Ucu Agustin

Revisi sejak 24 Desember 2011 03.16 oleh Crisco 1492 (bicara | kontrib) (kategori)

Ucu Agustin (lahir di Sukabumi pada tanggal 19 Agustus 1976) adalah seorang jurnalis, penulis, dan pembuat film dokumenter dari Indonesia.

Ucu Agustin
Ucu Agustin menerima hibah pada tahun 2011
Lahir19 Agustus 1976 (umur 48)
Sukabumi, Indonesia
KebangsaanIndonesia
AlmamaterUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PekerjaanPembuat film dokumenter
Dikenal atasJurnalisme, pembuatan film dokumenter
Tinggi155 m (508 ft 6+12 in)
IMDB: nm3296979 Allmovie: p620550 Modifica els identificadors a Wikidata

Walau belajar di pesantren, Ucu menjadi tertarik pada dunia jurnalistik setelah mengetahui bahwa ada banyak pelacur dari Sukabumi. Mulai bergerak di media cetak, dia pindah ke pembuatan film dokumenter setelah merasa terbatas dalam pembuatan liputan mengenai orang yang tertindas. Film dokumenter pertamanya, Death in Jakarta, dibuat dengan bantuan dana dari Jakarta International Film Festival. Dokumenternya yang lain termasuk Ragat'e Anak dan Konspirasi Hening. Dia juga menulis beberapa buku anak-anak dan cerpen.

Ucu pernah disebut "salah satu pembuat film dokumenter Indonesia yang terbaik"[2] dan sering memuat isu sosial dalam karyanya. Ragat'e Anak pernah ditayangkan di Festival Film Internasional Berlin pada tahun 2009.

Riwayat hidup

Masa kecil dan menulis

Ucu dilahirkan di Sukabumi, Jawa Timur, pada tanggal 19 August 1976 di keluarga Muslim yang ketat.[1] Di masa kecil, dia belajar di Pesantren Darunnajah di Jakarta selama enam tahun; karena tidak berhubungan dengan dunia luar, dia merasa syok ketika mengetahui bahwa banyak perempuan dari Sukabumi bekerja sebagai pelacur.[1][3] Karena sebelumnya menganggap semua yang ada di bumi sebagai berkat, penemuan ini membuat dia lebih kritis pada dunia sekitar; Ucu pernah menyatakan ini alasan mengapa dia menjadi tertarik dengan jurnalisme.[1] Ucu di kemudian hari kuliah di later attended the UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.[1]

Setelah lulus, Ucu mulai bekerja di media cetak.[1] Namun, karena kecewa dengan tidak adanya kesempatan untuk membuat peliputan human interest yang berkaitan dengan isu sosial, dia pindah ke media audio-visual.[1]

Ucu juga sangat aktif dalam menulis. Pada tahun 2003 dia menerbitkan lima buku anak-anak bertema Islam, dan minta agar mendapatkan royalti daripada biaya flat.[4] Dia juga pernah menulis cerpen berjudul "Lelaki yang Menetas di Tubuhku", yang dimasukkan dalam antoligi cerpen Un Soir du Paris (Suatu Sore di Paris).[5]

Pembuatan film

Pada tahun 2005, Ucu membuat film dokumenternya yang pertama, Death in Jakarta yang berdurasi 28 menit.[1] Film dokumenter ini, yang menceritakan apa yang dialami fakir miskin ketika ada keluarga yang meninggal, diinspirasi oleh pengamatan Ucu pada keadaan di sebuah taman pemakaman di Utan Kayu, Jakarta Timur.[6] Film tersebut diproduksi setelah menjadi salah satu dari empat finalis pada Lomba Penulisan Skenario Jakarta International Film Festival.[6] Dengan uang hadiah sebanyak Rp. 25 juta, Ucu membuat film Death in Jakarta dengan kamera yang dipinjamkan pihak lomba; itu merupakan pertama kali dia menggunakan kamera profesional.[6]

Filmnya yang berikutnya, Ragat'e Anak, menceritakan kehidupan dua pelacur paruh-waktu di suatu taman pemakaman di Tulungagung, Jawa Timur.[1] Ragat'e Anak dimasukkan ke Pertaruhan, sebuah kompilasi film dokumenter yang diproduseri Yayasan Kalyana Shira.[2] Pada tanggal 4 Juni 2009, pemerintah Tulungagung menutupi lokalisasi karena citra buruk yang dibawakan Ragat'e Anak; dalam menanggapi tindakan pemerintah daerah tersebut, Ucu menyatakan bahwa dia menyesali keputusannya.[7]

Film dokumeter berikutnya, Konspirasi Hening diprodusuri Nia Dinata dan menarik judulnya dari pernyataan Kartono Mohamad, mantan ketua Kumpulan Dokter Indonesia, bahwa sebuah "konspirasi hening" telah membuat semua peraturan di Indonesia tentang pelayanan kesehatan menjadi tidak dapat ditegaskan.[8] Film ini mendalami isu tentang pelayanan kesehatan di Indonesia dengan mengikuti kehidupan tiga orang, dua yang mengalami malpraktek dan satu orang miskin yang tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan.[8] Film tersebut menarik kesimpulan bahwa otoritas kesehatan dan pemerintah harus bertanggung atas pelayanan kesehatan.[2]

Pada tahun 2011 Ucu bekerja sama dengan Nia lagi dalam film Batik: Our Love Story, sebuah film dokumenter tentang batik.[9] Nia menyutradarai, dan Ucu menjadi penulis.[9]

Tema

Buku anakn-anak Ucu bertema Islam moderat.[4]

Ika Krismantari, menulis untuk The Jakarta Post, mencatat bahwa Ucu sering memuat tema yang "menantang", seperti keadilan sosial, jaminan kesehatan, dan ketidaksetaraan gender, dalam film dokumenternya;[1] isu gender sering muncul di filmnya.[2] Ucu sendiri pernah menyatakan bahwa orang yang "inspiratif" adalah topik yang bagus untuk film dokumenter, sebab penonton mungkin dapat dipengaruhi oleh kehidupan yang susah yang ditempuh subjek.[1]

Penghargaan

Krismantari menyatakan bahwa Ucu adalah "salah satu pembuat film dokumenter Indonesia yang terbaik".[2]

Ucu salah satu pemenang Lomba Menulis Skenario yang diselenggarakan Jakarta International Film Festival pada tahun 2005, yang menjadi alasan mengapa dia bisa membuat Death in Jakarta.[6] Pertaruhan, yang memuat Ragat'e Anak, diputar di seksi Panorama di Festival Film Internasional Berlin pada tahun 2009; bersama dengan Laskar Pelangi (yang juga dipertontonkan tahun itu), filmnya ini merupakan film Indonesia pertama yang diputar di Panorama.[10] Ucu menghadiri tayanganya di Berlin bersama Nia.[10]

Kehidupan pribadi

Krismantari menjelaskan Ucu sebagai "wanita kecil yang sangat kuat", yang menunjukkan pada tubuh Ucu yang kecil dan otaknya yang kuat.[1]

Acuan

Catatan kaki
Bibliografi

Pranala luar