Balai Harta Peninggalan merupakan Unit Pelaksana Teknis instansi pemerintah yang secara struktural berada dibawah Direktorat Perdata, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pada hakekatnya tugas Balai Harta Peninggalan yaitu : "MEWAKILI DAN MENGURUS KEPENTINGAN ORANG-ORANG (BADAN HUKUM) YANG KARENA HUKUM ATAU PUTUSAN HAKIM TIDAK DAPAT MENJALANKAN SENDIRI KEPENTINGANNYA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU".

Sejarah dan pembentukan Balai Harta Peninggalan dimulai dengan masuknya bangsa Belanda ke Indonesia pada tahun 1596, yang pada mulanya mereka datang sebagai pedagang. Dalam dunia perdagangan di Indonesia mereka bersaing dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti Cina, Inggris, dan Portugis yang memiliki armada-armada besar. Untuk menghadapi persaingan tersebut orang-orang Belanda kemudian pada tahun 1602 mendirikan suatu perkumpulan dagang yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Companie disingkat VOC, yang oleh bangsa kita disebut Kompeni.

Lama kelamaan kekuasaan VOC di Indonesia semakin meluas, maka akhirnya timbullah kebutuhan bagi para anggotanya khusus dalam mengurus harta kekayaan yang ditinggalkan oleh mereka bagi kepentingan para ahli waris yang berada di Nederland, anak-anak yatim piatu dan sebagainya. Untuk menanggulangi kebutuhan itulah oleh Pemerintah Belanda dibentuk suatu lembaga yang diberi nama Wees-en Boedelkamer atau Weskamer (Balai Harta Peninggalan) pada tanggal 1 Oktober 1624 berkedudukan di Jakarta. Sedangkan pendirian Balai Harta Peninggalan didaerah lain sejalan pula dengan kemajuan territorial yang dikuasai VOC, untuk memenuhi kebutuhan orang-orang VOC.

Secara lengkap data-data mengenai pendirian Balai Harta Peninggalan ditempat-tempat lain tidak dapat diketemukan lagi, tetapi dapat dicatat bahwa Balai Harta Peninggalan di Banda pada tahun 1678 sudah ada, di Ambon tahun 1694, di Ternate tahun 1695, di Ujung Pandang tahun 1696, di Semarang dapat diketahui didirikan tanggal 17 Mei 1763, di Padang tahun 1739, dan di Surabaya tahun 1809. Mengenai Perwakilan-Perwakilan Balai Harta Peninggalan diketahui sudah ada di Palembang tahun 1691, di Jepara tahun 1727, di Banten tahun 1725, di Cirebon tahun 1739, di Timor tahun 1764 dan di Bengkulu tahun 1827.

LANDASAN HUKUM PENDIRIAN BHP Sebagai penuntun dalam menjalankan tugasnya sehari-hari diberikan dalam suatu Instruksi. Sepanjang sejarahnya Weeskamer / Balai Harta Peninggalan mengenal 4 macam Instruksi yaitu : 1. Tanggal 16 Juli 1625 terdiri dari 49 pasal yang mengatur organisasi dan tugas-tugas Weeskamer (Balai Harta Peninggalan). 2. Tahun 1642, pada perlakuan kodifikasi pertama hukum Indonesia, yang isinya kira-kira sama dengan yang pertama. 3. Stbl. 1818 No.72, yang dibuat setelah pemulihan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia sesudah Pemerintahan tentara Inggris, juga dalam hal ini tidak banyak perbedaan dengan yang terdahulu. 4. Stbl. 1872 No.166 yang didasarkan pada berlakunya perundang-undangan baru di Indonesia pada tahun 1848 dan masih berlaku sampai sekarang.

TUGAS POKOK BHP Mengenai tugas-tugas Balai Harta Peninggalan dapat diperinci sebagai berikut : a. Pengampu atas anak yang masih dalam kandungan (Pasal 348 KUH Perdata); b. Pengurus atas diri pribadi dan harta kekayaan anak-anak yang masih belum dewasa, selama bagi mereka belum diangkat seorang wali (Pasal 359 ayat terakhir KUH Perdata) ; c. Sebagai wali pengawas (Pasal 366 KUH Perdata) ; d. Mewakili kepentingan anak-anak belum dewasa dalam hal adanya pertentangan dengan kepentingan wali (Pasal 370 KUH Perdata) ; e. Mengurus harta kekayaan anak-anak belum dewasa dalam hal pengurusan itu dicabut dari wali mereka (Pasal 338 KUH Perdata) ; f. Pengurusan harta peninggalan yang tak ada kuasanya / onbeheerde nalatenschappen (pasal 1126, 1127 dan 1128 KUH Perdata) ; g. Pengurusan budel-budel dari orang-orang yang tidak hadir / boedels van afwezigen (Pasal 463 BW) ; h. Pengurusan budel-budel dari orang-yang berada dibawah pengampuan karena sakit jiwa atau pemboros. Dalam hal ini B.H.P. bertugas selaku pengampu pengawas (pasal 449 KUH Perdata), akan tetapi bila pengurusan dicabut dari pengampunya, langsung menjadi pengurus harta kekayaan orang yang berada dibawah pengampuan (pasal 452 jo. pasal 338 KUH Perdata) ; i. Menyelesaikan boedel kepailitan (Pasal 70 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004) ; j. Mendaftar dan membuka surat-surat wasiat (Pasal 41, 42 OV dan Pasal 937, 942 KUH Perdata) ; k. Membuat surat keterangan waris bagi golongan Timur Asing selain Cina (Pasal 14 ayat 1 Instructie voor de Gouvernements Landmeters Stbl. 1916 No. 517).