Pembicaraan:Sunnah (status hukum)
Ini adalah halaman pembicaraan untuk diskusi terkait perbaikan pada artikel Sunnah (status hukum). Halaman ini bukanlah sebuah forum untuk diskusi umum tentang subjek artikel. |
|||
| Kebijakan artikel
|
||
Cari sumber: "Sunnah" status hukum – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · HighBeam · JSTOR · gambar bebas · sumber berita bebas · The Wikipedia Library · Referensi WP |
Diskusi Usulan Penggabungan
1. Referensi penulisan kosa kata
Dalam uraian berbahasa Indonesia, sering dijumpai empat cara penulisan, yaitu : sunnah, sunnat, sunah dan sunat. Empat cara penulisan tersebut mengacu pada pokok pembahasan yang sama, yaitu tentang sunnah. Untuk menguji kebenaran penulisannya, gunakan Al Quran sebagai referensi. Misalnya dalam QS (Al Quran, Surah) Al Anfal (8):38 dan Ghafir atau juga disebut Al Mu’min (40):85 terdapat terjemahan sunnah dari lafadz سُنَّت. Atas lafadz ini, jika huruf akhirnya dihidupkan, pembacaannya sunnatan; tetapi jika huruf akhirnya dimatikan, dibaca sunnat. Pembacaan berrangkai atas lafadz tersebut dalam Al Quran adalah sunnatullah. Contoh lainnya misalnya dalam QS Al Ahzab (33):38, dan 62 terdapat lafadz سُنَّةَ. Bila huruf akhirnya dihidupkan, dibaca sunnatan; tetapi jika huruf akhirnya dimatikan, dibaca sunnah. Jika lafadz dalam ayat-ayat tersebut dibaca berrangkai, tetap menjadi sunnatullah. Penulisan dua lafadz tersebut, سُنَّت dan سُنَّةَ menggunakan huruf ن dobel dengan tanda tatsjid. Penulisan lainnya terdapat pada satu ayat, QS Ali Imran (3):37, yaitu سُنَنٌ yang artinya sunnah-sunnah; pada lafadz ini, menggunakan huruf ن tunggal yang mengandung arti jamak.
2. Meluruskan salah kaprah
Berdasarkan pada referensi penulisan sunnah atau sunnat yang bersumber dari Al Quran, sesungguhnya tidak ada cara penulisan sunah atau sunat. Cara penulisan sunah atau sunat (menggunakan huruf n tunggal) lebih banyak didasarkan pada pertimbangan praktis; karena tidak menuliskan huruf n dobel. Jelas, bahwa pertimbangan ini sangat salah kaprah; tidak sesuai dengan tata cara pengalihan dari Bahasa Al Quran ke Bahasa Indonesia. Ada yang khawatir tidak disebut proporsional mengalihkan dari Bahasa Al Quran ke Bahasa Indonesia, lalu menuliskan kosa kata Al Sunnah atau As Sunnah. Maksudnya mengemukakan pemikiran mengenai sunnah atau sunnat. Cara penulisan Al Sunnah atau As Sunnah sama sekali tidak ada relevansinya dengan sunnah atau sunnat. Untuk itu, Al Sunnah atau As Sunnah harus dibahas dalam bagian tersendiri.
3. Makna yang terkandung
Baik sunnah maupun sunnat, memiliki arti sama, yaitu segala ketentuan atau ketetapan. Bila penyebutannya sunnatullah maknanya adalah segala ketentuan Allah. Penyampaiannya kepada umat manusia adalah melalui perkataan atau firman Nya yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada para Nabi/Rasul Nya. Ada penyebutan lain, yaitu sunnaturrasul, maknanya segala ketentuan dari Rasulullah. Ketentuannya berupa ucapan, tindakan dan seluruh tindakan para sahabat yang dibenarkan oleh beliau. Semasa beliau hidup, ketentuan ini disampaikan kepada para pengikutnya secara langsung dan kemudian disebarluaskan oleh para sahabat kepada umat yang lebih luas. Sesudah beliau wafat, sunnaturrasul dikisahkan kembali oleh para sahabat dan ulama (cendekiawan) yang hidupnya tidak berselang lama setelah kewafatan Rasulullah, kemudian dibukukan menjadi Hadis; digunakan sebagai pedoman melaksanakan firman Nya, sampai akhir zaman.
4. Penggabungan atau penghapusan ?
Pemikiran untuk menggabung pembahasan sunah dengan sunnah sangat salah. Yang benar adalah, menghapus bagian sunah, dimana uraian-uraiannya yang baik dan benar dapat dimasukkan ke dalam bagian sunnah. Dengan demikian, yang dikukuhkan adalah bagian sunnah. //Ditulis oleh Mohammad Aslam Sumhudi (bicara) 5 Februari 2013 04.43 (UTC)