Bahasa Jawa Cirebon

Revisi sejak 25 November 2011 01.19 oleh Ariyanto (bicara | kontrib)

Bahasa Cirebon, Bahasa Jawa Cirebon, Cirebonan atau disebut oleh masyarakat setempat sebagai basa Cerbon ialah sejenis dialek Jawa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat terutama mulai daerah Pedes, Cilamaya (Karawang), Blanakan, Pamanukan, Pusakanagara, (Subang), Jatibarang, Indramayu, sampai Cirebon dan Losari Timur, Brebes, Jawa Tengah.

Pengaruh

Dahulu dialek ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15 sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda. Dialek Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh bahasa Jawa Baku.

Dialek Cirebon diajarkan di sekolah-sekolah wilayah eks-Karesidenan Cirebon bersama dengan bahasa Sunda. Di wilayah eks-Karesidenan Cirebon, dialek ini dituturkan oleh mayoritas penduduknya yang bertempat tinggal di sepanjang pantai utara seperti di kota Cirebon, kabupaten Cirebon, Majalengka bagian utara, dan Indramayu atau dinamai Dermayon. Sedangkan di Kuningan pada umumnya digunakan bahasa Sunda dialek Cirebon.

Bahasa Cirebon juga memberi pengaruh pada bahasa Jawa Banten, baik dalam tingkatan Bahasa Banten Standar maupun dalam tingkatan halus (bahasa Bebasan Jawa Banten). Asal muasal Kerajaan Banten memang dari laskar gabungan Cirebon-Demak yang berhasil merebut wilayah utara Kerajaan Pajajaran.

Dalam Kesehariannya bahasa Cirebon terbagi menjadi dua tingkatan, yakni tingkatan bahasa Cirebon standar (Bahasa Bagongan Cirebon) dan tingkatan halus (bahasa Bebasan Cirebon).

Perdebatan Bahasa Cirebon (Dialek Bahasa Jawa atau Bahasa Mandiri)

Perdebatan tentang Bahasa Cirebon sebagai Sebuah Bahasa yang Mandiri terlepas dari Bahasa Sunda dan Jawa telah menjadi perdebatan yang cukup Panjang, serta melibatkan faktor Politik Pemerintahan, Budaya serta Ilmu Kebahasaan.

Bahasa Cirebon Sebagai Sebuah Dialek Bahasa Jawa

Penelitian menggunakan kuesioner sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar (makan, minum, dan sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata bahasa Cirebon dengan bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 75 persen, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai 76 persen.[1] Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.[1]

Meski kajian Linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek (Karena Penelitian Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari Bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena perda adalah kajian politik. Dalam dunia kebahasaan menurut dia, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya, kedua atas dasar politik, dan ketiga atas dasar Linguistik.

Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.

Artinya, ketika perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah Jabar, Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi, dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang berbeda.[2]

Bahasa Cirebon sebagai Bahasa Mandiri

Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang Jawa maupun orang Sunda. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa Jawa dan Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa memahami sebagian bahasa Jawa, dia mengatakan kosakata bahasa Cirebon terus berkembang tidak hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa maupun Sunda.

”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya. Jika akan dilakukan revisi atas perda tadi, kemungkinan besar masyarakat bahasa Cirebon akan memprotes.

Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan..[3]

Kosakata

Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa ini tidak memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik. Memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon dengan di Indramayu itu meskipun termasuk bahasa Jawa, mempunyai perbedaan cukup besar dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo. Dengan demikian, sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak dapat digunakan karena terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga gurunya). Oleh karena itu, pada 1970-an, buku pelajaran itu diganti dengan buku pelajaran bahasa Sunda yang dianggap akan lebih mudah dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih dekat”. Akan tetapi, ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul gerakan untuk menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di wilayahnya, yaitu bahasa Jawa dialek Cirebon. [4]

Banten utara Cirebonan & Dermayon Banyumasan Tegal, Brebes Pemalang Solo/Jogja Indonesia
kita kita/reang/isun/ingsun inyong/nyong inyong/nyong nyong aku aku/saya
sire sira rika koen koe kowe kamu
pisan pisan banget nemen/temen nemen/temen/teo tenan sangat
keprimen kepriben/kepriwe kepriwe kepriben/priben/pribe keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe piye/kepriye bagaimana
ore ora/beli ora ora/belih ora ora tidak
manjing manjing mlebu manjing/mlebu manjing/mlebu mlebu masuk
arep arep/pan arep pan pan/pen/ape/pak arep akan
sake sing sekang sing kadi/kading seko dari


