Seni Rupa Indonesia
Seni Rupa Indonesia
Seni rupa indonesia adalah:[1]
- Tidak membeda-bedakan disiplin ilmu we
- Menghilangkan sikap spesialis
- Mendambakan kretivitas
- Menerapkan perkembangan yang berpredikat Indonesia
- Membebaskan diri dari keterikatan bentuk, sehingga condong bersifat eksperimental dan main-main.
Karya seni rupa daerah di Nusantara merupakan perwujudan dari pola hidup, kepercayaan, atau nilai-nilai yang ada di daerah setempat.[2] Kesenian berasal dari kata seni yang berarti rasa indah bila dinikmati orang dengan mempergunakan indra mata dan telinga, dapat juga berarti rasa nikmat bila orang menggunakan indra pengecap. Untuk seni rupa, hanya dibatasi pada seni patung, seni hias, dan seni bangunan saja. Seni sastra, seni pertunjukan, seni tata boga tidak dibicarakan, karena sudah di luar bidangnya.[3]
Ideologi Dan Estetika Seni Rupa Indonesia
Melihat latar belakang pembentukan seni itu perkembangan praktik seni di Indonesia dibayangi dua ideologi seni.[4] Ideologi seni Barat dan ideologi seni Indonesia.[4] Ada ikatan di antara kedua ideologi seni itu.[4] Kedua ideologi itu bertumpu pada dasar yang sama.[4] Keduanya bersentuhan pula dengan pemikiran seni pada estetika, filsafat tentang keindahan.[4] Ideologi seni Indonesia tidak mengubah persepsi terhadap estetika tentang hubungan pengalaman merasakan keindahan dengan ungkapan seni.[4] Ini membuat ideologi seni Indonesia dekat dengan estetika, dan pembahasan seni yang diturunkan mempersoalkan kepekaan inilah seni yang menjadi sumber keahlian dalam memunculkan manifestasi seni.[4] Karena itu dalam perkembangan praktik-praktik seni dari dulu sampai sekarang ideologi seni indonesia menjadi dasar semua bentuk praktik seni seni tari, seni sastra, seni musik.[4]
Seni Rupa Awal Kemerdekaan
Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia juga terasa sebagai suatu kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, berorganisasi, beraliran.[5] Seniman yang ikut pindah ke Yogyakarta menjadikan perjuangan mempertahankan kemerdekaan sebagai tema lukisnya.[5] Presiden Soekarno yang menaruh minat besar terhadap seni meminta kepada Agus Djaja menghimpun pelukis untuk nantinya dapat mewujudkan museum seni lukis (1946).[5] Seniman Bandung pun pindah ke Yogyakarta dan berhimpun dalam sanggar Seniman Masyarakat di bawah pimpinan Affandi (1946) yang merupakan organisasi seniman pertama setelah merdeka dan memiliki potensi tinggi sebagai seniman-pejuang.[5]
Seni Bangunan Candi
Komplek Candi
Komplek berarti kelompok yang terdiri dari beberapa unsur.[3] Komplek candi berarti suatu kelompok candi atau sebuah candi dengan unsur lain yang merupakan satu kesatuan.[3] Berdasarkan pengelompokannya, candi di Indonesia dapat dibedakan atas beberapa buah.[3]
- Candi Tunggal
Candi tunggal merupakan suatu candi tunggal yang dengan lingkungannya merupakan satu kesatuan.[3]
- Kelompok Terkonsentrasi
Kelompok terkonsentarasi merupakan komplek percandian yang terdiri dari sejumlah besar candi dengan candi induk sebagai pusatnya.[3]
- Kelompok Tersebar
Kelompok tersebar merupakan komplek percandian juga, namun letaknya tersebar, tetapi dari kondisi masing-masingcandi diketahui bahwa masing-masing merupakan satu kesatuan juga.[3]
- Kelompok Terpadu
Kelompok terpadu merupakan komplek percandian terdiri dari tiga halaman dengan candi induknya terdapat di bagian belakang.[3]
Referensi
- ^ "Pendidikan Seni Seni Rupa", Grasindo, 9797324303, 9789797324308.
- ^ Harry Sulastianto, dkk, "Seni dan Budaya", PT Grafindo Media Pratama, 9797583414, 9789797583415.
- ^ a b c d e f g h Supartono Widyosiswoyo, "Sejarah Seni Rupa Indonesia I" ,Universitas Trisakti.
- ^ a b c d e f g h Jim Supangkat, Rizki Akhmad Zaelani, "Ikatan silang budaya: seni serat Biranul Anas", Kepustakaan Populer Gramedia, 2006, 9799100593, 9789799100597.
- ^ a b c d Supartono Widyosiswoyo, "Sejarah Seni Rupa Indonesia II", Universitas Trisakti.