[[Berkas:Lua error in package.lua at line 80: module 'Program nuklir Indonesia' not found.


Program nuklir Indonesia merupakan definisi peta yang dipakai untuk memberikan tanda dan label pada peta [[Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.]] dengan proyeksi equirectangular. Penempatan penanda berdasarkan koordinat Garis Lintang dan Bujur pada peta standar atau gambar peta yang serupa.

Penggunaan

Definisi ini digunakan pada templat-templat berikut ketika dipanggil menggunakan parameter "":

Definisi Peta

  • name = Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.
    Nama yang dipakai pada keterangan peta standar
  • image = [[:File:Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.|Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.]]
    Gambar peta standar, tanpa "Image:" atau "File:"
  • image1 = [[:File:Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.|Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.]]
    Gambar peta alternatif, biasanya peta relief, dapat ditampilkan menggunakan parameter relief = 1 atau AlternativeMap
  • image2 = [[:File:Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.|Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.]]
    Gambar peta alternatif kedua, dapat ditampilkan hanya dengan parameterAlternativeMap
  • top = Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.
    Garis lintang pada tepi atas peta, dalam format derajat desimal
  • bottom = Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.
    Garis Lintang pada tepi bawah peta, dalam format derajat desimal
  • left = Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.
    Garis bujur pada tepi kiri peta, dalam format derajat desimal
  • right = Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.
    Garis Bujur pada tepi kanan peta, dalam format derajat desimal
  • x = Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.
    Sebuah ekspresi untuk mengkalkulasi suatu lokasi melalui Garis Bujur-nya; nilai 0 sepanjang tepi kiri dan 100 pada tepi kanan
  • y = Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.
    Sebuah ekspresi untuk mengkalkulasi suatu lokasi melalui Garis Lintang-nya; nilai 0 sepanjang tepi atas dan 100 pada tepi bawah
  • mark = [[:File:Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.|Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.]] ([[File:Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.|Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.|8px]])
    Gambar penanda standar yang ditampilkan dengan peta. Dapat ditimpa oleh parameter mark dalam Templat:Location map, yang mana standarnya adalah Red pog.svg ().
  • marksize = Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.
    Ukuran penanda standar (dalam piksel) yang ditampilkan dengan peta ini (tidak boleh menggunakan px, misalnya marksize=Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan., tidak marksize=Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.px). Dapat ditimpa oleh parameter marksize dalam Templat:Location map, yang diatur standar ke ukuran 8.

Peta alternatif

Peta yang didefinisikan sebagai image1 (Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.) bisa ditampilkan menggunakan parameter relief atau AlternativeMap dalam {{Location map}}, {{Location map many}} dan {{Location map+}}. Peta yang didefinisikan sebagai image2 (Lua error in Modul:Location_map at line 57: Nama definisi peta lokasi yang akan digunakan harus ditentukan.) hanya bisa ditampilkan menggunakan parameter AlternativeMap. Penggunaan kedua parameter ini ditunjukkan pada contoh di bawah. Contoh lainnya bisa ditemukan di:

Tingkat ketelitian

Garis bujur: dari Barat ke Timur definisi peta ini mencakup Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga derajat.

  • Pada gambar dengan lebar 200 piksel, berarti Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga derajat per piksel.
  • Pada gambar dengan lebar 1000 piksel, berarti Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga derajat per piksel.

Garis lintang: dari Utara ke Selatan definisi peta ini mencakup Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga derajat.

  • Pada gambar dengan lebar 200 piksel, berarti Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga derajat per piksel.
  • Pada gambar dengan lebar 1000 piksel, berarti Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga derajat per piksel.


Lihat pula

Templat location map

<div style="position:absolute;z-index:200;top:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%; left:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%;height:0;width:0;margin:0;padding:0;">

<div style="position:absolute;z-index:200;top:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%; left:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%;height:0;width:0;margin:0;padding:0;">

Serpong

<div style="position:absolute;z-index:200;top:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%; left:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%;height:0;width:0;margin:0;padding:0;">

Triga Mark II

<div style="position:absolute;z-index:200;top:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%; left:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%;height:0;width:0;margin:0;padding:0;">

<div style="position:absolute;z-index:200;top:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%; left:Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga%;height:0;width:0;margin:0;padding:0;">

Reaktor nuklir di Indonesia (lihat)
 Reaktor penelitian
 Lokasi reaktor nuklir

Program Nuklir Indonesia merupakan program Indonesia untuk membangun dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir baik di bidang non-energi maupun di bidang energi untuk tujuan damai. Pemanfaatan non-energi di Indonesia sudah berkembang cukup maju. Sedangkan dalam bidang energi (pembangkitan listrik), hingga tahun 2011 Indonesia masih berupaya mendapatkan dukungan publik, walaupun sudah dianggap kalangan internasional bahwa Indonesia sudah cukup mampu dan sudah saatnya menggunakannya.

Kegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Panitia Negara tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik.

Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi BATAN.

Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya, seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktif dan fasilitas nuklir lainnya.

Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 Tentang Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir(BATAN)dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN).

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) didirikan tahun 1998. Penelitian energi atom dimulai di Indonesia. Selain untuk memproduksi listrik, teknologi nuklir juga digunakan untuk kegunaan medis, manipulasi genetika dan agrikultur.

