Wikipedia:Bak pasir
PESANTREN MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN
Dunia pesantren begitu menarik untuk diteliti. Sudah banyak pemikir, dari dalam maupun luar negeri, yang memusatkan kajian mereka pada lembaga pendidikan indegenous Indonesia ini. Sekadar menyebut beberapa di antara mereka adalah Martin Van Bruinessen (Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat); Karel A Steenbrink (Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dan Kurun Modern); Manfred Ziemek (Pesantren dalam Perubahan Sosial); Zamakhsyari Dhofier (Tradisi Pesantren); Nurcholish Madjid (Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan); Mastuhu (Dinamika dan Sistem Pendidikan Pesantren); dan lainnya. Dan, satu tarikan nafas dengan itu, buku Prof Dr H Babun Suharto SE MM ini mencoba untuk mengeksplorasi dinamika masyarakat global dengan berbagai tantangan nyata yang sedang dan akan dihadapi oleh dunia pesantren.
Tidak disangkal, dunia sekarang ini—meminjam istilah Alvin Toffler—memasuki apa yang disebut sebagai era informatika. Era ini dilambangkan oleh silikon dan microchip sebagai komponen teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence), seperti komputer, internet, kamera, ponsel, dan lainnya. Dengan demikian, power paling canggih sekarang ini bukan lagi yang ditopang oleh kekuatan fisik atau mesin, melainkan ilmu pengetahuan dan sistem (M Husnaini: 2010).
Fakta inilah yang harus dijawab dengan segera dan cerdas oleh dunia pendidikan di Indonesia, terutama pesantren. Sebagai satu-satunya lembaga pendidikan tertua di bumi nusantara, pesantren harus mampu menangkap dan memaknai pesan ini secara tepat dan bijak. Jika tidak, pelan-pelan masyarakat akan mengucap good bye pada pesantren, karena sistem pendidikannya dianggap tidak mampu melahirkan sumber daya umat (SDU) yang senafas dengan tuntutan zaman. SDU yang dimaksud oleh penulis buku ini adalah segenap energi, potensi, bakat, kemampuan, dan keterampilan umat Muslim yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan dirinya dan kepentingan bangsa, negara, dan agama dalam bingkai tanggungjawab sebagai hamba dan khalifah Allah (hal 60).
Memang, akibat pengaruh globalisasi, tugas yang dipikul pesantren tidak lagi ringan. Pesantren kini tidak boleh hanya sekadar menelorkan santri-santri yang mampu menggali khazanah keislaman dari literatur-literatur yang berbahasa Arab (Kitab Kuning), tetapi juga harus sanggup menggali aneka ilmu pengetahuan dari literatur-literatur yang berbahasa Inggris (Kitab Putih). Ini penting dilakukan, agar kelak lahir generasi bangsa yang unggul di bidang agama dan master di bidang sain dan teknologi. Dan, pesantren tidak mengalami—seperti kata Abd Rachman Assegaf—intellectual deadlock (kebuntuan intelektual).
Dalam rangka ini, penulis lalu mengusulkan sebuah konsep yang sangat kontekstual: agar pesantren menerapkan link and match dalam kurikulumnya. Artinya, harus terdapat kesesuaian antara pendidikan pesantren dan kebutuhan dunia kerja. Tegasnya, antara fiqh-based education dan scientific-based education harus terjalin secara seimbang. Inilah, kata penulis, perwujudan dari kredo yang sangat bagus itu, al-muhafadlatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).
Meski sangat bersemangat dengan gagasan link and match, penulis mengakui bahwa link and match adalah sebuah istilah yang bukan berasal dari dirinya, tetapi Prof Wardiman Djojonegoro (Mendikbud 1993-1998). Seperti umumnya konsep hasil “ijtihad” manusia, penulis tidak lupa menyertakan beberapa kritik dari banyak pemikir pendidikan. Oleh Darmaningtyas, dalam buku Pendidikan Rusak-Rusakan, misalnya, dikatakan bahwa konsep link and match hanya akan menjadikan lembaga pendidikan sebagai pasar atau swalayan. Ia hanya dipakai sebagai instrumen penyuplai buruh dan kuli industri, bukan instrumen untuk mencerdaskan dan mendewasakan anak bangsa (hal 113).
