasil di gagalkan, sedangkan pertahanan batu campar dan sumberminyak samboja jatuh ke tangan sekutu. pertempuran-pertempuran terus menghebat karna jepang mempertahankan tiap tapak kubuhnya dengan sangat tabah, terus sampai bulan agustus 1945. berita-berita peperangan yang semakin mendebarkan hati di indonesia adalah kejadian-kejadian awal agustus seperti berikut:
- 1 Agustus sejumlah 820 "benteng udara" amerika membom kota-kota di jepang selatan.
- 2 Agustus terjadi pemboman yang seru atas kota fikuoka di pulau kyushu dab marushima.
- 3 Agustus laksamana zimitz manyatakan bahwa " benteng-benteng udara " amerika telah menutup pelabuhan-pelabuhan jepang dan korea sehingga blokade menjadi sempurna.
- 4 Agustus jendral mac arthur menyatakan behwa tentaranya dari kepulauan ryuku dan filpfina sudah bersiap-siap untuk menyerbu ke jepang.
- 5 Agustus kota-kota di pulau kyushuy dan beberapa tempat lainnya di serang oleh 400 pesawat amerika.
- 6 Agustus kota hiroshima di jatuhi bom atom yang pertama oleh benteng udara amerika.kota lain di ancam pula dengan pemboman demikian. kabinet jepang segera bersidang.
- 7 Agustus pangkalan angkatan laut toyakoma di bom oleh benteng udara amerika.
- 8 Agustus pesawat-pesawat pembom ameriaka menghantam pusat-pusat militer dan perindustrian jepang.dalam pada itu rusia mengumumkan perang terhadap jepang dari operasi panglima tentara sekutu di pasifik nampak jelas arah tujuannya yaitu akan langsung menuju kejantung negara "matahari terbit" lebih-lebih setelah rusia menyatakan perang terhadap jepang pada saat jepang sudah mulai lumpuh.
Apabila di Medan perang Eropa tentara Inggris dan Amerika berlomba-lomba dengan tentara Uni Soviet untuk lebih dulu merebut kota Berlin, maka di Pasifik, tentara Amerika berlomba pula dengan tentara Uni Soviet untuk lebih dulu menduduki Jepang. Di kalangan pemimpin-pemimpin kita, khususnya angkatan mudanya yang secara rahasia terus mengikuti siaran-siaran radio sekutu melalui pesawat radio yang di sembunyikan dari penyegalan Bala Tentara Jepang dapat mengetahui bahwa tentara Amerika Serikat akan mendarat diIndonesia dari jurusan Timur, yakni dari sekitar kepulauan Irian dan Maluku Utara. Sedangkan tentara Inggris dalam bulan September akan mendarat di Semenanjung Malaya.Tetapi kapan tentara Amerika mendarat di Indonesia, belum diketahui secara pasti. Sementara itu situasi peperangan di Pasifik makin menegangkan karena pada tanggal 19 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atomnya yang ke-2 di Nagasaki, dan hari berikutnya tanggal 10 Agustus, radio tokyo menyiarkan kesediaan Jepang untuk menyerah menurut pasal-pasal perjanjian Postdam. Kesedian Jepang untuk menyerah ini bukannya menurunkan suhu peperangan, bahkan justru memanaskan perlombaan antara Amerika dan Uni Soviet untuk lebih dahulu menduduki Jepang. Perlombaan ini semakin nampak dalam peningkatan Amerika pada tanggal 12 Agustus yang membomi daerah Tokyo, sedangkan angkatan udara mengamuk di Korea.Perlombaan perang panas ini di barengi dengan perang urat saraf. Pihak Moskow mengumumkan bahwa tentara Marsekal Malinovski telah maju sejauh 200 mil dalam tempo 4hari. Akan tetapi, pada tanggal 14 Agustua 1945 tiba-tiba Presiden Amerika Serikat, Truman dan perdana menteri Inggris Attle mengumumkan penyerahan Jepang tanpa syarat dan Kaisar Jepang memerintahkan seluruh Balatentara Dai Nippong untuk menghentikan perlawanan. Pengumuman semua pihak yang terlibat dalam perang ini dipancarluaskan melalui siaran radio masing-masing kesegenap penjuru dunia dan dapat ditangkap pula oleh Indonesia oleh pemimpin-pemimpin dan angkatan muda kita yang memonitor siaran-siaran tersebut secara rahasia. Tidak ketinggalan pula dikalangan orang-orang radio sendiri. Beberapa hari sebelum itu, menjelang "Sekaratul maut" nya Balatentara Jepang di Pasifik, penguasa perang tertinggi Jepang untuk seluruh daerah Asia Tenggara Jenderal Terauci memanggil 3 tokoh pergerakan nasional Indonesia yaitu Ir.Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Dr. Radjiman Wediodiningrat untuk datang kemarkas besarnya di Saigon. Dalam suatu pertemuan di Dalath ( Vietnam Selatan ) pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal Terauci menyampaikan pada ke-3 pamimpin Indonesia tersebut keputusan pemerintah kemaharajaan Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia. Sebaliknya dikalangan angkatan Muda yang sejak bulan Juni 1945 telah siap-siap menghadapi kekalahan Jepang, lebih menghendaki mencapai kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, terlepas dari pengaruh Jepang. Oleh karena itu setelah ke-3 pemimpin Indonesia tersebut kembali dari Dalath, maka pada tanggal 15 Agustus, para pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia kalau mungkin pada hari itu juga. Desakan tersebut di ajukan karena pada hari itu mereka telah mendengar berita radio luar negeri bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu.
