Maria Catarina Sumarsih

Revisi sejak 8 September 2009 08.45 oleh Borgxbot (bicara | kontrib) (Robot: Cosmetic changes)

Maria Catarina Sumarsih (lahir 5 Mei 1952) adalah ibunda dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat peristiwa Semanggi I.

Ibu Sumarsih

Ia menamatkan pendidikan Sekolah Rakyat di tahun 1963 dan melanjutkan ke tingkat SMEP dan akhirnya menyelesaikan SMEA Negeri di Salatiga tahun 1969. Ia menikah dengan Arief Priyadi pada tanggal 5 Desember 1978 dan dikarunia dua orang anak yaitu Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan dan Benecdicta Raosalia Irma Normaningsih. Pada tahun 1977 ia pindah ke Jakarta. Hingga tahun 1983 ia mengajar di SMP Budi Murni Jakarta Barat, sampai akhirnya ia diterima bekerja di Sekretariat Jendral DPR RI.

Pejuang HAM

Sumarsih adalah sosok yang berani. Selama bertahun-tahun Sumarsih berjuang bersama suami, Arief Priadi, dan para orang tua korban lainnya, menuntut keadilan atas kematian putranya. Selain melakukan advokasi untuk kasus-kasus pelanggaran HAM, Sumarsih juga pernah melemparkan telur busuk kepada pimpinan Rapat pleno di DPR RI , karena mereka mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan kasus Semanggi I dan II, dan kasus Trisakti bukan pelanggaran HAM berat.

Masih banyak kegiatan yang diikuti oleh Sumarsih. Sudah banyak audiensi yang dia lakukan, antara lain ke Presiden, DPR, Komnas HAM, mendatangi Puspom TNI hingga demonstrasi di jalanan. Sudah banyak orasi yang dia lakukan untuk menyuarakan tegaknya HAM. Berbagai diskusi dan kesaksian tentang pelanggaran dia ikuti. Bersama Tim Relawan untuk Kemanusiaan, Sumarsih mendata kondisi korban pelanggaran HAM di Jakarta. Dengan lancar beliau bisa bercerita panjang lebar mengenai kondisi-kondisi korban yang lain. Ibu Sumarsih juga mendampingi para keluarga korban yang lain, agar mereka lebih kuat dan tetap mau memperjuangkan keeadilan yang menjadi hak mereka. Perjuangan Ibu Sumarsih ternyata mendapat dukungan dari banyak pihak. Kenyataan itulah yang semakin menguatkan langkahnya untuk membela korban pelanggaran HAM di Indonesia.

Beliau mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien Award Tahun 2004, pada hari Jumat tanggal 10 Desember 2004.

Film

Film dokumenter berdurasi 28 menit ini bercerita tentang perjuangan orang tua korban Tragedi Trisakti (1998), Semanggi I (1998), dan II (1999) dalam upaya mereka meraih keadilan.

Pranala luar