Sultan Banjar
Berikut ini adalah daftar pemimpin-pemimpin yang memerintah di Kesultanan Banjar.
No. | Masa | Sultan | K e t e r a n g a n | |
1 |
1520-1546 | Sultan Suriansyah | * Nama kecilnya Raden Samudra, Raja Banjar pertama sebagai perampas kekuasaan yang memindahkan pusat pemerintahan di Kampung Banjarmasih (Kuin) menggantikan Maharaja Tumenggung (Raden Panjang), menurutnya dia ahli waris yang sah sesuai wasiat kakeknya Maharaja Sukarama (Raden Paksa) dari Kerajaan Negara Daha. Dibantu mangkubumi Aria Taranggana.[1] Baginda memeluk Islam pada 24 September 1526. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Sunan Batu Habang. Dalam agama lama, beliau dianggap hidup membegawan di alam gaib sebagai sangiang digelari Perbata Batu Habang. | |
2 |
1546-1570 | Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah | * Pemerintahannya dibantu mangkubumi Aria Taranggana. [1]Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Panembahan Batu Putih. | |
3 | 1570-1595 | Sultan Sultan Hidayatullah I bin Rahmatullah | * Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Anggadipa.[1] Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Panembahan Batu Irang. Trah keturunannya menjadi Raja-raja Taliwang dan Sultan-sultan Sumbawa. | |
4 | 1595-1638 | Sultan Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah I | * Nama kecilnya Raden Senapati, diduga ia perampas kekuasaan, sebab ia bukanlah anak dari permaisuri meskipun ia anak tertua. Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Jayanagara, dilanjutkan sepupunya Kiai Tumenggung Raksanagara. Gelar lain : Gusti Kacil/Pangeran Senapati/Panembahan Marhum/Raja Maruhum dan gelar yang dimasyhurkan Marhum Panembahan. Beliau memindahkan ibukota ke Martapura.[1] Oleh Suku Dayak yang menghayati Kaharingan baginda dianggap hidup sebagai sangiang di Lewu Tambak Raja dikenal sebagai Raja Helu Maruhum Usang. Keturunannya menjadi Raja-raja Banjar dan Kotawaringin. | |
5 | 1642-1647 | Sultan Inayatullah bin Mustainbillah | * Pemerintahannya dibantu adiknya Pangeran di Darat sebagai mangkubumi. Gelar lain : Ratu Agung/Ratu Lama dimakamkan di Kampung Keraton, Martapura. Adiknya, Pangeran Dipati Anta-Kasuma diangkat menjadi raja muda di wilayah sebelah barat yang disebut Kerajaan Kotawaringin | |
6 | 1647-1660 | Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah | * Nama kecilnya Raden Kasuma Alam. Pemerintahannya dibantu mangkubumi pamannya Panembahan di Darat, dilanjutkan pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma, terakhir dilanjutkan paman tirinya Pangeran Dipati Mangkubumi (Raden Halit).[1] Gelar lain : Wahidullah/Ratu Anum/Ratu Anumdullah. Keturunannya menjadi Raja-raja Banjar dan Tanah Bumbu. | |
7 | 1660-1663 | Sultan Ri'ayatullah/Tahalidullah? bin Sultan Mustainbillah | * Nama kecilnya Raden Halit. Ia sebagai temporary king/badal menjadi pelaksana tugas bagi Raden Bagus Kasuma, Putra Mahkota yang belum dewasa. Sebagai Penjabat Sultan dengan gelar resmi dalam khutbah Sultan Rakyatullah (Rakyat Allah). Pemerintahannya dibantu mangkubumi keponakan tirinya Pangeran Mas Dipati. Gelar lain : Pangeran Dipati Tapasena/Pangeran Mangkubumi/Panembahan Sepuh/Tahalidullah/Dipati Halit. Pada tahun 1663 ia dipaksa menyerahkan tahta kepada kemenakannya Pangeran Dipati Anom II/Sultan Agung yang berpura-pura akan menyerahkan tahta kepada Putra Mahkota Raden Bagus Kesuma tetapi ternyata untuk dirinya sendiri yang hendak menjadi Sultan.[1] | |