Dan, sebagai jawaban atas kritik itu, penulis kemudian meluruskan bahwa dugaan link and match akan menjadikan lembaga pendidikan hanya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan dunia industri adalah tidak tepat. Untuk itu, penulis berargumen bahwa yang dimaksud kebutuhan pasar di sini adalah bagaimana agar pendidikan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspeknya, seperti pertanian, perikanan, perbankan, arsitektur, seni, dan lain seterusnya. Jadi, bukan dalam bidang industri saja (hal 114).
Dari sudut pandang Islam, gagasan yang diajukan penulis ini juga memperoleh pembenaran. Dalam al-Quran, Allah sudah mewanti-wanti umat Muslim agar dapat meraih kebahagiaan akhirat tanpa harus mengabaikan kenikmatan dunia (Lihat Qs al-Qashash, 77). Juga, kita bisa simak pesan lain yang senada dengan itu dalam ayat, “Wahai orang-orang beriman. Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat, bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila shalat telah dilaksanakan, menyebarlah kamu di bumi. Carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (Qs al-Jumuah, 9-10). Ayat-ayat ini jelas menyiratkan makna agar kita selalu menjaga keseimbangan, dan ini juga dapat tarik ke dalam ranah pendidikan, terutama pesantren.
Kita harus ingat ungkapan Anthony Giddens. Ia menyatakan bahwa dunia sekarang sedang berlari kencang mengejar perubahan yang begitu cepat. Sebab itu, sebagai sebuah solusi alternatif untuk meneguhkan eksistensi pesantren di tengah cepatnya perubahan akibat arus globalisasi itu, kehadiran buku ini patut disambut secara positif. Terlebih, buku ini ditulis oleh seorang yang tidak saja peduli, tetapi juga pakar dan tahu secara persis lika-liku kehidupan kaum bersarung. Selamat membaca.....!!!!
SWAPALA
Sejarah Swapala
Swapala adalah singkatan dari Siswa Pencinta Alam, yang domainnya ada di OSIS SMU Negeri 3 Bandar Lampung. Swapala dibentuk pada tanggal 27 Januari 1990 dan disahkan pada tanggal 28 Januari 1990 di Desa Sumur Kumbang, Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan, Lampung.
Swapala hingga sekarang masih aktif dan akan terus aktif selama hayat masih dikandung badan!
Janji Swapala
- Kami Anggota Swapala berjanji bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa.
- Kami Anggota Swapala berjanji rela berkorban apapun demi Kejayaan Swapala
- Kami Anggota Swapala berjanji mengabdi pada Swapala selama hayat masih dikandung badan
- Kami Anggota Swapala berjanji menjaga tali persaudaraan, kekerabatan dan rasa kekeluargaan diantara Anggota Swapala
Guru Pembimbing
- Pak Zulkifli
- Pak Zainal
Pendiri-pendiri [1]
- Sandi Irawan (Alm)
- Andi Supriatna
- Revilino
- Reza Su’ud
- Drajat
- Changi Syahirman
- Saeful
- Gunawan
- Indra
- Hendri Dunant
- Linda
- Tita
- Teti
- Eti
- Beni
Kaderisasi
Sejak didirikan, Swapala mengkaderisasi puluhan angkatan yang dibekali dengan kemampuan lapangan dan teoritis serta mental dan kemampuan fisik yang cukup disegani untuk level Sekolah Menengah di Bandar Lampung maupun tingkatan Provinsi Lampung.
Untuk para kader Swapala harus menempuh jenjang pendidikan dari Calon Anggota Muda Swapala, Anggota Muda Swapala yang pada akhirnya akan menjadi Anggota Swapala yang keanggotaannya adalah Seumur Hidup dalam Persaudaraan Swapala Union.
