Soeharto
Jenderal Besar Purnawirawan Haji Muhammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921), adalah Presiden Indonesia yang kedua.
Netralitas artikel ini dipertanyakan. |
Beliau mulai menjabat sejak keluarnya Supersemar pada tanggal 12 Maret 1967 sebagai Pejabat Sementara Presiden, dan dipilih sebagai Presiden pada tanggal 21 Maret oleh MPRS.
Soeharto dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Masa jabatan terakhirnya, tahun 1998, berakhir setelah beliau mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Pengunduran diri tersebut menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998.
Soeharto menikah dengan ibu Suhartini "Tien" dan dikaruniai 6 anak, yaitu Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Titiek, Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Mamiek. Nama panggilan beliau adalah "Pak Harto".
Latar belakang
Soeharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta. Dia bergabung dengan pasukan kolonial Belanda dan belajar di akademi militer yang dijalankan oleh Belanda. Selama perang dunia II, dia menjadi komandan batalion di dalam militer yang disponsori oleh Jepang.
Setelah proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno pada 1945 pasukannya bentrok dengan Belanda dalam rangka mendirikan kembali hukum kolonialisme. Dia dikenal luas dalam militer dengan serangan tiba-tibanya yang menguasai Yogyakarta pada 1 Maret 1949 (lihat Serangan Umum 1 Maret). Yogyakarta dikuasai hanya satu hari, tapi gerakan ini dilihat sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia terhadap pasukan Belanda.
Di tahun berikutnya dia bekerja sebagai pejabat militer di Jawa. Pada 1959 dia dituduh menyelundupkan dan dipindahkan ke kampus staf militer di Bandung, Jawa Barat. Pada 1962 dia mencapai jabatan mayor jendral dan memimpin divisi Diponegoro. Selama konfrontasi Indonesia-Malaysia, Soeharto adalah seorang komandan Kostrad, yang memiliki keberadaan di Jakarta. Pada 1965, angkatan bersenjata pecah menjadi dua faksi, satu sayap kiri dan satu lagi sayap kanan, dengan Soeharto berada di bagian sayap kanan.
Naik ke kekuasaan
Pada pagi hari 1 Oktober 1965, beberapa penjaga terdekat Soekarno menculik dan membunuh enam jendral sayap-kanan anti-Komunis. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target dari percobaan kudeta adalah Jendral Soeharto. Pengawal Soekarno menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan kudeta militer yang didukung oleh CIA yang direncanakan untuk menyingkirkan Sukarno dari kekuasaan pada "Hari ABRI", 5 Oktober.
Ini membawa pembalasan segera oleh Soeharto dan militer sayap-kanan lainnya, menyingkirkan angkatan bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis dan akhirnya memaksa Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan eksekutif kepadanya pada 11 Maret 1966 (lihat Supersemar). Kehadiran Kostrad Soeharto di daerah Jakarta memberikan sekutunya untuk memobilisasi dan mengambil kontrol Jakarta dengan cepat. Penghukuman mati anggota Partai Komunis di Indonesia melibatkan pembunuhan sistimatis sekitar 500 ribu "tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas Cina Indonesia.
Ada bukti bahwa Soeharto menerima dukungan CIA dalam pengenalan komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar "operasi komunis" Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia. Been Huang, bekas anggota kedutaan politik AS di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: "Itu merupakan suatu pertolongan besar bagi angkatan bersenjata. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya dimana anda harus memukul keras pada saat yang tepat." Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di State Department's Bureau of Intelligence and Research di 1965: "Tidak ada yang perduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya."1 Dia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia dalam rangka membebaskan sumber daya di militer.
Jendral Soeharto mendirikan apa yang dia sebut Orde Baru. Dia membersihkan parlemen dari komunis, menyingkirkan serikat buruh dan meningkatkan sensor. Dia juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina dan menjalin hubungan dengan negara barat dan PBB. Dia menjadi penentu dalam semua keputusan politik.
