Sofjan Wanandi
Sofjan Wanandi (lahir 3 Maret 1941[2]; terlahir dengan nama Liem Bian Koen) adalah pengusaha Indonesia dan pemilik bisnis Gemala Group.[2] Adik dari Jusuf Wanandi (politisi senior dan pendiri CSIS).[2]
Sofjan Wanandi | |
---|---|
Berkas:Sofjanwanandi.jpg | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 3 Maret 1941 Sawahlunto, Sumatera Barat, Hindia Belanda |
Suami/istri | Riantini Wanandi |
Anak | Emmanuel Lestarto Wanandi A Lukito Wanandi P Witarsa Wanandi |
Almamater | Universitas Indonesia Kolese Kanisius |
Pekerjaan | Pemilik Gemala Group[1] |
Sunting kotak info • L • B |
Mantan aktivis 1966 ini telah memiliki banyak pengalamannya dalam bidang ekonomi, birokrasi, dan politik.[3] Sofjan menjabat Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk periode 2008-2013.[4]
Karier dan Perjalanan Hidup
Sekolah dan dunia aktivis
Sedari kecil, Sofjan telah bersentuhan dengan dunia usaha.[2] Ketika masih duduk di SMP Padang, Sofjan Wanandi sudah menjadi penjaga toko kelontong dan binatu, milik ayahnya sendiri.[2]
Namun, selepas dari SMP (1957), ia ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.[2] Ia masuk ke SMA Kanisius Jakarta (lulus 1960).[2] Ia kemudian melanjutkan studi ke Fakultas Ekonomi Universias Indonesia (tk. V 1965).[2] Ketika menjadi mahasiswa ini, kiprahnya beralih ke dunia aktivis.[2] Ia sempat tinggal di Bandung saat diterima kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran.[4] Namun karena belum lama setelah itu ia diterima di UI, ia memutuskan pindah.[4]
Ketika di Universitas Indonesia, Ia menjadi ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).[4] Ketika pecah insiden G-30-S/PKI, ia terlibat dalam pertengkaran ideologi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Karier aktivismenya ia lanjutkan dengan menjadi ketua KAMI Jaya.[4]
Demi perlawanan atas paham komunis, tanpa menghitung untung rugi ia langsung terjun ke lapangan.[4] Sebagai salah seorang Ketua KAMI Jaya, ia memimpin pelbagai aksi hingga akhirnya, dia harus dibui oleh pemerintahan Soekarno.[4] Hanya lima hari dipenjara, ia akhirnya dilepaskan kembali.[4]
Ketika pemerintahan beralih ke presiden Soeharto, ia ikut bergabung dalam Golkar.[2] Sofjan juga dekat dengan Ali Murtopo serta ikut membantu menjadi sekretaris pribadi Soedjono Humardani yang saat itu merupakan orang-orang di lingkaran dalam kekuasaan Soeharto.[2] Karena terlalu sibuk, sebenarnya ia meminta cuti pada Soejono untuk menyelesaikan skripsi.[2] Tetapi ia diminta berhenti kuliah saja dan Sofjan benar-benar berhenti kuliah ketika ia telah berada pada tingkat lima pada 1965.[4] Sofjan menjadi anggota DPR dan termasuk anggota yang termuda saat itu bersama 10 rekan mahasiswa lainnya seperti Cosmas Batubara, Nono Makarim, Fahmi Idris, Abdul Gaffur, David Napitupulu, dan Marie Muhammad.[4]
Kembali berbisnis
Pada akhirnya, kiprahnya di dalam dunia usaha kembali ia raih[2]. Cita-citanya menjadi pengusaha mulai menjadi kenyataan pada 1974 yakni hanya beberapa saat setelah peristiwa Malari 15 Januari 1974.[butuh rujukan] Ia dipercayai Yayasan Kostrad memimpin sejumlah perusahaan[2]. Kala itu ia menjabat Wakil Presiden Direktur PT Dharma Kencana Sakti yang membawahkan PT Garuda Mataram (perakit mobil), PT Mandala Airways, dan PT Dharma Putra Film[2]. Ketika memimpin PT Tri Usaha Bakti, ia terjun ke dalam usaha di bidang industri, perkapalan, asuransi, dan konstruksi[2].
Kemudian, berawal dari PT Pakarti Yoga, Sofjan merintis bisnisnya di Grup Gemala[4]. Perusahan yang ia rintis ini mendapatkan modal Dengan surat tanah rumah ayahnya dan gedung CSIS.[butuh rujukan] Gedung CSIS sendiri ia gadaikan setelah mendapatkan lampu hijau dari Ali Murtopo[4]. Berkat kerja kerasnya Grup Gemala (hingga 2008) telah mempekerjakan lebih dari 15 ribu tenaga kerja telah berkiprah di mancanegara (Australia dan Kanada)[4]. Membawahi beberapa perusahaan besar seperti asuransi Wahana Tata, pabrik aki PT Yuasa Battery Indonesia, pabrik farmasi, dan lainnya[4].
Ketua Apindo
Di usia yang tidak muda lagi, hanya jabatan komisaris yang dia sandang.[4] Operasional perusahaan telah diserahkan kepada anak-anak laki-lakinya.[butuh rujukan] Yakni, Lestarto, Lukito, dan Witarsa yang namanya diberi oleh almarhum Kapolri Jenderal (pur) Hoegeng.[4]
Pada akhir 2008, ia menjadi orang nomor satu dalam lingkungan pengusaha di Indonesia.[4] Sofjan terpilih sebagai ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Apindo yang terpilih dalam Munas VIII di Hotel Borobudur, 27-29 Maret 2008.[butuh rujukan] Sofjan memimpin Apindo untuk periode 2008-2013.[4] Ini adalah kali kedua ia memimpin Apindo setelah pada periode sebelumnya ia juga terpilih[5]
Sebagai ketua Apindo, Sofjan berusaha menjembatani perbedaan itu dengan memelopori terjadinya kesepakatan bipartit antara pekerja dan pengusaha.[4] Kesepakatan itu intinya harus bisa memberikan solusi sehingga perselisihan di antara keduanya terlebih dahulu diselesaikan lewat perundingan tanpa melibatkan pihak luar.[6] Salah satu dasar yang diletakkan Sofjan, pertentangan kelas yang menjadi dasar pemikiran dalam menjelaskan hubungan antara buruh dengan pengusaha dinilai tidak lagi relevan.[4] Sofjan menilai bahwa pengusaha harus melihat buruh sebagai partner.[butuh rujukan] Dengan paradigma itu, Apindo memosisikan peran serta fungsinya sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab untuk menarik investasi padat karya di Indonesia.[4]
Referensi
- ^ investing.businessweek.com. Sofjan Wanandi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Sofjan Wanandi. Pusat Data dan Analisis Tempo.
- ^ www.tempo.co.id. Wawancara Sofyan Wanandi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u apindo.or.id. Lebih Dekat dengan Sofjan Wanandi, Ketua Umum Apindo (2008-2013). (diakses 5 Mei 2010)
- ^ www.tokohindonesia.com. Sofjan Wanandi
- ^ "Tak mungkin serahkan nasib Kepada pemerintah". Majalah TEMPO, 13 April 2008.
http://msmunir-ina.blogspot.com/2013/11/setelah-ali-moertopo-menyikut-sumiskun.html