Yudas Makabe

Revisi sejak 15 September 2012 21.29 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (r2.7.3) (bot Menambah: el:Ιούδας Μακκαβαίος)
Lihat Judas Maccabaeus (oratorium) untuk oratorium Handel
Untuk tokoh komik, lihat Judah Maccabee (komik)

Yudas Makabe (atau Yudas Makabeus, bahasa Ibrani: יהודה המכבי, Yehudah HaMakabi) adalah anak lelaki ketiga dari imam Yahudi Matatias. Yudas memimpin pemberontakan Makabe melawan Kerajaan Seleukus (167-160 SM) dan dipuji sebagai salah seorang pejuang terbesar dalam sejarah Yahudi, bersama-sama dengan Yosua, Gideon dan Daud.

Kehidupan

Yudas adalah putra ketiga dari Matatias dari keluarga Hasmoni, seorang imam Yahudi dari desa Modiin. Pada 167 SM Matatias, bersama-sama dengan anak-anaknya yang lain, Yehuda, Eleazar, Simon, dan Yonatan, memulai suatu pemberontakan melawan penguasa Seleukus Antiokhus IV Epifanes, yang sejak 175 SM telah mengeluarkan berbagai keputusan yang melarang praktik-praktik keagamaan Yahudi. Setelah kematian Matatias pada 166 SM, Yehuda mengambil alih pimpinan pemberontakan itu sesuai dengan pesan ayahnya sebelum meninggal dunia. Kitab 1 Makabe[1] memuji keberanian dan bakat kemiliteran Yehuda, mengatakan bahwa sifat-sifat tersebut membuat Yehuda sebagai pilihan yang tepat untuk menjadi panglima yang baru.

Pada hari-hari pertama pemberontakan itu, Yehuda mendapatkan nama keluarga Makabe. Beberapa penjelasan telah diajukan tentang nama keluarga ini. Salah satu pendapat mengatakan bahwa nama ini berasal dari kata dalam bahasa Aram maqqaba, "palu", sebagai pengakuan atas keberaniannya dalam pertempuran. Ada pula kemungkinan bahwa nama Makabe adalah singkatan untuk ayat Torah Mi kamokha ba'elim Hashem, "Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN!" (Keluaran 15:11).

Mengingat keunggulan pasukan-pasukan Suriah pada dua tahun pertama pemberontakan ini, strategi Yudas adalah menghindari keterlibatan dengan pasukan regular Dinasti Seleukus, dan mengambil strategi perang gerilya, untuk memberikan kepada mereka rasa tidak aman. Strategi ini memungkinkan Yuas memperoleh serangkaian kemenangan. Di Nahal el-Haramiah, ia mengalahkan sebuah pasukan kecil Suriah di bawah komando Apollonius, yang terbunuh. Yudas merebut pedang Apollonius dan menggunakannya hingga matinya sebagai lambing balas dendam. Setelah Nahal el-Haramiah, banyak pasukan baru yang bergabung untuk mendukung perjuangan Yahudi.

Kemenangan-kemenangan awal

Tak lama kemudian, Yudas mengalahkan pasukan Suriah yang lebih banyak jumlahnya di bawah pimpinan Seron dekat Beth-Horon, sebagian besar karena pilihan medan perang yang tepat. Kemudian dalam Pertempuran Emaus, Yudas mengalahkan pasukan-pasukan Suriah yang dipimpin oleh jenderal-jenderal Nikanor dan Gorgias. Pasukan ini dikirim oleh Lisias, yang ditinggalkan Antiokhus sebagai raja muda setelah berangkat dalam suatu peperangan melawan bangsa Partia. Melalui suatu mars tengah malam yang dipaksakan, Yudas berhasil menghindari Gorgias, yang telah berencana untuk menyerang dan menghancurkan pasukan-pasukan Yahudi di kamp mereka dengan pasukan kavaleri mereka. Sementara Gorgias sedang mencari-carinya di pegunungan, Yudas melakukan sebuah serangan kejutan terhadap kubu Suriah dan mengalahkan pasukan-pasukan Suriah dalam Pertempuran Emaus. Panglima Suriah tidak mempunyai pilihan selain mengundurkan diri ke pesisir.

Kekalahan di Emaus meyakinkan Lisias bahwa ia harus mempersiapkan diri untuk suatu perang yang serius dan berkepanjangan. Karena itu ia menyusun sebuah pasukan yang baru dan lebih besar dan berjalan bersamanya ke Yudea dari selatan lewat Idumea. Namun, sekali lagi, panglima Yahudi itu berhasil mengalahkan lawan yang jumlahnya lebih besar dalam pertempuran dekat Beth-Zur, di selatan Yerusalem. Kemenangan ini membuka jalan ke Yerusalem, yang dimasuki Yudas sebagai pimpinan pasukan. Ia menyucikan Bait Suci Yerusalem yang telah dicemari dan pada tanggal 25 bulan Kislev (14 Desember, 164 SM) memulihkan ibadah di Bait Suci. Penyucian kembali Bait Suci ini dijadikan hari raya Yahudi yang tetap, Hanuka. Pembebasan Yerusalem menjadi langkah pertama di jalan menuju kemerdekaan akhir.