Berikut ini contoh kalimat dalam bahasa Cirebon :

  • Kepriben kabare, cung? — Bagaimana kabarnya, nak?
  • Isun lunga sing umah — Aku pergi dari rumah
  • Aja gumuyu bae — Jangan tertawa saja
  • Sira arep mendhi? — Kamu mau ke mana?
  • Sira arep njaluk beli? — Kamu mau minta ga?

Dalam bahasa pantura (Pemalang) :

  • Keprimen kabare, kang?
  • Nyong lungo kading umah
  • Ojo gemuyu bae
  • Koe pan aring endi?
  • Koe pan njaluk pora?


Dialek Bahasa Cirebon

Menurut Bapak Nurdin M. Noer Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon, Bahasa Cirebon memiliki setidaknya tiga Dialek, yakni Bahasa Cirebon dialek Dermayon atau yang dikenal sebagai Bahasa Indramayuan, Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh) atau Bahasa Jawa Separuh. dan Bahasa Cirebon dialek Plered.

Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh)

Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh (separuh) merupakan dialek dari Bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Brebes, atau sekitar Perbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kuningan. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan dari separuh Bahasa Jawa dan separuh bahasa Sunda. [5]

Bahasa Cirebon dialek Dermayon

Dialek Dermayon merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan secara luas diwilayah Kabupaten Indramayu, menurut Metode Guiter, dialek Dermayon ini memiliki perbedaan sekitar 30% dengan Bahasa Cirebon sendiri. Ciri utama dari penutur dialek Dermayon adalah dengan menggunakan kata "Reang" sebagai sebutan untuk kata "Saya" dan bukannya menggunakan kata "Isun" seperti halnya yang digunakan oleh penutur Bahasa Cirebon.

Bahasa Cirebon dialek Plered (Cirebon Barat)

Dialek Plered merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan diwilayah sebelah barat Kabupaten Cirebon, dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "Sira", dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat ini menggunakan kata "Siro" untuk mengartikan "Kamu", kata "Apa" menjadi "Apo" dan Jendela menjadi "Jendelo". Penutur dialek yang menempati kawasan barat Kabupaten Cirebon ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "Wong Cirebon", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan Bahasa Cirebon standar (Sira) yang menyebut diri mereka sebagai "Tiang Grage", walaupun antara "Wong Cirebon" dan "Tiang Grage" memiliki arti yang sama, yaitu "Orang Cirebon" [6]


Kamus Kecil

Berikut ini adalah kamus alit (kecil) tentang bebasan[7]:

