Ki Hadi Sukatno 26 Mei 1915 – 10 November 1983 adalah Seniman Indonesia yang juga merupakan Pencipta Lagu Daerah dan Pencipta Tembang Dolanan Anak. Beliau dimakamkan di Taman Wijaya Brata Taman Siswa bersama dengan Ki Hajar Dewantara.

Ki Hadi Sukatno
Berkas:Ki Hadi Sukatno.JPG
Ki Hadi Sukatno
Informasi pribadi
Lahir(1915-05-26)26 Mei 1915
Kota Delanggu, Jawa Tengah, Indonesia
Meninggal10 November 1983(1983-11-10) (umur 68)
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
PekerjaanSeniman, Pencipta Lagu Daerah
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Biografi

Seni permainan anak-anak, nasibnya tidak semanis dulu. Kini sulit menjumpai kegembiraan anak yang berdendang jamuran, soyang, cublak-cublak suweng, dan sebangsanya, di kala rembulan bersinar terang. Anak-anak lebih suka melihat TV daripada keluar rumah bermain dibawah sinar mentari. Ini gejala memprihatinkan. Setidaknya peristiwa semacam itu bagi generasi tua hanya kan menjadi kenangan. Sebab, generasi selanjutnya tidak lagi melakukan permainan kreatip itu. "Perkembangan seni permainan (dolanan) anak-anak kian lama kian berkurang, dan semakin tidak dikenali oleh anak-anak masa kini ". Demikian kata Ki Hadi Sukatno, seorang Pembina seni permainan anak-anak.

Ki Hadi Sukatno yang kita kenal dengan panggilan akrabnya Pak Katno, adalah salah seorang yang mendapat penghargaan seni dari Pemerintah pada tanggal 6 April 1981.

Kiranya sudah wajar, dan tepat demikian seharusnya, Pak Katno yang ditempa di lingkungan Perguruan Tamansiswa ini sejak duduk di bangku Taman Guru Taman Siswa Yogyakarta pada tahun 1937[1], ia telah menekuni, mengasuh, dan menciptakan gending-gending dan tembang (Lagu-lagu Jawa), yang kemudian mengkhususkan diri pada seni permainan anak Jawa (dolanan anak), macapat dan bacaan buku. Pada tahun 1937 ia pernah mendapat kepercayaan dari Ki Hajar Dewantara untuk memimpin pementasan panembrama (sejenis koor tembang Jawa) yang hal ini bagi Hadi Sukatno muda itu merupakan kebanggaan tersendiri. Memang demikian, apa yang ia kerjakan tidak pernah lepas dari Taman Siswa, demikian pengakuannya. Ki Hajar Dewantara mempunyai konsep "Sistem Among" yang menggunakan dolanan anak (Bahasa Belanda : kinder spellen) sebagai sifat kodrat semua anak untuk sarana pendidikan. Sehingga hampir semua mata pelajaran di Tamansiswa bermuatan dolanan untuk membangkitkan rasa gembira dan kemerdekaan jiwa sang anak. Ini yang cocok dengan kemampuan Ki Hadi Sukatno dalam kesenian dolanan anak.

Ki Hadi Sukatno memang orang perguruan Taman Siswa atas jasa-jasanya selama 40 tahun mengabdi tanpa pamrih.

Banyak piagam ada padanya[2] , piagam sebagai juara tembang, ketoprak, karawitan, dan POR Seni. Menjadi juri ini adalah pekerjaan insidentil yang sering dilakukannya. Pekerjaan yang baku adalah Ketua Bimbingan Kesenian di Majelis Luhur Taman Siswa selain juga mengajar di SMKI KONRI Yogyakarta untuk pelajaran Seni Vokal (tembang) dan menjadi pamong di Taman Muda mengajar gending-gending permainan untuk anak-anak.

Baginya kebudayaan Jawa adalah segala-galanya. Ia merasa dibentuk dan menjadi 'berarti' dari kultur itu.

Karya

Langen Carita (Operet Anak)

 
Cover Langen Carita Aji Saka dan Arya Penangsang

Banyak karya-karya Ki Hadi Sukatno yang diperuntukan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, antara lain seperti :

  • Arya Penangsang
  • Bocah Lola
  • Jaka Tingkir
  • Aji Saka[3][4]
  • Babat Alas
  • Kancil Nyolong Timun
  • Kethek lan Garuda

yang telah dibukukan oleh Penerbit Taman Siswa pada Tahun 1964.