Babak Baru Dalam Penyiaran Radio di Indonesia
Telah disinggung didepan bahwa kalahnya Jepang terhadap sekutu sudah diperhitungkan oleh pemimpin-pemimpin dan angkatan muda Indonesia yang selalu mendengarkan radio luar negeri sejak akhir bulan Juli 1945. Lebih-lebih setelah BBC London pada tanggal 26 Juli 1945 menyiarkan Ultimatum tentara sekutu yang pertama supaya Jepang menyerah. Ultimatum tersebut di ulangi pada tanggal 11 Agustus 1945 setelah dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Baru pada tanggal 14 Agustus 1945, BBC menyiarkan secara pasti pernyataan penyerahan Jepang tanpa syarat oleh Tenno Heika, tetapi pemerintah Jepang di Jakarta masih menutup-nutupi peristiwa menyerahnya Jepang tersebut. Betapapun peristiwa itu ditutup-tutupi, dari tingkah laku dan wajah orang-orang Jepang nampak sekali perubahannya. Dikalangan radio, orang-orang Jepang menjadi curiga terhadap orang-orang Indonesia dan menyensor lebih keras naskah-naskah dan bahan-bahan siaran yang hendak di siarkan di tiap-tiap Hoso Kyoko(stasiun radio Jepang). Akhirnya setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka atas perintah Hoso Kanri Kyoku, pada tanggal 19 Agustus 1945 semua Hoso Kyoku dihentikan kegiatannya. Selamanya berkuasanya pemerinta militer Jepang di Indonesia boleh dikatakan merupakan babak baru bagi penyiaran radio di Indonesia. Babak baru ini ditandai dengan beberapa hal : a. Terpusatnya radio dalam 1 tantangan yaitu tangan penguasa dengan suara resmi pemerintah. Diluar radio pemerintah tidak ada radio lain. Radio amatirpun tidak di perbolehkan. b. Dititik-beratkan siaran radio kepada usaha perang;tegasnya sebagai alat untuk memenangkan perang. c. Diharuskannya rakyat untuk hanya mendengarkan siaran-siaran radio pemerintah. untuk itu, semua pesawat radio disegel gelombang pendeknya. d. Dilarangnya penyiaran lagu-lagu barat dan penggunaan bahasa asing dalam penyiaran dalam negeri. Memang didalam babak baru ini terdapat segi-segi negatif dan positifnya. Diantara segi-segi negatifnya ialah tidak adanya kebebasan pemilik radio untuk mendengarkan siaran yang diinginkannya. Sebaliknya adanya sistem radio umum, bagi masyarakat merupakan kesempatan yang baik untuk mendapatkan keterangan dan penerangan tentang keadaan negara dan perkembangan situasi perang, sekalipun dari satu pihak. Diantara segi-segi positifnya kita catat bahwa larangan penyiaran musik dan lagu-lagu barat dan penggunaan bahasa asing, mendorong para penyelenggara siaran dan seniman musik untuk memproduksi musik dan lagu-lagu Indonesia sebanyak-banyaknya di samping mendorong peningkatan penggunaan bahasa Indonesia. Harus diakui , selama 3 setengah thun, Jepang telah memperkaya perbendaraan musik Indonesia dengan ratusan lagu Indonesia baru yang sebagian masih merupakan lagu yang populer hingga sekarang. Segi positif lainnya ialah, semangat kebangsaan yang dikobar-kobarkan oleh siaran radio. Sekalipun pidato-pidato dan komentar radio di tujukan kepada musuh-musuh Jepang ( Amerika, Inggris dan Belanda ) siaran-siaran anti Imperialis-Kolonialis itu telah membangkitkan semangat kebangsaan dan kemerdekaan bagi rakyat Indonesia. Khusus bagi Angkatan Muda, semangat tersebut berkembang dengan hangatnya, menjadi semangat rela berkorban jiwa dan raga untuk membela tanah air dan bangsanya. Pada hakikatnya, siaran radio dimasa pendudukan Jepang telah mempersiapkan rakyat Indonesia dan mendorong matangkan Angkatan Mudanya yang memasuki pintu gerbang kemerdekaan Indonesia. Akibat disegelnya semua gelombang pada pesawat-pesawat radio milik umum oleh penguasa Jepang, maka berita mengenai menyerahnya Jepang kepada sekutu diketahui agar terlambat oleh masyarakat Indonesia. Namun berkat keberaniaan para pejuang kita yang melakukan gerakan dibawah tanah dan selalu mengikuti perkembangan perang Pasifik melalui siaran-siaran luar negeri. Kemudian diketahuilah secara pasti bahwa Jepang telah kalh dalam Dai