Standar Cirebon Bebasan Cirebon Bahasa Indonesia Penjelasan
Ana Wenten Ada
Banyu Toya Air
Mlaku Mlampah Berjalan
Adoh Tebih Jauh
Bae Mawon Saja
Delengkaken Sanggine Biarkan
Uwis Sampun Sudah
Akeh Katah Banyak
Bocah Lare Anak
Ambir Supadon Biar
Batur Rencang Kawan
Dudu Dudu / Sanes Bukan
Arep Ajeng Akan
Bener Leres Benar
Duwe Gadah Punya
Bengi Dalu Malam
Dodol Sadean Dagang
Abang Abrit Merah
Beras Uwos Beras
Dake Gadah Punya (Dapat)
Apik Eca Bagus
Cungur Irung Hidung
Cilik Alit Kecil
Dalan Dermagi Jalan
Dewek Piyambek Sendiri
Buri Wingking Belakang Nang Buri, Teng Wingking (Di Belakang)
Nang Arep Teng Ajeng Di Depan
Nang Mendhi Teng Pundi Dimana
Diantarane Diantawise Diantaranya
Njagong Linggih Duduk
Endas Sirah Kepala
Gawe Damel Kerja
Gede Ageng Besar
Gula Gendis Gula
Entek Telas Habis
Isor Andap Bawah
Jare Cape Kata (Ucap) Cape sinten? (Kata (ucap) siapa?)
Kabeh Sedanten Semua
Sira Panjenengan Anda
Sira Penjenengan Kamu
Kanggo Kangge Untuk
Karena Keranten Karena
Karo Kalian Dengan Teng bioskop kalian sinten inggih? (Di bioskop dengan siapa, ya?)
Katon Ketingal Dapat dilihat
? Kajaba Kecuali
Mengana Mrika Kesana
Mene Mriki Kesini
Klambi Rasukan Pakaian
Kurang Kirang Kurang
Laka Mboten wenten Tidak Ada
Lamun Umpami Umpama
Lamun Bilih Seandainya
Lanang Jaler Laki-laki
Lenga Lisa Minyak
Lenga Latung Lisa latung Minyak tanah
Loro Kalih Dua
Lunga Kesah Pergi
Mangkat Kesa Berangkat
Luru Ngilari Cari
Luru Nggulati Cari
Luwih Langkung Lebih
Maca Maos Baca
Larang Awis Mahal
Mangan Dahar Makan
Maning Malih Lagi
Manjing Mlebet Masuk
Mata Soca Mata
Pate Padem Padam
arep mendhi Bade pundi Mau ke mana?
Gelem Bade Mau
Melu Milet Ikut
Metu Medal Keluar
Mlayu Mlajeng Lari
Engko Mengkin Nanti
Ndeleng Ningali Melihat
Ngaji Ngaos Mengaji
Gawa Bakta Bawa mbakta (Membawa)
Nginum Ngombe Minum
Rungu Pireng Dengar Ngrungu, Mireng (Mendengar)
Upai Sukani Beri Ngupai, Nyukani (Memberi)
Nguyu Nyeni Kencing
Jaga Raksa Jaga Njaga, Ngraksa (Menjaga)
Nyilih Nyambut Pinjam
Nyoba Nyobi Coba
Beli / Ora Mboten Tidak
Sekien Saniki Sekarang
Wong Tiyang Orang
Olih Angsal Mendapat
Pada bae Sami mawon Sama saja
Pada Sami Sama
Papat Sekawan Empat
Pasar Peken Pasar
Parek Caket Dekat
Percaya Percanten Percaya
Pira Pinten Berapa
Umah Griya Rumah
Sapa Sinten Siapa (Kaliyan Sinten? "Sama Siapa?")
Apa Punapa Apa
Sedang Siweg Sedang (Melakukan) (Siweg Punapa? "Sedang Apa")
Sawah Sabin Sawah
Salah Sawon Salah
Setitik Sakedik Sedikit
Sega Sekul Nasi
Siji Setunggal Satu
Srog Mangga Silahkan
Aja Sampun Jangan (Sampun teng Riku! = "Jangan Disitu!"
ning kono Teng Riku Di situ
Ning / Nang Teng Di
Tamu Sema Tamu
Turu Kilem / Tilem / Kulem Tidur
Tuku Tumbas Beli
Duit Yatra Uang
Urip Gesang Hidup
Wadon Istri Perempuan
Wanci Wayah Saat
Wareg Tuwuk Kenyang
Wulan Sasi Bulan
? Diterasken Diteruskan
Yambu Wikan Sanggup (Bisa)
? Liya-liya Lain-lain (Mangga diterasken Liya-liya ae = "Silahkan diteruskan lain-lainnya")
Punten Hampura Maaf
Isun Ingsun / Kula Saya
Karo Sareng Dengan (Garam sareng Gendhis dicampur mawon Kang! = "Garam dengan Gula dicampur aja Kang!")
? Lan Dan
Nang Isor Teng Andap Di Bawah
Gen Ugi Juga
? Awan Siang
Ilang Ical Hilang
Getek ? Geli
Rewel ? Cerewet
Mencleng ? Lompat
Bulit ? Curang
? Jentik Kelingking
? Dileb Ditutup (Penggunaan Pada "Pintu")
Sekiki ? Besok
Bobad ? Bohong
Demplon ? Sexy
Kari ? Sisa (Tinggal Terakhir)
Nguntap ? Durhaka
Bonggan ? Awas! Digunakan ketika kesal pada sesuatu atau Menantang
Pancal ? Tendang
Bendrongan ? Main Musik (Main Musik Dengan Alat Seadanya disebut "Bendrongan"
Dawuk ? Dewasa
Tua Sepuh Tua
Erti Uning Tahu (Hampura Inggih, Ingsun Mboten Uning Panjenengan Kih Sinten? = Maah ya, saya tidak tahu anda ini siapa?)
Erti Ertos Arti (Ngertos = Mengerti) (Basa Iku alat Komunikasi, Umpami panjenengan ngertos ya leres! = Bahasa itu alat komunikasi kalau anda mengerti ya bagus!)
Kaya Kados Seperti (Kados Mekoten = Sepeti Begitu / Seperti Itu)
Mengkonon Mekoten Begitu
? Maksad Maksud (Maksadipun = Maksudnya)
? Wiraos Bicara (Nyrios = Berbicara)
Dadi Dados Jadi
? Sinau / Ginau Belajar
? Alih Pindah (Ingsun sampun ngalih teng Kuningan = Saya sudah pindah ke Kuningan)
Balik Wangsul Pulang
Dina Dinten Hari (Sedinten-dinten = Sehari-hari)
? Waktos Waktu (Waktosipun = Sewaktu)
Aturan Pakem Aturan
Amarga Amargi Akibat (amargi ingsun mboten uning kepripun pakemipun basa Bebasan Cirebon ingkang leres = akibatnya saya tidak tahu bagaimana peraturan bahasa Bebasan Cirebon yang benar)
Kuwe Kuh / Puniku Itu (jauh dari si pembicara)
Kie Kih / Puniki Ini
? Kah Itu (dekat dari si pembicara)
? Waras Sehat
Bokat ? Takut / Kali "aja ning ngerep nok..!!, bokat ketendang!" (jangan di depan nak!! (perempuan), takut/nanti tertendang!)