  • Bineka Tunggal Ika - Penerbit: Balai Pustaka

Sedang lainnya yang sudah berulang kali dipentaskan, tetapi belum dibukukan antara lainnya yang antara lain :

  • Bango Thonthong Jatiningsih
  • Dadung Awuk
  • Nini Towong
  • Aryo Jipang
  • dan masih banyak lagi.

Tembang Dolanan Anak

Tembang Dolanan Anak yang sekarang masih diperdengarkan antara lain[5] :


Karya-karyanya pada umumnya bersumber pada dongeng Rakyat tradisional yang diangkat menjadi permainan anak-anak. Sesekali juga di buatnya karya modern seperti untuk peringatan Hari Kartini, Serangan Umum 1 Maret, Hari ABRI, atau yang berlatar belakang perjuangan. Bahkan yang berdialogpun digarapnya, umpamanya untuk penyuguhan di TV, agar dapat berkomunikasi dengan baik, dialognya dengan bahasa Indonesia tetapi iringannya tetap menggunakan gamelan. "Mengapa tidak memakai piano?. Dengan rendah beliau menegaskan; tidak menguasai". Di kelak kemudian hari pada tahun 1991 ide gagasan beliau dilanjutkan oleh putra keduanya Ki Priyo Dwiarso dibawah pembinaan Sri Sultan Hamengkubuwono X berupa Festival Operet Anak untuk memperingati Jumenengan Dalem (Hari Penobatan Raja Yogyakarta).

Tema-tema karyanya senantiasa sama, bahwa kelaliman pasti terkalahkan, dan kebaikan pasti menang. Jangan lupa "Keriangan" yang menjadi ciri utama gairah anak harus diikut sertakan[7].

Dolanan Anak

Menurut Ki Hadi Sukatno "dolanan anak" yang tradisional dapat dibagi menurut maksudnya:[8][9]
Pertama, mainan yang bersifat menirukan perbuatan orang dewasa, misalnya " pasaran, mantenan, dayoh-dayohan, membuat rumah dari batu dan pasir, membuat pakaian boneka dari kertas, membuat wayang dari janur atau rumput-rumputan, dan lain sebagainya. Permainan ini dilakukan dengan asyiknya, seakan anak-anak merasakannya sebagai perbuatan yang sungguh-sungguh.
Kedua, permainan untuk mencoba kekuatan dan kecakapan. Permainan ini dengan tidak disadari oleh anak-anak sendiri mempunyai maksud melatih kekuatan dan kecakapan jasmani. Misalnya : Tarik-menarik, berguling-guling, bergulat, berkejar-kejaran, gobaksodor, gobak-bunder, bengkat, benthik-uncal, jetungan, genukan dengan gendongan, obrok, tembung, bandhulan, dan masih banyak lagi yang sudah kuranga dikenal lagi oleh generasi masa kini.
Ketiga, permainan melatih panca-indera. Dalam permainan ini termasuk latihan kecakapan meraba dengan tangan, menghitung bilangan, memperkirakan jarak, menajamkan alat penglihatan dan pendengaran, menggambar, dan lain sebagainya. Permainan semacam ini, misalnya : ggatheng, dakon, macanan, sumbar-suru, sumbbarmanuk, sumbar-dulit, kubuk, adu-kecik, adu-kemiri, main kelereng, jirak, bengkat, paton, dekepan, menggambar di tanah, main petak umpet, main bayang-bayangan, serangserongan, dan lain sebagainya. Permainan jenis kedua dan ketiga ini erat sekali hubungannya dengan kegiatan olahraga.
Keempat, permainan dengan latihan bahasa, yaitu permainan anak-anak berupa percakapan. Setiap kali anak-anak berkumpul, biasanya selalu terlibat dalam perbincangan tentang dongeng, cerita pengalaman atai teka-teki, yang menimbulkan tumbuhnya fantasi. Biasanya selalu tampil seseorang dengan teka-tekinya, yang kemudian diikuti oleh yang lain, dimana seseorang tidak hanya pasif menebak saja, tetapi juga membalas mengajukan teka-tekinya sendiri. Ini tidak terbatas pada teka-teki yang sudah lazim saja, seperti: pitik-walik saba kebon, pong-pong bolong, tetapi bisa timbul teka-teki buatan sendiri yang orisinal. Di sinilah tumbuh-kembangnya kecakapan bahasa dan kecerdasan otak.
Kelima, permainan dengan lagu dan wirama. Membicarakan "dolanan anak" dengan lagu dan gerak wirama, sangatlah luas dan banyak sekali ragamnya, misalnya : Jamuran, cublak-cublak suweng, bibi tumbas timun, manuk-manuk dipanah, tokung-tokung, blarak-blarak sempal, demplo, bang-bang-tut, pung-irung, bethu-thonthong, kidang-talun, ilir-ilir karya Sunan kalijaga, dan lain sebagainya.