Rencana untuk program PLTN dihentikan tahun 1997 karena penemuan gas alam Natuna dan krisis ekonomi dan politik. Tetapi program ini kembali dijalankan sejak tahun 2005.[1]

Indonesia menyatakan bahwa, sebagai penandatangan NPT (Non-proliferation Treaty) dan Comprehensive Safeguard Agreement program akan berkembang dengan pantauan International Atomic Energy Agency (IAEA). Oleh sebab itu, Mohammed ElBaradei diundang untuk mengunjungi negara ini pada Desember 2006.

Protes terhadap rencana ini muncul pada Juni 2007 didekat Jawa Tengah[1] dan juga lonjakan pada pertengahan 2007.[2]

Pada maret 2008 , melalui menteri Riset dan Teknologi, Indonesia memaparkan rencananya untuk membangun 4 buah PLTN berkekuatan 4800 MWe (4 x 1200 MWe) [2]

Lokasi reaktor nuklir

Untuk penelitian, reaktor riset telah dibuat di Indonesia:

  1. Bandung, Jawa Barat. Pusat Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Bandung. (reaktor Triga Mark II - berkapasitas 250 kW diresmikan 1965 , kemudian ditingkatkan kapasitasnya menjadi 2 MW pada tahun 2000 ).[3]
  2. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (Reaktor penelitian nuklir Kartini - kapasitas 100 kW operasi sejak 1979).
  3. Serpong (Banten). (reaktor penelitian nuklir MPR RSG-GA Siwabessy - kapasitas 30 MW diresmikan tahun 1987).

Berbagai lokasi yang dipelajari kelayakannya sebagai calon tapak untuk membangun reaktor untuk memproduksi listrik (PLTN):

  1. Muria, Jawa Tengah.
  2. Bangka, Provinsi Bangka Belitung.

Berdasarkan UU No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, PLTN hanya dapat dibangun dan dioperasikan oleh perusahaan swasta, BUMN atau Koperasi. Sedangkan BATAN berkewajiban menyiapkan infrastruktur dasar seperti persiapan SDM, studi kelayakan calon tapak, kajian teknologi sebagai TSO (technical support organization), dan pengolahan limbah.

Sumber daya alam

Indonesia memiliki dua lokasi eksplorasi uranium, yaitu tambang Remaja-Hitam dan tambang Rirang-Tanah Merah. Kedua uranium tersebut terletak di Kalimantan Barat. Jika uranium tidak cukup, Indonesia memiliki pilihan mengimpor uranium yang banyak tersedia di pasaran internasional.

Kerjasama

Indonesia adalah anggota aktif IAEA (International Atomic Energy Agency) yang berkedudukan di Vienna, Austria. Kerjasama multilateral via IAEA berlangsung baik dan telah menghasilkan ratusan pakar dan ahli di Indonesia melalui pelatihan di luar negeri maupun via kunjungan ekspert ke Indonesia. Selain itu ada pula kerjasama regional di Asia dan Asean yang berlangsung saling menguntungkan.

Pada tahun 2006, Indonesia menandatangani perjanjian dengan negara lain untuk nuklir, termasuk Korea Selatan, Rusia, Australia dan Amerika Serikat. Australia tidak bermasalah untuk mengirim uranium ke Indonesia, dan terdapat kesepahaman dengan pihak Rusia yang menawarkan untuk membangun reaktor nuklir di Gorontalo.

Motivasi

Indonesia memiliki beberapa alasan untuk membangun reaktor tersebut:

  1. Konsumsi energi Indonesia yang besar dengan jumlah penduduk 237 juta (sensus 2010).
  2. Nuklir akan mengurangi ketergantungan akan petroleum.
  3. Jika konsumsi energi dapat disediakan dengan nuklir, Indonesia dapat memproduksi lebih banyak minyak bumi.
  4. Memproduksi energi yang dapat diperbaharui lainnya, seperti angin dan tenaga matahari lebih mahal.
  5. Jepang, seperti Indonesia, sering terkena gempa bumi, tetapi memiliki reaktor nuklir.
  6. Emisi gas dapat dikurangi.

Kritik

Rencana nuklir Indonesia dikritik oleh Greenpeace dan grup individual lainnya, seperti Gus Dur. Pada Juni 2007, hampir 4.000 demonstran di Jawa Tengah meminta pemerintah membatalkan rencana pembangunan reaktor nuklir. Mereka menolaknya karena bahaya limbah nuklir, dan lokasi Indonesia di Cincin Api Pasifik, dengan banyak aktivitas geologi, seperti gempa bumi dan letusan gunung, sehingga berbahaya untuk memiliki reaktor nuklir.[1]

Catatan kaki

Daftar pustaka

  • Nuclear Power Development in Indonesia by Soedyartomo Soentono, National Atomic Energy Agency, Indonesia.
  • Indonesian Policy on the Development and Utilization of Nuclear Energy by M. Hatta Rajasa, State Minister for Research and Technology, Republic of Indonesia.
  • Paper from 2003 that includes organograms of BAPETEN an BATAN

Pranala luar