8 | 1663-1679 | Sultan Amrullah Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah | * Nama kecilnya Raden Bagus. Masa pemerintahannya sering ditulis tahun 1660-1700. Pada tahun 1660-1663 ia diwakilkan oleh Sultan Rakyatullah dalam menjalankan pemerintahan karena ia belum dewasa. Pada tahun 1663 paman tirinya Pangeran Dipati Anom II/Sultan Agung merampas tahta dari Sultan Rakyatullah, yang semestinya dirinyalah sebagai ahli waris yang sah sebagai Sultan Banjar berikutnya. [1] Sementara itu ia telah dilantik oleh Pangeran Tapasena/Sultan Rakyatullah dengan gelar Sultan Amrullah Bagus Kasuma. Tahun 1663-1679 ia sebagai raja pelarian yang memerintah dari pedalaman (Alay) | |
9 | 1663-1679 | Sultan Agung/Pangeran Suryanata II bin Sultan Inayatullah | * Nama kecilnya Raden Kasuma Lalana. Mengkudeta/mengambil hak kemenakannya Raden Bagus Kasuma sebagai Sultan Banjar. Ia dengan bantuan suku Biaju, memindahkan pusat pemerintahan ke Sungai Pangeran (Banjarmasin). Pemerintahannya dibantu mangkubumi sepupunya Pangeran Aria Wiraraja, putera Pangeran Ratu. Sebagai raja muda ditunjuk adik kandungnya, Pangeran Purbanagara. Ia berbagi kekuasaan dengan paman tirinya Pangeran Ratu (Sultan Rakyatullah) yang kembali memegang pemerintahan Martapura sampai mangkatnya pada 1666. Gelar lain : Pangeran Dipati Anom II.[1] | |
10 | 1679-1700 | Sultan Tahlilullah/Sultan Amrullah Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah | * Sempat lari ke daerah Alay (1663-1679) kemudian menyusun kekuatan dan berhasil membinasakan pamannya tirinya Sultan Agung/Ratu Lamak beserta anaknya Pangeran Dipati/Ratu Agung (Raja negeri Nagara), kemudian naik tahta kedua kalinya. Saudara tirinya Pangeran Dipati Tuha (Raden Basus) diangkat sebagai Raja negeri Tanah Bumbu dengan wilayah dari Tanjung Silat sampai Tanjung Aru. | |
11 | 1700-1717 | Sultan Tahmidullah I/Sultan Surya Alam bin Sultan Tahlilullah/Sultan Amrullah | * Tahmidullah I memiliki dua putera dewasa, yang tertua adalah Sultan Il-Hamidullah/Sultan Kuning dan yang kedua Sultan Sepuh.[2] [3] Gelar lain Tahmidullah I adalah Panembahan Kuning. Mangkubumi dijabat oleh adiknya Panembahan Kasuma Dilaga | |
12 | 1717-1730 | Panembahan Kasuma Dilaga bin Sultan Amrullah | * Sebagai wali Sultan | |
13 | 1730-1734 | Sultan Hamidullah/Sultan Ilhamidullah/Sultan Kuning bin Sultan Tahmidullah I | * Gelar lain : Sultan Kuning. atau Pangeran Bata Kuning.[4] Panglima perang dari La Madukelleng menyerang Banjarmasin pada tahun 1733 | |
14 | 1734-1759 | Sultan Tamjidullah I bin Sultan Tahlilullah | * Gelar lain: Sultan Sepuh/Panembahan Badarulalam.[4] Bertindak sebagai wali Putra Mahkota Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah yang bergelar Ratu Anom yang belum dewasa. Tamjidullah I yang bergelar Sultan Sepuh ini berusaha Sultan Banjar tetap dipegang pada dinasti garis keturunannya. Adiknya Pangeran Nullah dilantik sebagai mangkubumi. Tamjidullah I mangkat 1767. | |
15 | 1759-1761 | Sultan Muhammadillah/Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Hamidullah/Sultan Kuning | * Menggantikan mertuanya Sultan Sepuh/Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar. Setelah itu Sultan Sepuh tidak lagi memakai gelar Sultan tetapi hanya sebagai Panembahan. Sebagai mangkubumi adalah Pangeran Nata dengan gelar Ratu Dipati, putera Sultan Sepuh. Gelar lain : Sultan Muhammadillah/Sultan Aminullah/Muhammad Iya'uddin Aminullah/Muhammad Iya'uddin Amir ulatie ketika mangkat anak-anaknya masih belum dewasa, tahta kerajaan kembali dibawah kekuasaan Tamjidillah I tetapi dijalankan oleh anaknya Pangeran Nata Dilaga sebagai wali Putra Mahkota. | |