Masa muda dan awal karier

Sejak kecil Ki Hadi Sukatno gemar nonton wayang, bahkan ikut ngamen menjadi niyaga (penabuh).

Ia dilahirkan di Delanggu 26 Mei 1915, sejak kanak-kanak sudah hafal isi kitab Wedhatama dan Wulangreh. Kitab sastra Jawa yang mengajarkan tentang kebijakan hidup manusia. Hal ini adalah berkat bimbingan ayahandanya R. Djojomartono yang selalu mengajarnya nembang dan membaca kitab-kitab itu. Memang ayahandanya R. Djojomartono seorang penggemar satra Jawa nomor wahid yang bekerja sebagai wiraswasta.

Ayahandanya Ki Hadi Sukatno ini banyak meninggalkan koleksi buku-buku, beliau juga menuliskan konsep surat dan silsilah Paku Buwono yang menurunkan dirinya. Bukti tulisan ayahanda yang indah itu tersimpan dengan baik.

Ki Hadi Sukatno yang kita kenal ini memberikan penjelasan, bahwa pada zaman dahulu untuk sekolah bagi pribumi sangat dipersulit oleh kolonial, untuk melek (melihat) pengetahuan dipersukar. Setelah lulus Ongko Loro (SD 5 tahun), ia ingin melanjutkan ke Schakel School, tetapi usianya sudah melampui batas, maka ia lalu kursus Bahasa Belanda dan diajar oleh kakaknya sendiri Djalal.

Setahun Hadi Sukatno kursus bahasa Belanda, kemudian waktu Taman Siswa membuka Schakel School Taman Siswa, ia segera memasukinya. Jarak Delanggu-Yogyakarta ditempuhnya dengan kereta api yang biayanya waktu itu 6 sen.

Saat itu tahun 1929, ia mulai kenal Taman Siswa, yang akhirnya merupakan tempat pengabdiannya sampai sekarang. Schakel School ini diselesaikannya dalam 4 tahun. Ia juga belajar di Taman Dewasa di Solo sampai tamat, kemudian kembali ke Yogyakarta masuk ke Taman Guru Taman Siswa Yogyakarta.

Tiga tahun Ki Hadi Sukatno langsung mendapat bimbingan dari Ki Hajar Dewantara, terutama pengarahan dalam pembinaan kesenian anak-anak (gending dolanan anak-anak). Selain Ki Hajar Dewantara, nama-nama lain yang turut mempengaruhi proses selanjutnya adalah Ibu Sukemi, Ibu Mangun Sarkara, Ibu Mangunpuspito dan Ibu Surip.

Aktivitas pergerakan

Hadi Sukatno muda ini selalu digelitik untuk berkreasi, ketika Pendapa Agung Taman Siswa diresmikan pada tahun 1938, ia mementaskan Seni permainan anak-anak Cemporowa dan Kembang jagung. Hadi Sukatno juga turut memeriahkan peresmian Pendapa Agung itu, dengan membawakan Tari Hindu koreographernya Rusli (pelukis dan anggota Akademi Jakarta).

Pengalaman yang mengesankan waktu muda, yaitu waktu pertama kalinya diperkenalkan memukul gamelan, saat ia menjadi siswa Taman Guru, memukul gamelan dengan tidak boleh melihat penarinya, sebab penarinya putri. Ia memukul gamelan dengan membungkuk dan terhalang papan kayu. Menurutnya mungkin inilah yang mejadi toggak sejarah pendidikan tari untuk putri, Taman siswa yang mengawalinya. Guru-gurunya di datangkan dari Krido Bekso Wiromo, antara lain GPH. Tedjokusumo, BPH. Suryodiningrat dan RW. Hatmodidjojo.

Di sini Hadi Sukatno muda jatuh hati kepada salah seorang putri gurunya, RAj Kustihadi putri RW. Hatmodidjojo yang kemudian dipersuntingnya sebagi istri. Semula Raden Ajeng Kustihadi digigit Tokek dibalut dengan saputangan Hadi Sukatno, sesuai cerita lisan Ki Hajar Dewantara kepada putra kedua beliau Raden Mas Priyo Dwiarso. Ketika tiba waktunya melamar Hadi Sukatno mohon pertolongan Ki Hajar Dewantara untuk melamar di Keraton Yogyakarta kepada RW Hatmodijoyo sekaligus sebagai saksi pernikahan beliau. Beliau menikah pada tahun 1940 dan meninggal dunia tahun 1983.

