Homo ludens
Homo Ludens adalah sebuah konsep yang memahami bahwa manusia merupakan seorang pemain yang memainkan permainan.[1] Homo ludens sendiri merupakan sebuah konsep yang muncul atau ditemukan dalam kebudayaan.[1] Dengan kata lain, setiap kebudayaan memperlihatkan karakter manusia sebagai pemain.[1] Konsep homo ludens merupakan sebuah fenomena budaya.[1] Bahkan dapat dikatakan bahwa konsep tentang permainan sudah ada jauh sebelum kebudayaan.[1] Salah satu contoh yang membuktikan hal ini adalah kita dapat melihat konsep homo ludens dalam bentuk sederhana dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada hewan peliharaan.[1] Ketika kita melihat hewan peliharaan kita bermain maka saat itulah kita melihat bahwa konsep tentang bermain itu terjadi tanpa perlu suatu pola atau petunjuk.[1] Dalam hal ini, bermain dapat dikatakan sebagai insting.[1] Permasalahannya adalah ketika kita mengatakan bahwa bermain sebagai insting maka permainan itu berarti sempit.[1] Sedangkan jika bermain dikatakan sebagai sebuah kehendak atau sebuah pikiran maka makna dari bermain itu akan menjadi luas.[1] Konsep homo ludens ini didasarkan pada konsep Deus Ludens yaitu konsep gambaran karakter Allah yang bermain atau bersenang-senang.[2][3]
Perspektif psikologi
Konsep homo ludens juga memainkan peranan penting dalam dunia psikologi.[1] kegiatan bermain ini menjadi salah satu subjek penelitian dalam dunia psikologi.[1] Dalam dunia psikologi, para ahli psikologis berusaha mencari pola prilaku dari pemain dalam melakukan permainan.[1] Tidak hanya melihat pola prilaku, mereka juga berusaha menentukan fungsi biologis dari kegiatan bermain.[1] Penelitian tersebut kemudian berujung pada pertanyaan tentang mengapa manusia bermain serta apa sebab-sebab manusia bermain.[1] Pertanyaan lain yang muncul adalah apakah arti dari bermain dan apakah dampak yang dirasakan pemain dari kegiatan bermain.[1] Hal yang paling esensi dan yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana seorang manusia dapat merasakan kesenangan di tengah permainan, bahkan walaupun permainan itu mengecewakan pemain?.[1] Salah satu contoh terkait pertanyaan ini adalah bagaimana seorang penjudi bisa merasakan kesenangan dalam bermain judi walaupun ia telah kalah?[1] Melalui pertanyaan ini, kita dapat menemukan esensi dari kegiatan bermain.[1] Kesenangan atau kepuasan dalam bermain ini tidak dapat dianalisis secara total dan juga tidak mampu diinterpretasi secara logis.[1] Bahkan sebagai sebuah konsep, kesenangan dalam permainan tidak dapat disederhanakan ke dalam salah satu bentuk kategori mental.[1]
Pengaruh
Konsep homo ludens mempengaruhi kehidupan manusia.[2] Homo ludens merupakan pasangan dari homo faber yaitu konsep yang memperlihatkan gambaran manusia sebagai pekerja.[2][4][5] Dengan adanya konsep homo ludens, maka dapat tercipta sebuah keseimbangan dalam kehidupan.[2] Keseimbangan kehidupan yang dimaksud ialah manusia tidak melulu harus bekerja tetapi manusia juga harus menyediakan waktu untuk bersantai atau bermain.[2]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u (English) Johan Huizinga. 1950. Homo Ludens: A study of the play element in culture. London: Roy Publishers.
- ^ a b c d e Emanuel Gerrit Singgih. 2011. Dari Eden ke Babel: Sebuah Tafsir Kejadiaan 1-11. Yogyakarta: Kanisius.
- ^ (English) Belden C. Lane. 1998. The Solace of Fierce Landscape. New York: Oxford University Press. Hlm 179-180.
- ^ (English) Keekok Lee. 1999. The Natural and the artefactual: The Implication of Deep Science and Deep Technology for environmental philosophy.Maryland: Lexington Books.
- ^ (English) Richard Kearney. 2001. God who may be: a Hermeneutic Religion. Bloomington:Indiana University Press. Hlm 106-109.