Jangan gunakan templat {{hapus:kelayakan}}!
Gunakan {{hapus|A7}} atau {{hapus|A9}} atau {{subst:tak layak}}.

Cerita Samuderamantana merupakan salah satu bagian dari sekumpulan cerita mitologi agama Hindu yang tergabung di dalam naskah Adiparwwa, parwwa pertama dari Mahabharata. Berdasarkan sumbernya, kitab Mahabharata, maka dapat diketahui bahwa cerita ini berlatar belakang agama Hindu dan merupakan bagian dari pengaruh kebudayaan yang diadopsi dari India. Meskipun demikian, cerita ini telah begitu dikenal oleh masyarakat pendukung budaya Hindu pada waktu itu dengan diketahui telah disalinnya kisah ini ke dalam bahasa Jawa Kuna (manjawaken) semenjak zaman Dharmawangsa Teguh, Raja Mataram Hindu yang memerintah pada sekitar tahun 991 M-1016 M.[1]> Masyarakat Jawa Kuna telah menganggap cerita ini sebagai cerita Jawa Kuna asli, dan segala sesuatunya tentang cerita ini dianggap terjadi di tanah Jawa. Keadaan ini sebenarnya disebabkan oleh kebijaksanaan dan kecerdasan dari para sastrawan yang telah mampu memindahkan Islam pikiran para pembaca dan pendengarnya dari suasana India menjadi suasana Jawa asli. Inti dari cerita ini adalah pengadukan Samudera yang dilakukan oleh para dewa dan raksasa untuk mendapatkan air amerta (air suci)[2]

Cathetan Suku

  1. ^ Marwati Djoened, Poesponegoro, ed. Sejarah Nasional Indonesia, Jil. II, ed.4; Cet 5, Jakarta: Balai Pustaka. 1984. hlm. 255.
  2. ^ Siti Maziyah. “Sumbangan Cerita Samuderamathana Terhadap Pemahaman Arti Air Penghidupan Pada Masyarakat Jawa Kuna”, dalam Jurnal Citra Lekha, Volume IV, Nomor 1, Februari 2001, hal. 16, Semarang.