Jendral Soeharto meningkatkan dana militer dan mendirikan dua agens intelijen - Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dan Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin). Sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam pembersihan massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai terlibat dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut "musuh negara" dihukum mati (meskipun beberapa hukuman ditunda sampai 1990).
Diduga bahwa daftar tersangka komunis diberikan ke tangan Soeharto oleh CIA. Sebagai tambahan, CIA melacak nama dalam daftar ini ketika rezim Soeharto mulai mencari mereka. Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari Pemerintah Amerika Serikat untuk rezim Soeharto tetap diam sampai invasi Timor Timur, dan terus berlangsung sampai akhir 1990-an. Karena kekayaan sumber daya alamnya dan populasi konsumen yang besar, Indonesia dihargai sebagai rekan dagang Amerika Serikat dan begitu juga pengiriman senjata tetapi dipertahankan ke rezim Soeharto. Ketika Soeharto mengumjungi Washington pada 1995 pejabat administratif Clinton dikutip di New York Times mengatakan bahwa Soeharto adalah "orang seperti kita" atau "orang golongan kita".
Pada 12 Maret 1967 Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden Indonesia oleh parlemen sementara (MPRS). Pada 21 Maret dia resmi terpilih di masa lima tahun pertamanya sebagai Presiden. Dia secara langsung menunjuk 20% anggota MPR. Partai Golkar menjadi partai favorit dan satu-satunya yang diterima oleh pejabat pemerintah. Indonesia juga menjadi salah satu pendiri ASEAN.
Puncak Orde Baru
Dia juga memulai penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang penggunaan tulisan China di berbagai material tertulis, dan menutup Organisasi Cina karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis.
Pada 1970 Soeharto melarang protes pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik.
Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung Nasionalis dan kemudian mendukung unsur Islam.
Pada 1973 dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan "electoral college". Dan juga terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Dia memulai reform elektoral hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar.
Pada 1975, dengan persetujuan Amerika Serikat dan Australia, dia memerintahkan pasukan Indonesia untuk menyerang bekas koloni Portugal Timor Timur setelah Portugal mundur dan gerakan Fretilin memegang kuasa. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia. Pada 15 Juli 1976 Timor Timur menjadi provinsi Timor Timur sampai dia dialihkan ke PBB pada 1999.
Korupsi menjadi beban berat pada 1980-an. Pada 5 Mei 1980 sebuah kelompok Petisi 50 meminta kebebasan politik yang lebih. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, dan pelajar. Media Indonesia menekan beritanya dan pemerintah mecekal penandatangannya. Setelah penuduhan grup ini di tahun 1984 yang menuduh bahwa Soeharto menciptakan negara satu partai, beberapa pemimpinnya dipenjarakan.
Catatan HAM Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke tahun. Pada 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan perhatian dalam terhadap pelanggaran HAM di Indonesia di Timor Timur. Presiden AS Bill Clinton mendukungnya.
Pada 1996 Soeharto menyingkirkan putri Soekarno Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu).
Soeharto turun tahta
Pada 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai 30 persen dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. Krisis finansial Asia di tahun yang sama tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF.
Mekipun janjinya untuk turun tahta, Soeharto tetap memastikan dia terpilih kembali oleh parlemen untuk ketujuh kalinya di Maret 1998. Setelah beberapa demonstrasi dan tekanan politik dan militer menentangnya, dia dipaksa untuk mundur pada 21 Mei di Revolusi 1998 Indonesia. Penerusnya adalah wakilnya Jusuf Habibie.
Lihat pula
Referensi
- Blum, William. Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II, Black Rose, 1998, pp. 193-198
- [1] Artikel mengenai daftar orang-orang komunis dari CIA
Pranala luar
Didahului oleh: Soekarno |
Presiden Republik Indonesia 1967 - 1998 |
Diteruskan oleh: BJ Habibie |