"isun arep ngulur batur-batur nang alun-alun, bokat bae ana mengkana" (saya hendak mencari anak-anak di alun-alun, barangkali saja ada di sana)

Kuwayang ? Terbayang
Ketuwon ? Percuma / tidak dilayani dengan baik
? Kelanjengan Kelanjutan


Perbandingan Bahasa

Berikut ini adalah perbandingan antara bebasan (Bahasa Halus) Cirebon, bebasan Pemalangan, dengan bebasan Serang (Jawa Banten)

Banten utara Cirebonan & Dermayon Pemalangan/Tegalan Indonesia
Kasih Jeneng Jeneng/nami/asmi Nama
Boten Mboten Mboten Tidak
Teteh Rara Mbak/mbakyu Kakak perempuan (mbak)
Koh/iku/puniku Kuh/puniku Puniku/niku Itu
Kepetuk Kepetak / Kepanggih Kepanggih Ketemu
Iki Kih Niki Ini
nggih Inggih Inggih/nggih Ya
Ugi Ugi Ugi Juga
Kelipun Punapa Kenging nopo Kenapa
Hampura Hampura Ngampunten Maaf
Sege Sekul Sekul Nasi
Linggar Kesah Tindak/kesah Pergi
Darbe Gadah Gadah Punya
Seniki Saniki Sakniki Sekarang
Matur nuhun Matur nuwun/kesuwun Matur nuwun Terima kasih
Ayun ning pundi Bade teng pundi Bade teng pundi Mau kemana?
Pasar Peken Peken Pasar
Salah Sawon Salah Salah
Kule Kula Kulo Saya
Uning Uning Ngertos Tahu
Bangkit Saged Saged Bisa
Napik Sampun Sampun Jangan
Nire Panjenengan Sampeyan Anda
Cepe Cape Capeh Kata
Gelem Bade Bade Mau
Sare Kilem Tilem Tidur


Contoh kalimat dalam bebasan Cirebon

  • Pripun kabar ae? Panjenengan bade teng pundi?
  • Sampun dahar dereng?
  • Permios, Kula mboten uning griya ae rara Astutiningsih kuh teng pundi?
  • Jeneng ae sinten?
  • Jeneng ae Astutiningsih lamun mboten sawon
  • Oh, wenten teng ajeng kuh
  • Kesuwun inggih, kang!
  • Yewis, sampun dolanan mawon inggih
  • rara Astutiningsih! Ning pundi mawon? mboten ilok kepetak!
  • Sampun mekoten, inggih
  • Kula kesa kaliyan yu Toyah teng peken
  • Bade tumbas sate bandeng setunggal.


