Mangkunegara IX

Adipati dari Mangkunagaran (1987-2021)
Revisi sejak 29 Mei 2012 07.30 oleh Botrie (bicara | kontrib) (Robot: Perubahan kosmetika)

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IX atau sering disebut Mangkunegara IX adalah putra laki laki kedua dari Mangkunegara VIII. Pada masa remajanya ia bernama GPH. Sujiwakusuma. Dalam pada itu GPH. Sujiwakusuma menjadi raja muda di Mangkunegaran pada zaman dengan alam yang sudah merdeka jadi alamnya Republik Indonesia. Naiknya GPH. Sujiwakusuma ke tampuk kekuasaan Mangkunegaran membawa suasana yang menebalkan catatan catatan para sejarahwan dan juga para kuli tinta (wartawan).

Mangkunegara IX

Penobatan GPH. Sujiwakusuma di alam Republik Indonesia merupakan suatu penobatan yang kontroversial penuh gejolak, pertentangan, sekaligus juga romantika keluarga besar Pangeran Sambernyawa sang pendiri dinasti. Dalam keluarga besar ini tercatat pula kerabat keluarga Presiden Republik Indonesia yang pertama dan kedua.

Dikatakan sebagai kontroversial karena untuk pertama kalinya dalam sejarah kerajaan kerajaan Nusantara di dalam wilayah Republik Indonesia ini, Mangkunegaran telah melakukan suatu terobosan untuk melibatkan diluar kerabat inti untuk campur tangan dalam penentuan tahta. Meski kata sepakat kemudian berpihak pada GPH. Sujiwakusuma akan tetapi penobatannya harus diterima dengan puas tanpa mengenakan keterangan penyerta angka romawi IX, sebagai KGPAA. Mangkunegara

Asal Usul

Adipati yang ke sembilan pada dinasti Pangeran Sambernyawa ini dilahirkan di Surakarta dan sebagai putra Mangkunegara VIII bersaudara dengan; KPA. Prabu Kusumo,B.R.Aj. Retno Satutu. Rahadiyan Yamin, B.R.Aj. Retno Rosati Hudiono Kadarisman, B.R.M. Susaktyo, B.R.M. Herwasto, B.R.M. Kumiyakto, B.R.Aj. Retno Astrini.

Putra Mahkota

GPH. Sujiwakusuma menjadi putra mahkota menggantikan K.P.A. Prabu Kusumo-B.R.M. Radityo kakaknya yang wafat dan dilantik menjadi Adipati di Mangkunegaran sebagai Adipati yang ke IX.GPH. Sujiwakusuma sendiri adalah putra Mangkunegara VIII yang ke empat.

Dilema Eksistensi

Eksistensi kerajaan di Nusantara seperti hal nya Mangkunegaran mengalami situasi yang dilematis, terutama posisi dan keberadaannya dalam lapangan kehidupan di sistem negara moderen Republik Indonesia. Kerajaan yang semula memiliki kapasitas seperti hal nya sebuah negara dengan kekuatan bersenjata dan wilayah, dalam masa kini sudah bukan lagi pada tempatnya.

Sebagai dinasti yang mempunyai saham terbesar dalam mendirikan negera moderen Indonesia, Mangkunegaran yang dari sang cikal bakal Anti Belanda secara turun temurun, sudah mendapati waktu yang berpihak kepadanya bahwa yang dilawan yaitu Belanda sudah pergi dari Indonesia dan sebagai gantinya Republik Indonesia adalah asli bangunan negara yang didirikan oleh orang asli Indonesia sendiri.

Romantika Padang Kurusetra

Padang Kurusetra adalah tempat bertemunya dua kekuatan bersaudara untuk saling beradu strategi dan taktik dalam menempuh penyelesaian yang kemudian ketika waktu sudah sampai pada saatnya mengumpulkan kembali tulang tulang yang berpisah, dunia baru dalam kebersamaan mengiring langkah langkah para aktor menuju masa mendatang dalam harapan yang sama.

Pengenalan padang kurusetra kedalam suatu paparan untuk mengilustrasikan adegan adegan sekitar kejadian istana merupakan suatu wujud ideal bahwa dalam keberbedaan tetap senantiasa terpendam rasa rindu dan teringat persaudaraan.Tugas yang dijalankan para aktor tidak sekadar memenuhi ambisi pribadi semata karena seluruh aktor yang terlibat berbuat untuk kebaikan dan idealisasi warisan para leluhur.

Dalam dunia panggung pertunjukan wayang purwa kisah Mahabarat antara Pandawa dan Kurawa tidak bisa dinilai apalagi dihakimi secara hitam atau putih karena keduanya berasal dari lelhuru yang sama, sehingga hitam atau putih yang diacuankan tidak bisa dihindarkan ada pada keduanya.

Seluruh jalinan menjadi suatu romantika yang selalu menanamkan bentuk keindahan yang tidak terhapuskan.GPH.Sujiwakusuma yang naik tahta menjadi Mangkunegara IX tidak lepas juga dari romantika padang kurusetra.

Istana Mangkunegaran Surakarta, pagi itu menampakan situasi gawat dan tegang, beberapa petugas keamanan berjaga jaga disekitar istana dan ketegangan itu baru berakhir ketika Sang Adipati tampil dan menyatakan bahwa dirinya tetap memimpin di Istana Mangkunegaran.