Angkatan-angkatan Swapala
- Kabut Senja : Andi Supriatna
- Tanah Merah : Syailendra Jaya Putra, Yani Jaya Putra, Alex Alwi
- Air Terjun : Alen Sadli
- Long Night : Rahmat Faisal (Alm)
- Kebut Gunung : Abriandi
- Purnama Segaraanakan : Martin Sepulau Raya
- Arung Riam : Dodi Priyanto
- Titian Lembah : Vidi Permana Sakti
- Tapak Tirta : Ronald Liujalu
- Laksa Dwipa : Achmad Khailani
- Jelajah Watu : Romdi Fatur Rozi
- Jelang Fajar : Fitriani Ali Dinata
- Tebing Purnama : M.Gunawan
- Bunga Api : Daniel Riva Utama
- Lembah Hujan : Adesti Lasally
- Pelangi Malam : Hafiz Muhammad
- Badai Alam : Mip Deka Rullyansyah
- Cahaya Senja : Dian Adi Denaya
Anggota-anggota per Angkatan Swapala
Kabut Senja
- Sandi Irawan (Alm)
- Andi Supriatna
- Revilino
- Reza Su’ud
- Drajat
- Syahirman
- Saeful
- Gunawan
- Indra
- Hendri Dunant
- Linda
- Tita
- Teti
- Eti
- Beni
Tanah Merah
Air Terjun
Long Night
Kebut Gunung
Abriandi M. Aulia Prasta Arie Kabul Cahyadi Cane Riksylah Ajie/ Boboy Nopan Leliyana Indra Jaya Cahaya Nancy Mr/ Mrs X Mr/ Mrs X Mr/ Mrs X Mr/ Mrs X
Purnama Segaraanakan
- Martin Sepulau Raya
- Diansyah Putra
- Kalvart. D. H. Situmorang
- Agus
- Dodi Prasetyo
- Nathanael Pasaribu
- Nex Agustiarsa
- Hendra Susanto
- Nuke Anggraini
- Novita Hajrianti
- Nani Martiningsih
- Ade Marini
Arung Riam
- Dodi Priyanto
- Adil Aulia
- M Risco Irawan
- Yulius Ramadan
- Irwan Hotamal
- Agung Rahmadiansyah
- Ahmad Zaini
- Dimas Arnesto
- Wiwin Yusnita
- Tri cahyaningtyas
- Lilik supryono
- Djenal Abidin
- Icen Ritme PS
- Budi hermawan
- Rallen siahaan
- Mr/ Mrs X
- Mr/ Mrs X
Titian Lembah
Tapak Tirta
- Ronald Liujalu
- Ariodillah
- Badri Saluri Alam
- Yeni Sriyanto
- Afri Feder
- Doni Dhimas Prasetyo
- Mochamad Praswad Nugraha
- Desi Kurniati
- Liat Atika
- Pristy Pemilda
- Erwin Hutami
- Ucok
- Iwan
- Isa
- Ale'
- Zaky
- Ari
- Mr/ Mrs X
- Mr/ Mrs X
Laksa Dwipa
- Achmad Khailani
- Dhani Purnama
- Dani Saputra
- Roni Saputra
- Parlindungan Joy Maranatha Sagala
- Agustian Mahardika
- Willy
- Rudy Prawira
- Andrian Putra
- Hendra Safuan
- Joshua Sofianto
- Febri Jusnita
Jelajah Watu
- Romdhi Fathur Rozi
- Dede Darmawan
- Multazam Ali
- Adjam. SJ
- Supriyanto
- Buyung Ridwan
- Fajri Nur
- Andika Paramitha
- Jovi Yusfandrik
- M. Rafliansyah
- Hendra Noversa
- M Aroem Hasbullah
- Dian Novita
- Ratih Kusuma Dewi
- Rizaldi Lutfi
- Hendra Sofian
- Muhammad Alfathoni
- Imam Ibnu Basar
- Rizky Hardjanto
- Yosef Zikrillah
- Rio Chandra
- Hendra Seprianto
- Hendri Saluri Alam
- Amin Siregar
- Janarius Sandy
- Adrian Dwi Saputra
Jelang Fajar
Tebing Purnama
Bunga Api
Lembah Hujan
Pelangi Malam
Badai Alam
Cahaya Senja
Notes
- ^ Sekapur Sirih Swapala
References
Sekapur Sirih Swapala aradea markatin