Toa Senso ( Perang Asia Timur Raya ) dan menyerah kepada sekutu tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945. Berita inilah yang mendorong angkatan muda Indonesia mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan pada esok harinya tanggal 19 Agustus 1945, sedangkan kedua pemimpin tersebut tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya sebagai ketua dan wakil ketua panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kedua pemimpin tersebut tetap hendak membawa persoalan itu kedalam sidang PPKI yang sudah dijadwalkan untuk diadakan pada tanggal 18 Agustus 1945. Akibat adanya pendapat antar golongan tua dan golongan muda ini telah menimbulkan suatu drama yang dikanal sebagai " peristiwa rengasdengklok ". Ketegangan suasana selama dua hari antara tanggal 15 dan 17 Agustus 1945 ini terasa sekali diJakarta dan sekitarnya, tidak terkecuali orang-orang radio bagi penyiaran proklamasi kemerdekaan, apabila saatnya tiba nanti.
RRI Saat Detik-detik Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta tiba di bandara Kemayoran dari Saigon. Jusuf Ronodipoero meliput di bandara. Dalam wawancaranya di bandara, Bung Karno mengatakan bahwa untuk memperoleh kemerdekaan tidak perlu menunggu jagung berbunga. Bung Karno mengutip ramalan joyoboyo, dan pada waktu itu tidak ada yang tahu bahwa Kaisar Jepang telah menyatakan menyerah kepada Sekutu. Pada tanggal 16 Agustus 1945 komplek radio tetap dijaga ketat oleh kampetai (tentara Jepang). Siaran dalam negeri berjalan seperti biasa membawakan lagu-lagu Jepang dan Indonesia, serta berita-berita yang masih menyatakan kemenangan Jepang.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi hari, siaran dalam negeri terus berjalan, dan berita disiarkan dari sumber Domei (kantor Berita Jepang). Sekitar pukul 17.30, ketika pegawai bersiap-siap berbuka puasa, seorang wartawan kantor berita Jepang Syachruddin berhasil menyusup ke gedung radio dan ke ruang pemberitaan dengan membawa teks proklamasi yang diterimanya dari Adam Malik untuk disiarkan melalui radio. Pada pukul 18.00 petugas pemberitaan, siaran dan teknik berunding di ruangan pemberitaan untuk mencari kesempatan menyiarkan teks proklamasi. Petugas teknik menginformasikan bahwa studio luar negeri yang tidak mengudara, berada dalam keadaan kosong. Studio itu dapat dipergunakan dan petugas teknik mengatur line modulasi dari sana bisa langsung ke pemancar 10 kw yang terletak di Tanjung Priok.
Tepat pukul 19.00 teks proklamasi dibacakan secara bergantian dalam bahasa Indonesia oleh Jusuf Ronodipoero daj dalam bahasa Inggris oleh Suprapto. Penyiaran teks proklamasi tersebut melalui radio di Jakarta berlangsung berkali-kali selama 15 menit dan pembacaan yang sama dilakukan juga oleh Radio Bandung. Pada pukul 20.30 WIB para kampetai datang ke ruang pemberitaan karena peristiwa penyiaran teks proklamasi telah diketahui oleh Jepang, dan menyiksa seluruh petugas radio yang menyiarkan teks proklamasi, hal yang sama juga dialami oleh Radio Bandung dihentikan pada pukul 21.00 WIB.
Dengan demikian bahwa radio sepeninggalnya Jepang di Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada Republik Indonesia, dan ini merupakan cikal bakal dari berdirinya Radio Republik Indinesia dan hingga saat ini RRI terus berjuang demi eksistensinya dibidang komunikasi dengan semangat ”Sekali di udara tetap diudara”.
Lahirnya Radio Republik Indonesia
Dengan dihentikannya siaran radio dari semua Hoso Kyoku sejak tanggal 19 Agustus 1945. Masyarakat menjadi buta berita. Yang sangat menggelisahkan masyarakat adalah tidak diketahui apa yang harus dilakukan setelah Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka sejak 17 Agustus 1945.
Bagi orang radio semakin jelas, bahwa dalam situasi yang demikian, siaran radio merupakan alat yang mutlak diperlukan oleh pemerintah Republik Indonesia untuk berhubungan dan memberi tuntunan kepada rakyat, apa yang harus dikerjakan.