Sepatnunggal, Majenang, Cilacap
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Sepatnunggal adalah desa di kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia. Wilayah ini berbatasan : Utara dg Desa Sadahayu, Timur dg desa Pengadegan, Selatan dg desa Bener dan Barat dg desa Cibeunying.
Sepatnunggal | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Cilacap | ||||
Kecamatan | Majenang | ||||
Kode Kemendagri | 33.01.14.2011 | ||||
Luas | 5,5 km2 | ||||
Jumlah penduduk | 6200 org | ||||
Kepadatan | 1200/km2 | ||||
|
Bergabunglah di Facebook KOMUNITAS WARGA DAN KETURUNAN SEPATNUNGGAL MAJENANG facebook.com/sepatnunggal.majenang
Keadaan geografis
Sepatnunggal adalah daerah pegunungan yang terdiri dari perbukitan kecil (dengan kemiringan landai sampai terjal) yang membujur dari Utara ke Selatan yang merupakan lereng dari pegunungan Kendeng. Tingginya kira-kira 100-500 m di atas permukaan laut. Tanahnya subur dan hampir 100% merupakan tanah pertanian rakyat.
Di bagian Selatan ada lembah subur dan indah yang landai luasnya kurang lebih 20 ha yang berupa persawahan dan perkampungan, sebelah Baratnya dilalui sungai Cijalu yang deras (bermata air di Gunung Padontelu), yang airnya digunakan untuk irgasi. Dari persawahan di lembah inilah sebagian besar penduduk desa memanen padi.
Sepatnunggal merupakan jalur strategis karena dilalui jalan utama yang menghubungkan beberapa desa di atasnya (Sadahayu, Sadabumi, Pangadegan dan Cibeunying). Banyak mata air sehingga hampir sepanjang tahun tahun tidak kekurangan air bersih.
Penduduk
Penduduk asli desa Sepatnunggal adalah keturunan Sunda (kalau ditarik ke belakang mungkin ada hubungannya dengan Kerajaan Galuh Wiwitan yang wilayahnya terbentang dari Gunung Ungaran di sebelah Timur sampai dengan Sunga Pamanukan di sebelah Barat). Ada sedikit keturunan Jawa sebagai pendatang untuk mencari nafkah atau karena menikah dengan penduduk asli. Bahasa sehari-hari (Bahasa Ibu) mereka adalah Bahasa Sunda dengan logat agak kasar dan banyak kosa kata yang berbeda(dibanding dengan Bahasa Sunda Tasik Malaya atau Garut).
Sampai dengan tahun 1970-an masyarakat wilayah ini bisa dibilang sangat terisolasi karena akses menunju ke kota kecamatan (Majenang) sangat sulit (jalan tanah sempit, terjal dan licin bila hujan) yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki hampir selama 3,5 jam. Baru pada tahun 1980-an jalan yang menghubungkan desa Sepatnunggal dengan Kec. Majenang dilebar dan diaspal.
Kebudayaan dan kepercayaan
Dalam segi budaya khususnya di bidang seni musik dan suara lebih banyak megadop budaya Sunda, seperti wayang Golek, Reog Sunda (ngabodor) dan Jaipongan. TRadisi masyarakat dalam berpakian dan "ritual hajatan" untuk meramaikan/merayakan dalam rangka perkawinan atau "sunatan" masih dilakukan secara "adat Sunda".
Walaupun hampir semuanya mengaku muslim tapi dalam ritual keagamaan dan adat, masyarakat masih banyak dipengaruhi oleh Budaya Hindu, seperti membuat sesaji dan masih kuatnya faham animistis dan dinamistis. Adalah baisa bagi sebagian mereka bila ziarah kubur melakukan pembakaran kemenyan, membawa sesaji dan menyampaikan suatu permintaan kepada "Ahli Kubur" layaknya minta kepada Tuhan.
Ada beberapa musholla (disebutnya "Langgar") tapi tidak ada jama'ahnya untuk "salat lima waktu" dan sampai tahun 1980-an hampir semua penduduk tidak melakukan Rukun Islam, kecuali membaca "Syahadat" saat akan akan melakukan pernikahan. Setelah tahun 1980an ada da'wah yang dilakukan oleh penduduk asli (yang telah belajar di pesantren) dan ada pula yang dilakukan oleh para pendatang (biasanya guru agama Islam di sekolah dasar), dan sejak itu sebgian penduduk mulai melaksanakan Salat dan Puasa Romadon. Sejak tahun 2000-an M sebagian besar penduduk sudah menjalankan Rukun Islam, bahkan sudah ada yang melaksanakan Haji.
Perekonomoian
Perekonomian penduduk sebagian besar tergantung kepada hasil berkebun (singkong, cengkeh,jagung sayuran dan kayu keras) dan bersawah, kalaupun ada yang beternak biasanya hanya sampingan saja. Tingkat kesejahteraan, sebagian besar penduduk masih dalam katagori miskin (ekonomi lemah) sebagai buruh tani. Hanya sedikit yang tergolong ekonomi mampu / kuat. Ada sidikit yang membuka toko / warung.
Sebagian kecil dari mereka memperoleh penghasilan dari gaji sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta. Sebagai pegawai negeri, nenjadi Guru dan Tenaga Kesehatan paling banyak diminati. Sebagai pegawai swasta, biasanya mereka menjadi karyawan toko / pabrik di kota-kota besar. Walaupun ada yang bekerja sebagai tenaga profesi (seperti Notaris / Dosen), tapi jumlahnya hanya hitungan jari.
Pendidikan
Di antara desa-desa yang berada di pegunungan, desa Sepatnunggal dalam bidang pendidikan adalah yang paling maju. Anak Usia Sekolah desa ini paling banyak melanjutkan ke pendidikan tingkat lanjutan / menengah di banding desa sekitarnya. Desa ini memiliki 2 (dua) sekolah Dasar Negeri, 1 (satu) SMP Negeri 4 Majenang (Letaknya persis bersebelahan dengan kantor kepaladesa Sepatnunggal), sedangkan untuk melanjutkan sekolah ke SMA harus di kota Majenang, atau biasa juga ke kota lain seperti, Banjar, Tasikmalaya, Bandung, Purwokerto, Cilacap, atau bahkan ke Yogyakarta
Dari desa ini (sejak tahun 1980an) sudah ada yang meneruskan pendidikan di perguruan tinggi, bahkan ada yang sampai jenjang S2. Bahkan sejak tahun 2000-an sudah ada yang menyelesaikan pendidikan S3 di Jepang.