16 | 1761-1801 | Sultan Tahmidullah II/Sultan Nata bin Sultan Tamjidullah I | * Semula sebagai wali Putra Mahkota dengan gelar Panembahan Kaharuddin Halilullah. Pemerintahan dibantu oleh Perdana Menteri/mangkubumi Ratu Anom Ismail. Gelar lain : Susuhunan Nata Alam (1772)/Pangeran Nata Dilaga/Pangeran Wira Nata/Pangeran Nata Negara/Akamuddin Saidullah(1762)/Amirul Mu'minin Abdullah(1762)/Sulaiman Saidullah I(1787)/Panembahan Batu (1797)/Panembahan Anom. Mendapat bantuan VOC untuk menangkap Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang menuntut tahta dengan bantuan suku Bugis-Paser yang gagal, kemudian menjalin hubungan dengan suku Bakumpai dan akhirnya ditangkap Kompeni Belanda 14 Mei 1787, kemudian diasingkan ke Srilangka. Sebagai balas jasa kepada VOC maka dibuat perjanjian 13 Agustus 1787 yang menyebabkan Kesultanan Banjar menjadi vazal VOC atau daerah protektorat, bahkan pengangkatan Sultan Muda dan mangkubumi harus dengan persetujuan VOC. Sultan Tahmidullah II mempunyai saudara perempuan bernama Ratu Laiya yang menikah dengan Sultan Muhammad dari Sumbawa. [5] | |
17 | 1801-1825 | Sultan Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah II bin Tahmidullah II | * Mendapat gelar Sultan Muda atau Pangeran Ratu Sultan Sulaiman sejak tahun 1767 ketika berusia 6 tahun. Dibantu oleh Pangeran Mangku Dilaga dengan gelar Ratu Anum Mangku Dilaga sebagai mangkubumi (dihukum bunuh karena merencanakan kudeta), dilanjutkan puteranya Pangeran Mangku Bumi Nata bin Sultan Sulaiman. Sultan Sulaiman digantikan anaknya Sultan Adam. Keturunannya menjadi Sultan Banjar dan raja-raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut. Hindia Belanda jatuh ke tangan Inggris, tetapi Inggris melepaskan kekuasaannya di Banjarmasin. Kemudian Hindia Belanda datang kembali ke Banjarmasin untuk menegaskan kekuasaannya. | |
18 | 1825-1857 | Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah | * Baginda mendapat gelar Sultan Muda sejak tahun 1782. Pemerintahannya dibantu adiknya Pangeran Noh dengan gelar Ratu Anum Mangku Bumi Kencana sebagai mangkubumi yang dilantik Belanda pada 7 September 1851]][6], dan Pangeran Abdur Rahman sebagai Sultan Muda. Ketika mangkatnya terjadi krisis suksesi dengan tiga kandidat penggantinya yaitu Pangeran Prabu Anom, Pangeran Tamjidullah II dan Pangeran Hidayatullah II, Belanda sebelumnya sudah mengangkat Tamjidullah II sebagai Sultan Muda sejak 8 Agustus 1852 juga merangkap jabatan mangkubumi dan kemudian menetapkannya sebagai sultan Banjar, sehari kemudian Pangeran Tamjidillah II menandatangani surat pengasingan kandidat sultan lainnya pamannya sendiri Pangeran Prabu Anom yang diasingkan ke Bandung pada 23 Februari 1858. Sebelumnya Sultan Adam sudah mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II dibatalkan. Sultan Adam sempat membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya Hidayatullah II sebagai Sultan Banjar penggantinya, inilah menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan terhadap Hindia Belanda | |
19 | 1857-1859 | Sultan Tamjidullah II al- Watsiq Billah bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam | *Pada 3 November 1857 Tamjidullah II diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar, padahal ia anak selir meskipun ia sebagai anak tertua dan kemudian Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai mangkubumi. Pengangkatan Tamjidullah II ditentang segenap bangsawan karena menurut wasiat semestinya Hidayatullah II sebagai Sultan karena ia anak permaisuri. Pada 25 Juni 1859, Hindia Belanda memakzulkan Tamjidullah II sebagai Sultan Banjar kemudian mengirimnya ke Bogor. Sementara Sultan Muda menghindari penangkapan Belanda melarikan diri ke pulau Sumatera. | |
20 | 1859-1862 | Sultan Hidayatullah Khalilullah bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam | * Hidayatullah II satu-satunya pemimpin negeri Banjar sesuai wasiat Sultan Adam, sebelumnya sebagai mangkubumi ia diam-diam menjadi oposisi Tamjidullah II, misalnya dengan mengangkat Adipati Anom Dinding Raja (Jalil) sebagai tandingan Raden Adipati Danu Raja yang berada di pihak Belanda/Sultan Tamjidullah II. Perjuangan Hidayatullah II dibantu oleh tangan kanannya Demang Lehman yang memegang pusaka kerajaan Keris Singkir dan Tombak Kalibelah. [7] Ketika berada di Banua Lima pada bulan September 1859, ia dilantik oleh rakyat Banua Lima sebagai Sultan Banjar, dan Pangeran Wira Kasuma sebagai mangkubumi. Pada tanggal 11 Juni 1860, Residen I.N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar. Hidayatullah II pada 2 Maret 1862 dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur | |
