Wikipedia:Bak pasir
ASAL MULA DAN MAKNA NAMA FAM LASUT sampai Dotulolong Lasut Pendiri Wenang (Manado sekarang). Anak cucu Toar-Lumimuut menghuni kawasan Wuludmahatus karena bergunung/beratus bukit lebat ditumbuhi bambu, hijrah ke Watunietakan, terus ke lereng bukit Tonderukan yang sejuk kaya pangan alami, komunitasnya cepat bertambah. Setelah kesepakan dalam musyawarah adat Paesaan nuwu Watu Pinawetengan taranak-taranak wangko (keluarga besar, bakal suku-suku) menyebar memenuhi Malesung (nama tua Minahasa). Yang menuju barat laut arah ke gunung Lokon, menjadi cikal bakal Toumuung, Touwawo dan Toumbulu yang kemudian semuanya disebut sebagai suku Tomohon.
Asal kata nama keluarga besar (taranak) LASUT Migran dari Watu Pinawetengan setelah berjalan naik turun bukit melewati hutan menemukan mata air jernih Muung, dalam keadaan lelah, kepanasan dan kehausan. Air jernih yang jatuh membentur bebatuan berbunyi "sut..sut..sut" menyegarkan kepala, diminum menghilangkan haus, serta terasa nyaman membasahi badan. Taranak yang tinggal di sekitar mata air Muung itu menjadi leluhur Toumuung. Sejumlah besar taranak melanjutkan perjalanan, menemukan bagian rata suatu ketinggian (Wawo) pada lereng gunung, merekalah Touwawo. Di antaranya ke Wulud yaitu bukit-bukit hutan bambu, mereka dikenal sebagai Touwulud (Tombulu). Semua taranak Touwawo, Tombulu, Toumuung menghuni lokasi sekitar mata-mata air jernih, yang menyegarkan,nyaman dan memberi kehidupan bagi anak cucunya. Di antara taranak-taranak Toumuung, Touwawo dan Toumbulu yang menjadi suku Tomohon, ada taranak yang kemudin memakai nama keluarga atau fam Lasut.
Dari mana asal nama fam keluarga besar atau taranak Lasut itu? Nama ini berasal dari dua kata, yaitu dari bunyi air "sut..sut..sut.." saat jatuh di atas bebatuan selokan, dan kata "la" bermakna pergi, untuk mengambil, menmba air jernih, atau mandi pada mata-mata air di Muung, Wawo, atau Wulud yang mereka temukan. Kompleks mata-mata air hulu selokan dinaungi pohon-pohon besar itu, dijaga penghuni dan dipandang keramat komunitasnya. Hanya orang lelaki wanita (tuama wewene) pemberani yang dapat/boleh pergi la (pergi) menimba air (la..mi rano) mandi dan menimba air dari tempat keramat atau "kapelian" itu. Dari dua suku/kata LA dan bunyi SUT itulah asal nama fam LASUT.
Sebb itu makna nama fam LASUT mesti digali dari bahasa asli keluarga pemakai nama fam itu, yaitu bahasa Makatana` (Tomohon, Tondano, Tonsea, Tontemboan) bukan dari bahasa daerah luar Minahasa. Generasi masa kini keturunan Lasut pemakai nama fam Lasut atau yang kehilangan nama fam karena ketentuan garis ayah, tetapi berdarah Lasut dari garis keturunan ibu, memaknai LASUT sebagai akronim LAki-ki Asli Sulawesi UTara, dengan amanat agung LAkukan Segalanya Untuk Tuhan saja.
Migran dari Watu Pinawetengan tersebut yang menduduki wilayah kosong Malesung barat laut yang terbentang antara puncak gunung Masarang, Mahawu dan Lokon sampai Manado utara sekarang. Saat gunung Lokon meledak diperkirakan pada abad 14, Touwawo turun dari ketinggian lereng gunung tersebut. Mereka menyebar ke Pinaras, Walian, Matani, Kakaskasen, Woloan, Kayawu, Kinilouw, Kali, Lota, Pineleng, pesisir teluk Manado, gunung Wenang, Ares, serta muara utara sungai Tondano. Dari Kinilow Walian atau pemuka agama adat/suku bernama Rurugala Lasut ke Wenang menjadi ukung Ares yang dituakan di antara para "ukung" dalam wilayah Malesung barat laut itu. Satu di antara putranya yang perkasa bernama Dotulolong Lasut membuka hunian timani wanua Wenang (mendirikan negeri Wenang) pada abad ke 16 yang mencakup kawasan pesisir teluk Manado sampai Ares sekarang, digelari Ruru Ares (kepala Walak Ares). Hunian (wanua) Wenang tumbuh cepat sebagai pusat kegiatan, terlebih setelah pedagang berbedil dari Eropa Barat mampir berdagang beras, damar dan berbagai hasil hutan dengan Tou Malesung.Ukung, Tonaas pendiri sanua Wenang cikal bakal kota Manado adalah Dotulolong Lasut. Kota Manado makin ramai dikunjungi pedagang setelah di sebelah selatan muara sungai Tondano dibangun loji yang diperluas menjadi benteng, pertama kali oleh orang Spanyol berikutnya oleh Kompeni (VOC) Belanda. Orang-orang Timur Asing seperti Cina dan Arab, juga suku-suku Nusantara seperti Ternate, Bugis, Makasar, Banjar, Jawa pertama sebagai pengunjung (turis) kemudian menetap karena daya tarik kota Manado yang ramai dan berpeluang maju bersama Tou Malesung/Minahasa yang toleran menghormati perbedaan warisan budaya leluhurnya.