Adipati Ke IX

Pada tanggal 19 Januari 2010, Mangkunegara IX genap 22 tahun bertahta (jumeneng) sebagai Adipati ke sembilan di Mangkunegaran

Kebijakan Dan Keberadaan Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lewat Surat Keputusan Presiden RI, 6 Februari 1991, Mangkunegaran menerima kembali sebagian kekayaannya yang selama ini dikelola Pemerintah.Hotel Dana Solo yang bernilai, pabrik obat nyamuk di Tawangmangu,sebidang tanah di barat Solo, villa di Tawangmangu dikembalikan kepada Mangkunegaran (Lihat: Tempo 12 Oktober 1991 )

Haru Biru Dalam Dinasti

Dinasti Pangeran Sambernyawa baik yang di dalam jajaran istana maupun diluar istana mencapai haru biru dalam menatap dan perbedaan pendapat untuk menampilkan yang terbaik bagi Mangkunegaran. Dilantiknya GPH.Sujiwakusuma sebagai KGPAA. Mangkunegara IX menandai babakan baru bahwa segala kemelut dan perbedaan pendapat telah selesai. GPH.Sujiwakusuma sah menjadi Pangeran ke sembilan pada dinasti Mangkunegaran.

Seni Tari Istana

Sebagai pusat kesenian dan kebudayaan, istana adalah tempat yang cocok dan lahan yang subur bagi pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini bersebab istana merupakan pusat anutan dan style yang kemudian memancar keluar sampai jauh menembus peslosok pelosok. Mangkunegara IX dalam soal kesenian tari sangat mahir dengan peran bambangan yaitu seorang kasatria lemah lembut dan halus yang dalam pertunjukan seni wayang selalu bertempur dengan raksasa yang kasar dan emosional (Tempo,26 Maret 2007).

Peran bambangan ini tidak mudah diperankan berhubung untuk mencapai tingkat kehalusan yang optimal, selain karakter pemeran juga latihan yang terus menerus untuk mencapai tingkat yang mendekati sempurna layak tampil.

Menatap Hari Esok

Bertahtanya seorang adipati yang baru memimpin istana di zaman Republik membawa kesempatan pada perkembangan society-state yang mengiringi perjalanan istana dalam mengintegrasikan diri dalam kultur Indonesia Raya.

Pondasi dan Benteng Budaya

Seni pertunjukan semacam seni tari adalah merupakan hasil karya budaya yang sampai sekarang tetap menjadi barang pusaka peninggalan para leluhur.Kebudayaan sebagai benteng dan pondasi identitas merupakan wacana sekaligus instrumen kekuatan untuk melakukan bargaining terhadap tekanan kepentingan dan gerusan politik dialam Republik.

Seni tari ciptaan pendiri dinasti yang selama ini jarang dipentaskan berhubung materinya memiliki ketersinggungan dengan pihak lain mulai degelar dan dapat dinikmati alur alur ceriteranya.Tarian Dirada Meta yang menggambarkan perjuangan Pangeran Sambernyawa mau tidak mau harus keluar kandang untuk dipertunjukkan.Tidak ada alasan singgung menyinggung yang jelas bahwa seni tari dalam kejujurannya adalah cermin dan suatu kisah yang diungkapkan dalam seni untuk dikomunikasikan.

Sebagai salah satu elemen pondasi dan benteng budaya bersama dengan elemen lain, seni ini secara bersama sama menjadi kekuatan udentitas sekaligus kebanggaan. Terciptanya kebanggaan menandai bahwa jatidiri dalam identitas kekamian dan kekitaan menjadi bukan kebohongan lagi.

Pada zaman Mangkunegara IX ini atensi pada penggalian kebudayaan Indonesia mendapat perhatian dan Mangkunegaran memprakarsai Istananya untuk area bermain anak dari berbagai provinsi.(TEMPO; 31 Juli 1993).

Mangkunegaran, sebagai pusat pengembangan budaya, memberikan kesempatan bagi penggalian budaya Indonesia dalam hal mainan anak tradisional itu (TEMPO; 31 Juli 1993).

Referensi

  1. Majalah TEMPO, Jakarta: 26 Maret 2007
  2. Majalah TEMPO, Jakarta: 18 Januari 2008
  3. Dwipayana, Ari, AAG., Bangsawan dan Kuasa, kembalinya bangsawan di dua kota, Yogyakarta: IRE PRESS, 2004.
  4. Majalah TEMPO, Jakarta: 31 Juli 1993
  5. Magenda, D, Burhan, Aspek Keadilan Sosial Dalam Kebudayaan Politik Indonesia: Beberapa Pendekatan Teoritis, dalam: Hadad, Ismi (ed): Kebudayaan Politik dan Keadilan sosial, Jakarta: Lembaga Penelitian LP3ES, 1979
  6. Padmodiwirio, Soehario, Pangeran Sambernyowo, Skenario Film Ceritera, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992
  7. Pramutomo, RM., Tari, Seremoni, Dan Politik Kolonial (1), Solo: ISI PRESS, 2009
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Mangkunegara IX
Adipati Mangkunegara
1987-sekarang
Diteruskan oleh:
belum ada