Gunung Nglanggeran
Gunung Nglanggeran adalah satu-satunya gunung api purba di Yogyakarta yang terbentuk dari karst atau kapur.[1][2] Gunung ini terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul yang berada pada deretan Pegunungan Seribu. [2][3]
Legenda
Bukit Nglanggeran konon merupakan tempat menghukum warga desa yang ceroboh merusak wayang.[3] Asal kata nglanggeran adalah nglanggar yang mempunyai arti melanggar.[3] Pada ratusan tahun yang lalu, penduduk desa sekitar mengundang seorang dalang untuk mengadakan pesta syukuran hasil panen.[3] Akan tetapi para warga desa melakukan hal ceroboh.[3] Mereka mencoba merusak wayang si dalang.[3] Dalang murka dan mengutuk warga desa menjadi sosok wayang dan dibuang ke Bukit Nglanggeran.[3]
Ada beberapa bebatuan besar yang menurut cerita warga sekitar digunakan untuk tempat pertapaan warga.[1] Warga sekitar mengatakan bahwa menurut kepercayaan, Gunung Nglanggeran dijaga oleh Kyai Ongko Wijoyo serta tokoh pewayangan Punokawan.[1] Pada malam tahun baru Jawa atau Jumat Kliwon, beberapa orang memilih semedi di pucuk gunung.[2] Di Gunung Nglanggeran ini pula warga pernah menemukan arca mirip Ken Dedes..[2]
Karakteristik
Berdasarkan penelitian, gunung api ini merupakan gunung berapi aktif sekitar 60 juta tahun yang lalu lalu.[1] Lapisan kapur pada Gunung Nglanggeran berasal dari lapisan dasar laut yang terangkat dan kemudian menjadi daratan jutaan tahun lalu.[3] Gunung ini memiliki bebatuan besar yang menjulang tinggi sehingga biasanya digunakan sebagai jalur pendakian dan tempat untuk pertapaan warga.[1] Puncak gunung tersebut adalah Gunung Gedhe di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, dengan luas kawasan pegunungan mencapai 48 hektar.[2]
Perjalanan Menuju Puncak Nglanggeran
Perjalanan menuju puncak gunung akan melewati jalanan tanah serta lorong-lorong bebatuan yang sempit.[4] Dengan jarak tempuh pendakian lebih kurang dua jam, wisatawan bisa menapaki puncak tertinggi gunung api purba itu.[5] Apabila berangkat sore, wisatawan dapat menyaksikan matahari yang terbenam.[4] Selain itu, pengunjung juga perlu menggunakan tali untuk mendaki bukit-bukit yang pendek.[4] Ada papan petunjuk yang membuat wisatawan tidak mudah tersesat.[4]
Pengembangan Wisata
Tahun 1999, obyek wisata ini dikelola Karang Taruna Bukit Putra Mandiri yang mengenakan tarif tiket Rp 500 per orang, namun fasilitasnya belum lengkap.[2] Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di situs gunung api tersebut, tahun 2008 [Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil alih pengelolaannya dan menambah berbagai fasilitas.[2]
Di sekitar Gunung Nglanggeran dapat dijumpai embung yang merupakan bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut.[2] Embung dengan luas sekitar 5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekeliling embung.[2] Pada musim kemarau, para petani bisa memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah.[2] Pengunjung bisa naik ke embung dengan tangga.[2] Sampai di sisi embung, pengunjung bisa melihat matahari terbenam dan melihat gunung api purba di seberang embung.[2]
Referensi
- ^ a b c d e "Gunung Nglanggeran Gunung Api Purba di Yogyakarta". www.nationalgeographic.co.id. Diakses tanggal 6 Mei 2014.
- ^ a b c d e f g h i j k l "Berwisata ke Desa Nglanggeran". www.travel.kompas.com. Diakses tanggal 6 Mei 2014.
- ^ a b c d e f g h "Bukit Nglanggeran: Kutukan Dalang bagi Yang Nglangger". www.intisari-online.com. Diakses tanggal 6 Mei 2014.
- ^ a b c d "Menepi Di Puncak Gunung Nglanggeran". www.harianjogja.com. Diakses tanggal 12 Mei 2014.
- ^ "Cahaya Di Puncak Gunung Nglanggeran". www.travel.kompas.com. Diakses tanggal 12 Mei 2014.