21 | 1862 | Pangeran Antasari bin Pangeran Mashud bin Pangeran ANotulen van de Directievergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Jilid 3mir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah | * Pada 14 Maret 1862, yaitu setelah 11 hari Pangeran Hidayatullah II diasingkan ke Cianjur diproklamasikanlah pengangkatan Pangeran Antasari sebagai pimpinan tertinggi dalam kerajaan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Khalifah ini dibantu Tumenggung Surapati sebagai panglima perang. Pusat perjuangan di Menawing, pedalaman Barito, Murung Raya, Kalteng. Dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, wafat 11 Oktober 1862 di kampung Sampirang, Bayan Begak, Puruk Cahu, karena penyakit cacar. Dimakamkan kembali 11 November 1958 di Komplek Makam Pangeran Antasari, Banjarmasin. | |
22 | 1862-1905 | Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin | * Sebagai kepala Pemerintahan Pagustian meneruskan perjuangan ayahnya, Pangeran Antasari melawan kolonial Belanda dengan dibantu kakaknya Panembahan Muda/Gusti Muhammad Said sebagai mangkubumi dan Panglima Batur sebagai panglima perang. Ia melantik menantunya Pangeran Perbatasari bin Panembahan Muhammad Said sebagai Sultan Muda. Pangeran Perbatasari tertangkap dan dibuang ke Kampung Jawa Tondano. Sultan Muhammad Seman sempat mengirim Panglima Bukhari ke Kandangan untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Muhammad Seman gugur pada 24 Januari 1905 ditembak Belanda yang mengakhiri Perang Banjar dan banyak para pahlawan pejuang yang tertangkap, Pangeran Aminullah dibuang ke Surabaya, Ratu Zaleha diasingkan ke Bogor, keturunan Tumenggung Surapati yang tertangkap diasingkan ke Bengkulu, dan sebagai penerus Sultan Muhammad Seman adalah Gusti Berakit. Negeri Banjar menjadi sepenuhnya di bawah pemerintahan Residen Belanda dilanjutkan Gubernur Haga, Pimpinan Pemerintahan Civil, Pangeran Musa Ardi Kesuma (Ridzie Zaman Jepang), Pangeran Muhammad Noor (Gubernur Kalimantan I), sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Selatan. | |
23 | 2010 | Pangeran Khairul Saleh, trah Sultan Sulaiman | *Pada 14 Juli 2010 Gusti Khairul Saleh (Bupati Kabupaten Banjar) dilantik sebagai Pangeran dan dinobatkan sebagai Raja Muda Banjar oleh Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar. Raja Muda (Ratu Anom), gelar untuk mangkubumi Banjar, yang sejajar dengan gelar raja daerah Kotawaringin, tetapi satu level di bawah gelar Sultan Muda Banjar. Gusti Khairul Saleh keturunan Pangeran Singasari bin Sultan Sulaiman | |
Referensi
- ^ a b c d e f g h (Melayu) Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
- ^ (Belanda) Willem Adriaan Rees, De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart, D. A. Thieme, 1865
- ^ (Indonesia)Helius Sjamsuddin; Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906; Balai Pustaka, 2001
- ^ a b Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Jilid 2, Bulan Bintang, 1965
- ^ (Belanda) Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde, Jilid 14, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, 1864
- ^ (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih; Pangeran Antasari, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993
- ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Notulen van de Directievergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Jilid 3, 1866