Kerajaan Segati
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP34Itang (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 15 Mei 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 26 April 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh Medelam (Kontrib • Log) 3890 hari 1167 menit lalu. |
Kerajaan Segati adalah kerajaan agama Hindu yang didirikan oleh Tuk Jayo Sati, cucu dari Maharajo Olang dari Kuantan.[1] Kerajaan Segati dulunya berada di daerah hulu Sungai Segati, 15 km dari Negeri Langgam sekarang, di tepi Sungai Kampar, Riau.[1] Saat ini posisi Kerajaan Segati berada di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.[2] Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Tuk Jayo Alam, putra Tuk Jayo Tunggal.
Sejarah
Pusat Kerajaan Segati pada awalnya berada di Ranah Tanjung Bungo, Negeri Langgam sekarang.[2] Kemudian pusat kerajaan dipindahkan di Ranah Gunung Setawar, di hulu Sungai Segati oleh putra Tuk Jayo Sati yang bernama Tuk Jayo Tunggal. Dalam perkembangannya Kerajaan Segati, datang seorang utusan dari Negeri Gunung Sahilan ke Segati membawa lada hitam.[2] Kemudian, Raja Segati pada waktu itu, Tuk Jayo Tunggal membeli lada hitam tersebut dan menjualnya ke Kota Macang Pandak Kuantan.[2] Sejak saat itu, perdagangan lada antara Segati dan Kuantan menjadi ramai dan lancar.[1] Tak berapa lama datanglah utusan dari Gunung Hijau (diduga Pagaruyung) yang menawarkan timah.[1] Kemudian Tuk Jayo Tunggal membeli timah yang ditawarkan dan menjualnya di Bandar Sangar, Kuala Kampar.[1] Setelah Tuk Jayo Tunggal meninggal, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Tuk Jayo Alam.[2]
Perkembangan dan kejayaan
Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Alam, Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan yang saat itu berpusat di Negeri Ranah Gunung Setawar.[1] Berbagai komoditas diperdagangkan seperti rempah-rempah, terutama cabai.[1] Komoditas-komoditas itu diperdagangkan dalam relasi perdagangan antara Segati dengan Kuantan dan Sangar.[1] Perkembangan Kerajaan Segati yang begitu pesat menimbulkan rasa iri pada kerajaan tetangga, yaitu Gassib.[2] Karena perasaan iri itulah, Gassib menyerang Kerajaan Segati dan dapat menguasai Negeri Ranah Gunung Setawar yang dipimpin oleh seorang Hulubalang Panglima Puto.[2] Raja Segati, Datuk Jayo Alam beserta para pengikutnya melarikan diri ke hulu Sungai Segati.[2] Di hulu Sungai Segati inilah Tuk Jayo Alam membangun negeri baru yang disebut Negeri Segati.[1] Disebut Segati karena saat itu perbekalan Sang Raja tinggal sekati lada.[1] Di Segati, Raja Tuk Jayo Alam kembali menyusun kekuatan dan menyerang Gassib yang sedang menguasai negeri kekuasaan Kerajaan Segati.[1] Dalam penyerangan tersebut Tuk Jayo Alam berhasil merebut kembali Ranah Gunung Setawar, sementara hulubalang Gassib melarikan diri ke negeri asalnya (Gassib).[1] Walaupun Ranah Gunung Setawar telah dikuasai kembali, namun pusat pemerintahan tetap di Negeri Segati.[2] Jadi, Raja Tuk Jayo Alam tetap memerintah dari Negeri Segati.[2]
Setelah Tuk Jayo Alam meninggal, ia digantikan oleh putrinya yang bernama Tuk Jayo Laut.[1] Putrinya bernama Tuk Jayo Laut konon katanya karena ia sering berlayar ke laut.[1] Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Laut, perdagangan lada bertambah ramai.[1] Tuk Jayo Laut digantikan oleh putranya, Tuk Jayo Tinggi.[1] Kemudian Tuk Jayo Tinggi diganti oleh Tuk Jayo Gagah.[1] Pemerintahan terus berlanjut hingga Tuk Jayo Gagah digantikan oleh Tuk Jayo Kolombai, dan setelah itu digantikan oleh Tuk Jayo Bedil.[butuh rujukan] Tuk Jayo Bedil adalah raja yang pertama kali menggunakan bedil.[1]
Kejatuhan
Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Bedil, perdagangan dengan Malaka tidak dilakukan lagi.[2] Hal ini disebabkan telah kalahnya Malaka atas bajak laut Peringgi (Portugis).[2] Oleh karena itu, Kerajaan Segati hanya melakukan perdagangan dengan Kuantan melalui Negeri Ranah Koto Macang Pandak.[2] Pada waktu itu, datang seorang utusan Tuk Sanggar Raja Dilaut yang meminta bantuan Kerajaan Segati untuk menyerang Peringgi di Malaka.[2] Tuk Jayo Bedil menyetujui permintaan tersebut dan mengirimkan angkatan perangnya yang dipimpin oleh Panglima Kuntu.[2]