José Ramos-Horta
José Manuel Ramos Horta (dilahirkan 26 Desember 1949) adalah Perdana Menteri Timor Timur sejak 8 Juli 2006. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Timor Timur sejak kemerdekaannya pada 2002 hingga mengundurkan diri pada tahun 2006, setelah sebelumnya menjadi juru bicara bagi perlawanan Timor Timur di pengasingan selama pendudukan Indonesia antara 1975 dan 1999.
Jabatan: | Perdana Menteri Timor Timur Ke-2 |
---|---|
Masa Jabatan: | 8 Juli 2006 – Sekarang |
Pendahulu: | Mari Alkatiri |
Digantikan: | Masih Menjabat |
Kelahiran: | 26 Desember 1949 |
Partai politik: | Tidak Ada |
Horta berdarah mestizo, dilahirkan di Dili, yang kini menjadi ibukota Timor Timur, oleh ibu orang Timor dan bapak orang Portugis yang diasingkan ke Timor Portugis oleh diktator Salazar. Dia dididik di sebuah misi Katolik di desa kecil di Soibada, yang belakangan dipilih oleh Fretilin sebagai markas besarnya setelah invasi Indonesia. Dari sebelas saudaranya, empat terbunuh oleh militer Indonesia.
Horta sangat aktif terlibat dalam pengembangan kesadaran berpolitik di Timor Portugis yang menyebabkannya diasingkan selama dua tahun pada 1970-1971 ke Afrika Timur Portugis. Ini adalah sebuah tradisi keluarga karena kakeknya juga pernah diasingkan, dari Portugal ke pulau Azores, kemudian ke Cape Verde, Guinea Portugis dan akhirnya ke Timor Portugis.
Horta adalah seorang moderat di kalangan kepemimpinan nasionalis Timor yang sedang muncul. Ia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri dari pemerintahan "Republik Demokratis Timor Leste" yang diproklamasikan oleh partai-partai pro-kemerdekaan pada November 1975. Ketika diangkat menjadi menteri, Ramos Horta baru berusia 25 tahun. Ia meninggalkan Timor Timur tiga hari sebelum pasukan-pasukan Indonesia menyerang, untuk memohon pembelaan bagi kasus Timor di depan PBB.
Ramos Horta tiba di New York untuk berpidato di depan Dewan Keamanan PBB dan mendesak mereka untuk mengambil tindakan terhadap militer Indonesia yang melakukan pembantaian atas lebih dari 200.000 orang Timor Timur selama 1976 dan 1981. José Ramos Horta adalah Wakil Tetap Fretelin untuk PBB selama 10 tahun berikutnya.
Penghargaan
Pada tahun 1993, Penghargaan Rafto diberikan kepada rakyat Timor Timur. Ramos Horta, Menteri Luar Negeri di pembuangan, mewakili bangsanya pada penyerahan penghargaan itu.
Pada Desember 1996, José Ramos Horta berbagi Penghargaan Perdamaian Nobel dengan rekan senegaranya, Uskup Carlos Felipe Ximenes Belo. Komite Nobel memilih kedua penerima ini untuk 'usaha giat untuk mencegah penindasan terhadap sekelompok kecil rakyat', dengan harapan bahwa 'penghargaan ini akan mendorong usaha-usaha penyelesaian konflik di Timor Timur secara diplomatik berdasarkan hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri. Komite ini menganggap José Ramos Horta sebagai "juru bicara internasional terkemuka bagi perjuangan Timor Timur sejak 1975."
Pendidikan
José Ramos Horta belajar Hukum Internasional Publik di Akademi Hukum Internasional Den Haag (1983) dan di Universitas Antioch di mana ia mendapatkan gelar Master dalam Studi Perdamaian (1984). Dia terlatih dalam Hukum Hak Asasi Manusia di Institut Internasional Hak-hak Asasi Manusia di Strasbourg, Perancis (1983). Dia juga mengikuti kelas-kelas pascasarjana dalam Kebijakan Luar Negeri Amerika di Universitas Columbia di New York (1983). Dia juga adalah anggota Perkumpulan Senior College St Anthony, Oxford, England (1987).
Sebagai Perdana Menteri
Di tengah krisis dalam negeri, Ramos Horta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri (25 Juni 2006). Ia menyatakan, "tidak ingin dirinya terkait dengan pemerintahan saat (itu) maupun pemerintah apapun yang terkait dengan Alkatiri."[1] Beberapa hari sebelumnya, Maro Alkatiri telah menolak tuntutan dari Presiden Gusmao agar mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri. Akhirnya, pada 26 Juni 2006, Alkatiri menyatakan mengundurkan diri. Ramos Horta mengambil alih pimpinan pemerintahan sementara.
Bersama Menteri Pertanian Estanislau da Silva, namanya diusulkan Fretilin untuk mengisi posisi perdana menteri. Ternyata, presiden memilihnya pada 8 Juli 2006 dan dilantik pada 10 Juli 2006 di bawah pengawalan para prajurit komando Australia yang memimpin sebuah pasukan penjaga perdamaian 2500 orang. Jabatan pemerintahanya berlangsung hingga pemilu 2007. Ia bertekad mengakhiri kekerasan yang telah mengguncang negaranya dan menyebabkan 150.000 orang mengungsi. "Kami akan bekerja sangat keras," katanya menegaskan.
Ia mengungkapkan sejumlah janji, yaitu; mengundang investor, memberantas masyarakat miskin, serta menciptakan stabilitas politik dan keamanan di dalam negeri. Ia kemudian meminta Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono agar membuka sejumlah titik perbatasan darat Timor Timur dengan Indonesia dan mengadakan kunjungan kenegaraan pada 25 Juli 2006.
Didahului oleh: Marí Alkatiri |
Perdana Menteri Timor Timur 2006- |
Diteruskan oleh: sedang menjabat |
Referensi
- ^ Australian Associated Press (2006). Timor's foreign minister resigns. Diakses pada 25 Juni 2006.