Ritus Suriah Timur

konsep peribadatan kekristenan

Ritus Suriah Timur adalah sebuah liturgi Kristen, dikenal pula sebagai Ritus Asiro-Kaldea,[1] Ritus Asiria atau Kaldea, ataupun Ritus Persia, meskipun sebenarnya ritus ini berasal dari Edessa, Mesopotamia. Ritus ini sedari dulu digunakan dalam Gereja Timur, dan masih digunakan dalam Gereja-Gereja turunannya, yakni Gereja Timur Asiria, Gereja Timur Kuna, Gereja Katolik Kaldea, serta Gereja Katolik Siro-Malabar. Dua Gereja yang disebut paling akhir adalah Gereja-Gereja Katolik Timur dalam persekutuan penuh dengan Tahta Suci.

Sebutan dan makna

 
Gambar Mar Elias, seorang uskup Gereja Timur, dari abad XVIII-XIX

Umat Katolik Suriah dan Mesopotamia kini secara umum disebut umat Kaldea (atau Asiro-Kaldea). Istilah Kaldea, yang dalam bahasa Suryani umumnya berarti tukang sihir atau ahli nujum, dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa Eropa lainnya dimaknai sebagai kebangsaan Suriah, dan bahasa Suryani atau Aram. Sedangkan istilah bahasa Aram, secara khusus diartikan sebagai bentuk bahasa Aram yang digunakan dalam beberapa pasal Kitab Daniel. Istilah-istilah beserta makna-maknanya tersebut terus digunakan sampai para misionaris Latin di Mosul pada abad ke-17 mengadopsinya untuk membedakan umat Katolik pengguna Ritus Suriah Timur dari umat Katolik pengguna Ritus Suriah Barat, yang mereka sebut sebagai "umat Suriah". Selain itu juga untuk membedakan umat Katolik pengguna Ritus Suriah Timur dari umat Nestorian, yang sebagian dari mereka menyebut diri sebagai "umat Suriah" (Surayi), bahkan "umat Kristen" saja, meskipun mereka tidak menampik sebutan "Nestorayi". Umat Nestorian di masa kini membedakan diri mereka dari umat Kristiani lainnya dengan nama "Gereja Timur" atau "umat Timur", sebagai lawan dari "umat Barat", yang menurut mereka mencakup umat Katolik Latin, Ortodoks, Monofisit, dan Protestan.

Belakangan mereka disebut pula "Gereja Asiria" khususnya oleh umat Anglikan, sebuah nama yang dapat diterima atas dasar arkeologi. Brightman, dalam "Liturgies Eastern and Western", menggolongkan umat Katolik Kaldea dan Malabar serta umat Nestorian ke dalam "Ritus Persia", dan Uskup Arthur Maclean dari Moray dan Ross (Anglikan) yang adalah seorang pakar di bidang yang berkaitan dengan umat Nestorian, secara lebih tepat menyebut mereka "umat Suriah Timur".

Katalog liturgi di British Museum telah mengadopsi nomenklatur yang digunakan Gereja Katolik:

  • Ritus Kaldea: ritus yang digunakan umat Katolik Suriah Timur dan umat Nestorian
  • Ritus Malabar: ritus yang digunakan umat Katolik dan kaum skismatik Suriah India Selatan
  • Ritus Suriah: ritus yang digunakan umat Katolik dan Monofisit Suriah Barat

Kebanyakan dari cetakan liturgi-liturgi tersebut berasal dari Gereja Katolik Timur.

Bahasa yang digunakan dalam ketiga format Ritus Suriah Timur adalah bahasa Suryani, yakni bentuk moderen dari dari bahasa Suryani yang masih dipertuturkan oleh umat Gereja Timur Asiria dan beberapa umat Katolik.

Sejarah

Asal-usul ritus ini tidak diketahui. Menurut tradisi (berdasarkan legenda Raja Abgar yang bersurat-suratan dengan Kristus, yang telah terbukti apokrif) bahwasanya St. Tomas Rasul, dalam perjalanannya ke India, menegakkan agama Kristen di Mesopotamia, Asiria, dan Persia, kemudian mempercayakannya kepada Adaeus (atau Tadeus), "salah satu dari tujuh puluh murid", dan Maris. Pada tradisi inilah asal-usul liturgi Suriah Timur didasarkan, namun konon telah direvisi oleh Patriark Yeshuyab III kira-kira pada 650. Sekalipun demikian, sebagian pihak menganggap liturgi ini dikembangkan dari liturgi Antiokhia.

Sesudah Konsili Efesus I (431), Gereja Seleukia-Ktesifon, yang selama ini dipimpin oleh seorang katolikos di bawah Patriark Antiokhia, menolak pengutukan atas Nestorius. Sebagai bagian dari Skisma Nestorian, Gereja Seleukia-Ktesifon memutuskan hubungan dengan Gereja Katolik. Pada 498 katolikos digelari "Patriark Timur", dan selama berabad-abad Gereja misioner tersukses ini terus menyebar ke seluruh penjuru Persia, Tartar, Mongolia, China, dan India, berkembang secara mandiri, dan jarang sekali bersentuhan dengan dunia Kristen lainnya.