Ki Hadi Sukatno yang Pembina seni permainan anak-anak ini, juga seorang pembaca ceritera berbahasa Jawa yang baik. Sejak tahun 1953 setiap dua minggu sekali membaca di RRI Nusantara II Yogyakarta program "Bacaan Buku", penggemarnya banyak. Tetapi tahun 1981, acara ini tiba-tiba di hentikan. Apa sebabnya iapun tidak mengetahui dengan pasti. Cukup dengan ucap "Terima kasih" katanya. Ia terkejut dengan penghentian ini, padahal sekarang Bahasa dan Sastra Jawa digalakkan, buktinya adanya proyek Javanologi, yang ia pernah juga diundang untuk memberikan ceramah tentang Seni permainan anak-anak. "Sekarang ini hanya Taman Siswa saja yang menalurikan kebudayaan itu kepada anak didik. Sebenarnya demi melestarikan dan dan mendasari rasa budaya kebangsaannya, seni permainan anak-anak yang mencakup kesenian daerah itu harus tetap hidup. Hanya saja bentuk, isi dan iramanya yang mesti menyesuiakan gerak jaman. Sifat permainannya tetap. Sebab sebagaimana wejangan Ki Hajar Dewantara, sifat kebudayaan tidak akan pernah berubah, sekalipun bentuk isi dan iramanya berlainan. Kita bisa mencari jalan pembaharuan supaya Seni permainan anak-anak bisa memenuhi selera jaman. Jika bentuknya berkisar ke itu-itu saja, nanti sulit melawan arus. Tidak akan ada yang nonton. Untuk mewujudkan seni permainan anak-anak seperti jamuran, soyang dan cublak- cublak suweng adalah pekerjaan yang sulit. Sebab lingkungan suasananya tidak mendukung. Yang utama mengkreasikan inti pendidikan dalam permainan (dolanan) itu.

Demikian ucap Ki Hadi Sukatno, seorang Pembina Seni permainan anak-anak, seorang pendidik tulen yang penuh pengabdian. Ki Hadi Sukatno adalah tokoh karawitan Jawa yang banyak mencipta gending/tembang dolanan anak yang karyanya sampai sekarang sering diputar di RRI dan untuk Buku Panduan Tembang Dolanan Anak Sekolah Dasar, salah satunya "Jaranan"[10].

Referensi

  1. ^ "Ki Hadisukatno : Seniman & Budayawan". Gudeg.net. Diakses tanggal March 24, 2012. 
  2. ^ "NAME artists, writers and cultural IN YOGYAKARTA SPECIAL REGION IN 2002". ART LINK YOGYAKARTA. Diakses tanggal March 18, 2012. 
  3. ^ "Ajisaka: kumpulan dongeng". Yayasan Pustaka Nusatama, 1994 koleksi Universitas Michigan digitalkan tanggal 9 Okt 2008. Diakses tanggal March 24, 2012. 
  4. ^ "Informasi Bibliography Buku Ajisaka yang diambil dari data katalog buku Perpustakaan SDIT Luqman Al Hakim Yogyakarta". Pustaka Nusatama via Online Public Acces Catalog (OPAC). Diakses tanggal March 24, 2012. 
  5. ^ "Daftar Lagu Ciptaan". PT. PENERBIT KARYA MUSIK PERTIWI. Diakses tanggal March 18, 2012. 
  6. ^ "PENCIPTA LAGU BERGABUNG DENGAN KELUARGA BESAR PT. PENERBIT KARYA MUSIK PERTIWI". PT. PENERBIT KARYA MUSIK PERTIWI. Diakses tanggal March 18, 2012. 
  7. ^ Hadisukatno, Ki (1952). Permainan Kanak-Kanak Sebagai Alat Pendidikan. Yogyakarta: Madjelis-Luhur Taman-Siswa. 
  8. ^ Pamungkas, Joko (2011). PERSIAPAN MENTAL GURU PAUD DALAM PEMBELAJARAN DOLANAN TRADISIONAL (PDF). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses tanggal March 24, 2012. 
  9. ^ Krisdyatmiko (1999). Dolanan Anak, Refleksi Budaya dan Wahana Tumbuh Kembang Anak. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Sosiatri FISIPOL UGM. ISBN 9795391275. Diakses tanggal March 24, 2012. 
  10. ^ "Buku Tembang dolanan kanggo Sekolah Dasar". Penerbit Kanisius. Diakses tanggal March 18, 2012. 

Pranala luar