Setelah Yerusalem

Yehuda kini siap untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya. Ia membentengi Bukit Bait Suci dan kubu pertahanan Beth-Zur. Setelah mendengar berita bahwa komunitas-komunitas Yahudi di Gilead, Transyordania, dan Galilea diserang, Yuas segera pergi membantu mereka. Yudas mengutus saudaranya, Simeon, ke Galilea meimpin sebuah pasukan dengan kekuatan 3.000 orang; Simeon berhasil memenuhi tugasnya, memperoleh banyak memenangan dan memindahkan sebagian besar pemukiman Yahudi, termasuk perempuan dan anak-anak, ke Yudea. Ia secara pribadi memimpin peperangan di Transyordania, membawa bersamanya saudara lelakinya, Yonatan. Setelah pertempuran sengit, ia mengalahkan suku-suku Arab dan membebaskan orang-orang Yahudi yang terkonsentrasi di kota-kota perbentengan di Gilead. Penduduk Yahudi di wilayah yang direbut oleh kaum Makabe dievakuasikan ke Yudea.[2] Pada akhir pertempuran di Transyordania, Yudas berbalik melawan suku Edom di selatan, merebut dan menghancurkan Hebron. Ia kemudian pergi ke pantai Laut Tengah, menghancurkan mezbah-mezbah dan patung-patung dewa-dewa kafir di Asdod, dan kembali ke Yudea dengan banyak membawa barang jarahan.

Yehuda kemudian mengepung benteng penjagaan Suriah di Akra, benteng Yerusalem. Pihak Suriah yang dikepung, yang tidak hanya terdiri atas pasukan-pasukan Suriah tetapi juga orang-orang Yahudi yang berbudaya Yunani, meminta bantuan kepada Lisias, yang telah menjadi wali pemerintahan raja Antiokhus V Eupator yang masih muda setelah kematian Antiokhus Epifanes pada akhir tahun 164 SM pada perang Persia. Lisias bersama-sama dengan Eupator berangkat untuk melakukan peperangan baru di Yudea. Lisias menghindari Yudea seperti yang pernah dilakukannya dalam pertempurannya yang pertama, masuk lewat selatan dan mengepung Beth-Zur. Yehuda meningkatkan pengepungan atas Akra dan dan pergi menemui Lisias. Dalam Pertempuran Beth-Zakharia, di selatan Betlehem, pasukan-pasukan Seleukus mencapai kemenangan besar pertama mereka atas kaum Makabe, dan Yehuda terpaksa harus menarik diri ke Yerusalem. Beth-Zur dipaksa menyerah dan Lisias mencapai Yerusalem, mengepung kota itu. Para pasukan yang berathan berada dalam keadaan terancam karena perbekalan mereka mulai habis, karena saat itu adalah tahun sabat ketika ladang-ladang dibiarkan tidak diolah. Namun demikian,, ketika mereka hampir putus asa dan menyerah, Lisias dan Eupator harus mengundurkan diri ketika panglima Antiokhus Epifanes Filipus, yang diangkat oleh almarhum penguasa Seleukus sebagai bupati sebelum kematian nya, memberontak melawan Lisias dan hampir masuk ke Antiokhia serta merebut kekuasaan. Lisias memutuskan untuk mengajukan usul perdamaian, yang tercapai pada akhir 163 SM. Syarat-syarat perdamaian itu didasarkan pada pemulihan kebebasan beragama, pemberian izin kepada orang-orang Yahudi untuk hidup sesuai dengan hukum-hukum mereka, dan pengembalian resmi Bait Suci kepada orang-orang Yahudi.

Konflik internal

Namun demikian, ketika perang melawan musuh dari luar tampaknya berakhir, terjadilah konflik internal antara pihak yang dipimpin oleh Yudas dan pihak Helenis. Pengaruh dari kaum penganjur helenisme sudah hampir gugur menjelang kekalahan pihak Seleukus. Imam Agung yang mempromosikan helenisasi, Menelaus, disingkirkan dari jabatannya dan dihukum mati. Penggantinya adalah seorang helenis moderat Hellenizer Alsimus. Namun demikian, ketika Alsimus menghukum mati 60 orang saleh yang menentang dirinya, ia pun bentrokan dengan kaum Makabe. Alsimus melarikan diri dari Yerusalem dan pergi menghadap raja Seleukus untuk meminta pertolongan.

