Wali Sanga

Pendakwah Islam di Nusantara pada Abad 15 dan 16
Revisi sejak 7 Oktober 2006 09.00 oleh Naval Scene (bicara | kontrib) (Syekh Quro: wikify)

Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Arti Walisongo

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Nama-nama Walisongo

Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa saja yang termasuk sebagai Walisongo, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan guru-murid.

Silsilah Walisongo

Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Ia terkadang juga disebut sebagai Syekh Maghribi atau Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim sebagai Sunan yang paling senior diantara Walisongo hingga sekarang belum diketahui silsilahnya, kecuali disebut datang dari Maghribi.

Sunan Ampel

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat adalah putra Syekh Ibrahim Akbar, Muballigh yang bertugas dakwah di Champa (Delta Sungai Mekong, Kampuchea yang sampai sekarang masih ada perkampungan Muslim). Syekh Ibrahim Akbar adalah putra Syekh Jamaluddin Akbar yang juga banyak disebut sebagai Syekh Maulana Akbar dari Gujarat. Syekh Jamaluddin Akbar putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath Ulama besar Hadramaut di abad 12.

Sunan Bonang dan Sunan Drajat

Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel. Mereka adalah putra-putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja.

Sunan Kudus

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung, putra Raden Usman Haji yang belum dapat diketahui dengan jelas silsilahnya. Sunan Kudus disebutkan menikah dengan Syarifah, adik dari Sunan Bonang.

Sunan Giri

Sunan Giri adalah putra Syekh Maulana Ishaq yang nampaknya adalah kerabat Syekh Maulana Akbar karena hubungan pernikahan. Sunan Giri adalah murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang.

Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.

Sunan Muria

Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung.

Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Di titik ini (Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat) bertemulah garis nasab Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati.

Tokoh pendahulu Walisongo

Syekh Maulana Akbar

Pada dasarnya ada beberapa tokoh di abad 14-15 yang dianggap pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Yang pertama adalah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat yang lebih sering disebut Syekh Maulana Akbar oleh kaum Sufi di tanah air. Dari beliaulah tampaknya sebagian besar Walisongo berasal seperti yang telah disebut diatas.

Di dalam Muqqadimah kitab Tarjamah Risalatul Muawanah (Tarekat Menuju Kebahagiaan), penulis asal Bandung Muhammad Al-Baqir telah memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para muballigh Arab ke Asia Tenggara, berkesimpulan bahwa Syekh Mawlana Akbar sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di Wajo, Makasar satu hal yang belum dapat dikonfirmasi sumber sejarah lain. Sementara riwayat turun-temurun kaum Sufi di Jawa Barat menyebutkan Syekh Maulana Akbar wafat dan dimakamkan di Cirebon, satu klaim yang juga belum bisa diperkuat sumber sejarah lain.

Yang bisa dipastikan adalah tiga orang putra beliau meneruskan dakwah di Asia Tenggara hingga Nusantara yaitu Ibrahim Akbar (ayahanda Sunan Ampel) bermarkas di Champa, Ali Nuralam Akbar (kakek Sunan Gunung Jati) bermarkas di Pasai dan Zainal Alam Barakat. Silsilah Syekh Maulana Akbar Gujarat yang bernama asli Jamaluddin Akbar ini adalah putra Ahmad Jalal Syah, putra Abdullah Khan, putra Abdul Malik, putra Alwi, putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, seorang ulama besar Hadramaut, Yaman, di abad 12 M.

Syekh Muhammad Shahib Mirbath adalah putra Ali, putra Alwi, putra Muhammad, putra Alwi, putra Ubaidillah, putra Ahmad Al Muhajir, putra Isa Al Rumi, putra Muhammad An Naqib, putra Ali Uraidhi, putra Imam Jafar Shadiq, putra Imam Muhammad Al Baqir, putra Imam Ali Zainal Abidin, putra Sayyidina Husain, putra Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah, dari pernikahan dengan Sayyidah Fatimah Az Zahra putri kesayangan Nabi Muhammad SAW.

Syekh Quro

Selain keluarga Syekh Maulana Akbar Gujarat, ada lagi Syekh Quro, muballigh asal Mekah bernama asli Hasanuddin yang bermarkas di Karawang makamnya ada di Pulo Bata, Rawamerta (arah utara dari kota Karawang). Syekh Quro ini kemudian menjadi sangat terkenal karena menjadi Guru bagi Nyai Subang Larang di masa gadisnya. Nyai Subang Larang yang terkenal karena kehalusan budi dan kecantikannya kemudian dinikahi Raden Manahrasa dari dinasti Siliwangi, yang kemudian hari setelah menjadi Raja mendapat gelar Sri Baduga Maharaja.

Syekh Datuk Kahfi

Kemudian datanglah Syekh Datuk Kahfi, muballigh asal Baghdad memilih markas di Pelabuhan Muara Jati (kota Cirebon sekarang). Beliau bernama asli Idhafi Mahdi. Makam beliau ada di Gunung Jati satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati. Majelis pengajian beliau menjadi sangat terkenal karena didatangi Nyai Rara Santang dan Kiyan Santang (Pangeran Cakrabuwana) yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahan dengan Raja Pajajaran dari dinasti Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu (dipertemukan) dengan Syarif Abdullah cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah Raden Syarif Hidayatullah kemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Syekh Khaliqul Idrus

Setelah kedatangan Syekh Datuk Kahfi, di Jepara mendaratlah seorang muballigh Parsi yang riwayat turun temurun bagi orang Sunda dan Jawa dipanggil Syekh Khaliqul Idrus. Menurut suatu penelitian, beliau diperkirakan adalah Syekh Abdul Khaliq dengan laqob Al-Idrus putra Syekh Muhammad Al-Alsiy yang wafat di Isfahan, Parsi. Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Maulana Akbar yang kemudian melahirkan Raden Muhammad Yunus. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang dikemudian hari menjadi menantu Raden Patah, dengan gelar Adipati Bin Yunus yang masyarakat lebih mudah memnggil dengan Pati Unus yang setelah gugur di Malaka 1521, dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.

Silsilah Syekh Khaliqul Idrus yang bernama asli Abdul Khaliq Al-Idrus, adalah putra Muhammad Al Alsiy, putra Abdul Muhyi Al Khoyri, putra Muhammad Akbar Al Ansari, putra Abdul Wahhab, putra Yusuf Al Mukhrowi, putra Muhammad Al Faqih Al Muqaddam, seorang ulama sangat terkenal di abad 13 di Hadramaut, Yaman, yang merupakan putra dari Ali, putra Muhammad Shahib Mirbath.

Di titik Muhammad Shahib Mirbath bertemulah silsilah Syekh Maulana Akbar Gujarat (yang merupakan kakek-buyut bagi sebagian besar Walisongo dan cikal bakal Keraton Cirebon dan Keraton Banten dan leluhur bagi para kyai pesantren di seluruh pesisir Pulau Jawa), dengan silsilah Syekh Khaliqul Idrus (kakek buyut Pangeran Sabrang Lor dan cikal bakal beberapa dinasti di Jawa Barat seperti dinasti Muhammad Wangsa (Bogor), dinasti Kusumahdinata (Sumedang) dan dinasti Wiradadaha (Tasikmalaya)).

Lihat pula: Pangeran Sabrang Lor

Sumber tertulis tentang Walisongo

Ada beberapa sumber tertulis tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Giri II atau Sunan Dalem yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.