Di akhir abad ke-14, penaklukan Timur Leng menghancurleburkan Gereja ini dalam sekali serangan, hanya menyisakan sedikit komunitas kecil di Persia, Turki Asia, Siprus, India Selatan, dan Sokotra. Umat Nestorian Siprus bergabung dengan Roma pada 1445; pada abad ke-16 terjadi skisma dalam patriarkat antara Mar Shimun dan Mar Elia; Agama Kristen di Sokotra menghilang sekitar abad ke-17. Gereja Malabar terpecah menjadi golongan Katolik Uniat dan golongan skismatik pada 1599; golongan yang pertama beralih dari Ritus Suriah Timur mereka yang murni ke sebuah versi Katolik Roma yang sudah terlatinisasi, sementara golongan kedua beralih dari Nestorianisme ke Miafisitisme dan mengadopsi Ritus Suriah Barat kira-kira 50 tahun kemudian. Pada 1681 Unia Kaldea, yang berjuang mewujudkan keberadaanya sejak 1552, akhirnya terbentuk, dan pada 1778 menerima tambahan kekuatan dengan bergabungnya patriarkat Mar Elia, dan yang tersisa dari Gereja Nestorian hanyalah penduduk sebuah distrik yang terletak antara danau Van, danau Urmia dan sungai Tigris, serta koloni di Palestina. Populasi inipun makin mengecil setelah pembantaian besar-besaran oleh bangsa Kurdi pada 1843, dan bergabungnya sejumlah besar penganutnya dengan Gereja Rusia beberapa tahun terakhir.

Di penghujung abad ke-19 timbul upaya untuk membentuk sebuah "Gereja Kaldea Katolik Independen", mengikuti contoh "Kaum Katolik Lama". Upaya ini mengakibatkan terpisahnya segolongan umat dari Gereja-Gereja Katolik Timur.

Tata Perayaan Ekaristi

Qurbana, "Persembahan"; Qudasha, "Pengudusan"

Ritus Syria Timur mengenal tiga anafora (doa syukur agung); yakni yang berasal dari para rasul (St. Adaeus dan St. Maris), yang berasal dari Nestorius, dan yang berasal dari Teodorus (dari Mopsuestia) Sang Penerjemah. Anafora yang pertama adalah bentuk yang biasa digunakan, dan merupakan sumber dari revisi anafora Malabar. Anafora kedua digunakan oleh umat Kaldea dan Nestorian pada hari Epifani, serta hari St. Yohanes Pembaptis, dan hari para Doktor Yunani yang dirayakan pada masa epifani pada hari Rabu Puasa Umat Niniwe, serta pada hari Kamis Putih. Anafora ketiga digunakan (kecuali jika diharuskan untuk menggunakan anafora kedua) oleh umat Kaldea dan Nestorian mulai hari Minggu Adven sampai hari Minggu Palma. Ketiga anafora ini menggunakan bagian pro-anaforal yang sama.

Ada tiga anafora lain yang disebutkan oleh Ebedyeshu (metropolitan dari Nisibis, 1298) dalam katalognya, yakni anafora yang berasal dari Barsuma, Narses, dan Diodorus dari Tarsus; namun ketiga anafora tersebut kini tidak lagi diketahui.

Penanggalan Liturgis

Penanggalan liturgis mereka sangat unik. Satu tahun liturgi dibagi dalam beberapa masa yang masing-masing terdiri atas kurang lebih tujuh minggu. Masa-masa yang dinamakan Shawu'i tersebut adalah Adven (disebut Subara, "Pemberitaan"), Epifani, Prapaskah, Paskah, Para Rasul, Musim Panas, "Elias dan Salib", "Musa", dan "Dedikasi" (Qudash idta). Masa "Musa" dan "Dedikasi" masing-masing hanya terdiri atas empat minggu. Hari-hari minggu umumnya dinamakan menurut Shawu'a di mana hari minggu tersebut jatuh, misalnya "Hari Minggu Keempat dari Epifani", "Hari Minggu Kedua dari Pemberitaan", dst., meskipun kadang kala nama hari Minggu tersebut berubah di pertengah suatu Shawu'a. Sebahagian besar "Peringatan" (dukhrani), atau hari-hari santo-santa, yang memiliki bacaan khusus dari Alkitab, jatuh pada hari-hari Jumat antara hari raya Natal dan masa Prapaskah, dan oleh karena itu merupakan hari-hari raya yang dapat jatuh pada tanggal yang berbeda satu tahun dengan tahun lainnya, namun beberapa hari raya, misalnya hari Natal, Epifani, Kenaikan, dan kira-kira tiga puluh hari-hari raya kecil yang tanpa bacaan khusus jatuh pada tanggal yang tetap tiap tahun.

Ritus Malabar banyak mengadopsi penanggalan Romawi, dan beberapa hari raya Ritus Romawi telah ditambahkan dalam penanggalan umat Katolik Kaldea. Hari raya Paskah umat Kaldea jatuhnya bertepatan dengan hari Paskah Gereja Ortodoks Timur, karena mereka menggunakan Kalender Julian, namun jumlah tahunnya dihitung bukan dimulai dari kelahiran Kristus, melainkan dari era Seleukia, yakni tahun 311 Sebelum Masehi.

Ibdat Sakramen dan Ibadat lainnya

Sumber dan referensi

Referensi