Sementara itu, Demetrius I Soter, anak Seleukus IV Filopator dan kemenakan almarhum Antiokhus IV Epifanes, melarikan diri dari Roma karena melawan Senat Romawi, tiba di Suriah, menangkap dan membunuh Lusias dan Antiokhus Eupator, serta merebut takhta. Karena itu, kepada Demetrius-lah delegasi yang dipimpin oleh Alsimus menghadap, mengeluhkan penganiayaan terhadap kelompok Helenis di Yudea. Demetrius mengabulkan permintaan Alsimus untuk diangkat sebagai Imam Agung di bawah perlindungan tentara raja dan mengirim ke Yudea sebuah pasukan yang dipimpin oleh Nikanor. Dalam sebuah pertempuran dekat Adasa, pada tanggal 13 bulan Adar 161 SM, pasukan Suriah dihancurkan dan Nikanor terbunuh. Peringatan "Hari Nikanor" dilembagakan untuk memperingati kemenangan ini.

Persetujuan Roma

Yehuda kemudian mengirim sebuah delegasi ke Roma yang dipimpin oleh Eupolemus anak Yohanan dan Yason anak Eleazar, dengan permohonan untuk membentuk sebuah aliansi. Hasil misi tersebut di luar apa yang diharapkan oleh Yudas, karena orang-orang Romawi hanya bersedia membentuk aliansi itu sejauh menyangkut kepentingan mereka sendiri, sementara pada saat yang sama menuntut kesetiaan mutlak dari orang-orang Yahudi. Surat yang dikirim oleh Senat kepada Demetrius, yang isinya melarangnya untuk bertindak dengan kekerasan terhadap orang-orang Yahudi, gagal mencegahnya. Setelah menerima berita kekalahan Nikanor, Demetrius mengirim sebuah pasukan baru yang dipimpin oleh Bacchides. Kali ini Suriah mengirim pasukan yang terdiri atas 20.000 orang, suatu jumlah yang jauh melampaui kebanyakan pasukan Yudas yang tersisa di medan tempur dan menasihati para pemimpin mereka untuk melakukan hal yang sama serta menunggu kesempatan yang lebih menguntungkan. Namun demikian, Yudas memutuskan untuk mencoba sekali lagi peruntungannya. Dalam Pertempuran Elasa, Yudas dan orang-orang yang tetap setia kepadanya terbunuh. Jenazahnya dibawa oleh saudara-saudaranya dari medan pertempuran dan dikuburkan di makam keluarga di Modiin.

Kematian pejuang-pejuang Makabe membangkitkan orang-orang Yahudi untuk melakukan perlawanan baru. Setelah beberapa tahun berperang di bawah pimpinan dua anak lelaki Matatias lainnya, orang-orang Yahudi akhirnya memperoleh kemerdekaan dan kebebasan untuk beribadah.

Dalam seni

Periode Abad Pertengahan

Sebagai pahlawan perang dan pembebas nasional, Yudas Makabe telah mengilhami banyak penulis dan berbagai seniman serta komponis. Dalam Comedia Divina, Dante melihat roh Yudas Makabe di Surga Mars bersama dengan "pahlawan-pahlawan iman sejati" lainnya. Dalam karya Shakespeare Love's Labour's Lost, Yudas Makabe ditampilkan bersama Nine Worthies (Sembilan Tokoh Terpuji) lainnya, tetapi diejek karena namanya sama dengan nama Yudas Iskariot. Karya-karya penting dipersembahkan hanya kepadanya sejak abad ke-17. Karya William Houghton, Judas Maccabaeus, yang dipertunjukkan pada sekitar 1601 tetapi kini telah lenyap, diduga merupakan drama pertama dengan tema ini; namun demikian, karya sastra paling awal yang masih bertahan adalah El Macabeo (Napoli, 1638), sebuah epos Kastilia karya orang Portugis Marrano Miguel de Silveyra. Dua karya lainnya dari abad ke-17 adalah La chevalerie de Judas Macabé oleh dramatis dan pengarang tragedy Perancis Pierre du Ryer (sekitar 1600–1658) dan karya anonim dalam bahasa neo-Latin Judas Machabaeus (Roma, 1695).

Abad ke-19

Minat terhadap Yudas baru muncul kembali pada abad ke-19, dengan Giuda Macabeo, ossia la morte di Nikanore... (1839), sebuah "azione sacra" Italia. Berdasarkan karya ini, Vallicella menyusun sebuah oratorium. Salah satu karya sastra yang paling terkenal dengan tema ini adalah Judas Maccabaeus (1872), sebuah tragedy lima babak oleh Henry Longfellow. Sebuah versi bahasa Ibrani dari drama Longfellow diterbitkan pada 1900. Dua interpretasi dari akhir abad ke-19 terhadap kisah ini adalah Judas Makkabaeus, sebuah novella karya pengarang Jerman Josef Eduard Konrad Bischoff yang muncul dalam Der Gefangene von Kuestrin (1885); dan The Hammer (1890), sebuah buku karya Alfred J. Church dan Richmond Seeley.