Perbandingan dengan bebasan Serang (Jawa Banten)

  • Pripun kabare? Sampean ayun ning pundi?
  • Sampun dahar dereng?
  • Permios, kule boten uning griyane Astutiningsih niku ning pundi?
  • Kasihe sinten?
  • Kasihe Astutiningsih lamun boten salah.
  • Oh, wenten ning payun koh.
  • Matur nuhun nggih, kang.
  • Yewis, napik dolanan saos nggih!
  • Astutiningsih! Ning pundi saos? boten ilok kepetuk!
  • Napik mengkoten, geh!
  • Kule linggar sareng teh Toyah ning pasar.
  • Ayun tumbas sate bandeng sios.


Perbandingan dengan bahasa Ngapak Pemalang

  • Primen Kabare? Koe pan aring endi?
  • Wis mangan durung?
  • Ngampurone, nyong ora ngerti umahe Mbak Astutiningsih kuwe nang endi?
  • Arane sapa?
  • Arane Astutiningsih ning ora salah.
  • Oh, nang ngarep kuwe.
  • Matur nuwun yo, kang.
  • Yo wis, ojo dolanan bae yo!
  • Mbak Astutiningsih! Nang endi bae? ora tau ketemu!
  • Ojo kaya kuwe, yo!
  • Nyong lungo karo Mbak Toyah aring pasar.
  • Pan tuku sate Bandeng siji.


Perbandingan dengan bebasan/krama Pemalang

  • Pripun kabare/pawartose? Panjenengan bade teng pundi?
  • Sampun dahar nopo dereng?
  • Ngampuntene, kulo mboten ngertos griyone Mbak Astutiningsih niku teng pundi?
  • Naminipun sinten?
  • Naminipun Astutiningsih yen mboten salah.
  • Oh, teng ngajeng niku.
  • Matur nuwun nggih, kang.
  • Nggih mpun, ampun dolanan mawon nggih!
  • Mbak Astutiningsih! Teng pundi mawon? mboten nate kepanggih!
  • Ampun kados niku, nggih!
  • Kulo tindak kalih Mbak Toyah teng peken.
  • Bade tumbas sate Bandeng setunggal.


Arti dalam bahasa Indonesia

  • Bagaimana kabar Anda? Kamu mau ke mana?
  • Sudah makan belum?
  • Maaf, saya tidak tahu rumah Mbak Astutiningsih itu di mana?
  • Namanya siapa?
  • Namanya Astutiningsih kalau tidak salah.
  • Oh, di depan tuh.
  • Terima kasih.
  • Ya sudah, jangan bermain saja ya!
  • Mbak Astutiningsih! Kemana saja? Tidak pernah bertemu!
  • Jangan begitu!
  • Saya pergi dengan Toyah ke pasar.
  • Mau beli satu sate bandeng.


Ada juga kata-kata yg sering digunakan oleh orang-orang tua dahulu seperti

  • Sruwal: Celana
  • Pinggan: Mangkok
  • Mangan durung?: Sudah makan belum
  • Jonong aja ning kono: Awas jangan di situ

Catatan kaki

  1. ^ a b http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=132798 Menimbang-nimbang Bahasa Cirebon (Edisi Tahun 2009)
  2. ^ Amaliya. 2010. Alasan Politiklah Sebabnya. Bandung : Pikiran Rakyat
  3. ^ Amaliya. 2010. Alasan Politiklah Sebabnya. Bandung : Pikiran Rakyat
  4. ^ Rosidi, Ajip. 2010. "Bahasa Cirebon dan Bahasa Indramayu". : Pikiran Rakyat
  5. ^ Nieza. "Jalan-Jalan Ke Cirebon Sega Jamblang Sampai Batik Trusmian" : PT Gramedia Pustaka Utama
  6. ^ Nieza. "Jalan-Jalan Ke Cirebon Sega Jamblang Sampai Batik Trusmian" : PT Gramedia Pustaka Utama
  7. ^ Disusun oleh Kang Busyrol Karim dan Ricky Pratama