Umar (nama)

nama pemberian maskulin
Revisi sejak 10 Juni 2007 05.13 oleh Dragunova (bicara | kontrib) ({{gabungkepada|Umar bin Abdul-Aziz}})

Seorang Tabiin terhormat. Dia mendapat gelar Khalifah Rasyid yang ke lima karena memerintah sesuai dengan sistem Khulafaur Rasyidin. Dia naik tahta setelah Sulaiman bin Abdul Malik. Muhammad bin Ali bin Husain mengatakan tentang dirinya, “Kalian tahu bahwa setiap kaum memiliki orang yang yang menonjol? Yang menonjol dari Bani Umaiyah adalah Umar bin Abdul Aziz. Saat dibangkitkan di hari kiamat kelak, merupakan satu kelompok tersendiri.”

Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu pada saat usia masih kecil. Walapun begitu dia sudah bergaul dengan para pemuka ahli fikih dan ulama. Pada masa itu juga pernah menjabat gubernur Madinah sebentar.

Dibaiat menjadi khalifah

Dia dibaiat menjadi khalifah setelah wafatnya Sulaiman bin Abdul Malik, sedang dia tidak menyukainya. Oleh karena itu dia mengumpulkan orang-orang di mesjid untuk salat berjamaah lalu berpidato. Setelah menyampaikan pujian kepada Alloh dan bersalawat kepada Nabi, dalam pidatonya dia mengatakan, “Wahai manusia! Saya telah diuji untuk mengemban tugas ini tanpa dimintai pendapat, permintaan dari saya, atau musyawarah kaum Muslimin. Maka sekarang ini saya membatalkan baiat yang kalian berikan kepada diri saya dan untuk selanjutnya pilihlah khalifah yang kalian suka!” Tetapi orang-orang yang hadir dengan serempak mengatakan, “Kami telah memilih engkau wahai Amirul Mukminin. Perintahlah kami dengan kebahagiaan dan keberkatan!” Setelah itu dia lalu menyuruh semua orang untuk bertakwa, untuk tidak menyukai dunia dan menyukai akhirat, kemudian berkata, “Wahai manusia! Barang siapa menaati Allah, wajib ditaati, siapa yang mendurhakai-Nya tidak boleh ditaati oleh seorangpun. Wahai manusia! Taatilah saya selama saya menaati Alloh dalam memerintamu dan jika saya mendurhakai-Nya tidak ada seorangpun yang boleh mentaati saya.” Lalu dia turun dari mimbar.

Percakapan antara dia dengan putranya setelah menjadi khalifah

Sesampainya di rumah, Umar pergi ke tempat tidur untuk istirahat. Tetapi belum sempat membaringkan badannya, putranya, Abdul Malik datang menghampirinya. Ketika itu berumur 17 tahun. Dia mengatakan, “Apa yang hendak engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?” “Oh putraku, aku hendak istirahat sebentar, dalam tubuhku tidak ada kekuatan lagi.” jawab Umar. Abdul Malik berkata lagi, “Apakah engkau istirahat sebelum mengembalikan hak yang dirampas dengan jalan curang kepada yang punya?” Umar menjawab, “Putraku, tadi malam saya bergadang untuk mengurus pamanmu, Sulaiman dan nanti waktu Zuhur saya akan salat bersama orang-orang dan insya Allah akan mengembalikan hak-hak yang diambil secara curang itu kepada yang punya.” Abdul Malik berkata lagi, “Siapa yang bisa menjamin dirimu akan hidup sampai Zuhur wahai Amirul Mukminin?” Serta merta Umar berdiri, lalu mencium dan merangkul anaknya, serta mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dari tulang rusukku seseorang yang menolongku dalam beragama.” Seketika itu juga dia memerintahkan untuk menyeru semua orang, bahwa barang siapa pernah dicurangi oranglain, agar melapor. Umar pun mengembalikan hak-hak yang dirampas dengan curang itu kepada yang punya.

Keadilannya

Umar pernah mengumpulkan sekolompok ahli fikih dan ulama dan mengatakan, “Saya mengumpulkan tuan-tuan ini untuk meminta pendapat mengenai hasil tindak curang yang berada pada keluargaku.” Mereka mengatakan, “Itu semua terjadi sebelum masa pemerintahanmu. Maka dosanya berada pada yang merampasnya.” Umar tidak puas dengan pendapat itu dan mengambil pendapat kelompok lain, di dalamnya termasuk putranya Abdul Malik yang mengatakan kepadanya, “Saya berpendapat, hasil-hasil itu harus dikembalikan kepada yang berhak, selama engkau mengetahuinya. Jika tidak dikembalikan engkau telah menjadi patner mereka yang merampasnya dengan curang.” Mendengar itu Umar puas dan langsung berdiri untuk mengembalikan hasil-hasil tindak kecurangan itu.

Wafatnya

Masa pemerintahannya hanya berlangsung sebentar. Hanya dua tahun setengah. Dia menemui Tuhan dalam keadaan adil kepada rakyatnya.

Sumber

Pranala Luar