Abad ke-20

Beberapa pengarang Yahudi pada abad ke-20 juga menulis tentang Yudas Makabe. Jacob Benjamin Katznelson (1855–1930) menulis puisi Alilot Gibbor ha-Yehudim Yehudah ha-Makkabi le-Veit ha-Hashmona'im (1922); novelis AS Howard Fast mengarang My Glorious Brothers (1948); pengarang Yiddish Moses Schulstein yang menulis puisi dramatis "Yehudah ha-Makkabi" (dalam A Layter tsu der Zun, 1954); karangan Jacob Fichmann Yehudah ha-Makkabi adalah sebuah kisah kepahlawanan yang dimasukkan dalam Sippurim le-Mofet (1954). Banyak drama anak-anak yang juga telah ditulis berdasarkan tema ini oleh berbagai pengarang Yahudi. Pada masa Perang Dunia II penulis Swiss-Jerman Karl Boxler menerbitkan novelnya Judas Makkabaeus; ein Kleinvolk kaempft um Glaube und Heimat (1943); sub-judulnya mengesankan bahwa kaum democrat Swiss pada waktu itu menarik kesamaan antara pahlawan nasional mereka, William Tell, dengan pemimpin pemberontakan Makabe dalam melawan tirani asing.

Seni visual

Dalam seni Kristen Abad Pertengahan, Yudas Makabe dianggap sebagai salah satu pahlawan dalam Perjanjian Lama. Ia tampil dalam manuskrip bergambar abad ke-10, Libri Maccabaeorum. Seniman Perancis abad pertengahan akhir, Jean Fouquet, melukis sebuah ilustrasi tentang Yudas yang menang atas lawan-lawannya untuk manuskripnya yang terkenal tentang Yosefus. Rubens melukiskan Yudas Makabe yang sedang berdoa untuk mereka yang telah meninggal dunia. Lukisan ini menggambarkan sebuah episode dari Kitab 2 Makabe 12:39–48 di mana para pasukan Yehuda menemukan jimat-jimat curian yang dianggap berhala di jenazah-jenazah para pejuang Yahudi yang terbunuh di medan perang. Karena itu ia berdoa dan mempersembahkan kurban penebusan dosa untuk para pejuang ini yang telah mati dalam keadaan berdosa. Pada masa Kontra Reformasi nas ini digunakan oleh umat Katolik untuk menghadapi orang-orang Protestan untuk membenarkan doktrin tentang purgatorium. Oleh karena itu, Rubens melukiskan adegan untuk Kapel untuk Orang Mati di Katedral Tournai. Pada abad ke-19, Paul Gustave Doré membuat ukiran Yudas Makabe yang dengan jaya mengejar pasukan-pasukan Suriah yang sedang kocar-kacir.

Musik

Dalam musik, hampir semua komposisi yang diilhami oleh pemberontakan Hasmoni ini terutama memusatkan perhatiannya pada Yudas. Pada 1746, komponis George Frideric Handel menyusun oratoriumnya, Judas Maccabaeus menempatkan kisah Alkitab ini dalam konteks Pemberontakan Yakobit; salah satu tema yang digunakan sebagai lagu Paskah Kristen Thine Be The Glory, Risen Conquering Son. Karya ini, dengan kata-katanya yang disusun oleh Thomas Morrell, dikarang untuk merayakan kemenangan Duke of Cumberland atas para pemberontak Yakobit Skotlandia pada Pertempuran Culloden pada 1746. Refrain yang paling terkenal dari oratorium ini berbunyi "Lihat, sang pahlawan yang menang datang." Judas Maccabaeus karya Handel seringkali dipertunjukkan di Israel, dengan motif "pahlawan yang menang" sebagai lagu Hanuka.

Tom Lehrer merujuk kepada Yudas Makabe dalam lagunya "Hanukkah in Santa Monica".

Rujukan

  1. ^ Apa yang diketahui tentang Yudas Makabe praktis terdapat dalam Kitab-kitab Makabe dan dalam kata-kata Yosefus, yang umumnya tergantung pada sumber ini.
  2. ^ Namun, Galilea tampaknya belum dikosongkan dari para penduduk Yahudinya, karena dua generasi kemudian, ketika Yohanes Hirkanus menaklukkannya, ia menemukan bahwa daerah itu sangat banyak penduduk Yahudinya.

Pranala luar