Budaya internet
Cyberculture atau budaya internet adalah budaya yang teleh muncul, atau muncul dari penggunaan jaringan komputer untuk komunikasi, hiburan dan bisnis. Budaya internet juga merupakan studi tentang fenomena sosial yang terkait dengan internet dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi jaringan, seperti komunitas online, game multi-player online, jejaring sosial, pemanfaatan komputer dan aplikasi mobile internet. Mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan identitas, privasi dan pembentukan jaringan [1]. Cyberculture menyangkut hubungan antar manusia, komputer dan kepribadian yang dilakukan di dunia maya.
Sejarah
Kata "cyberculture" mengacu pada produk budaya dan praktik yang lahir dari teknologi komputer dan internet dan subkultur tertentu yang berkaitan dengan komputer, seni, dan bahasa. Pada tahun 1970-an, cyberculture menjadi kajian penting para ahli teknologi, termasuk matematika, ilmuwan komputer, dan akademisi, yang ditujukan untuk bertukar dan mempromosikan ide-ide yang berkaitan dengan perkembangan komputer dan elektronik. Pertengahan tahun 1990 cybercultur semakin berkembang. Setelah terjadi komersialisasi internet dan World Wide Web, cybercultur semakin berpengaruh pada dinamika budaya dan hubungan sosial dalam masyarakat.
Bermula pada awal 1990 an, isu kultural ini mulai mengisi sejumlah surat kabar dan majalah di Amerika Serikat mengenai internet, cyberspace dan "informasi tanpa batas". Contohnya pada 1993 dan 1994, majalah Time mempublikasi bahasan mengenai internet, sedangkan majalah newsweek mengeluarkan suatu cover yang berjudul, "Pria, Wanita dan Komputer". Sedangkan pada tahun 1994, edisi kedua dari buku The Internet for Dummies and The Whole menjadi laku keras.
Tulisan-tulisan mengenai cyberculture pada umumnya terurai dengan jelas. Biasanya diperlukan untuk mengikuti istilah internet dengan sistem jaringan komputer global. Para jurnalis ini dituntut untuk mengenalkan kepada para pembaca awam kepada versi pra-www dari cyberspace. Oleh karena itu, sebagian besar pekerjaan ini mencakup penjabaran komplit, penjelasan dan plikasi dari teknologi Net awal, seperti contohnya transfer data, gopher, lynx, konfigurasi unix, telnet dan Usenet.
Sebagai tambahan akibat penjelasan yang terlalu berlebihan, cyberculture awal seringkali mengalami dualism terbatas. Beberapa peneliti (Jones 1997; Kinney 1996; Kling 1996; Rosenzweig 1999) telah mencatat beberapa hal bahwa cyberculture awal seringkali mengikuti bentuk suatu dystopian rants atau utopian raves. Dari satu sisi, kritikus budaya menyalahkan internet akibat memburuknya buta huruf, keadaan politik, keterasingan ekonomi dan kehidupan sosial yang terpecah-pecah.
Sebaliknya, sekelompok besar penulis, investor dan politikus yang mengklaim sebagai technofuturist menyatakan bahwa cyberspace merupakan suatu era baru peradaban, domain digital yang dapat mengangkat bisnis-bisnis besar, pengembangan partisipasi demokratis dan mengakhiri ketidakadilan ekonomi dan sosial di masyarakat.
Cyberculture di tengah masyarakat
Cyberculture di tengah masyarakat identik dengan budaya pencitraan dan makna yang setiap saat dipertukarkan dalam ruang interaksi simbolis, yang akhirnya akan menciptakan culture universal, seperti yang dimiliki oleh masyarakat nyata [2], yaitu :
- Peralatan dan perlengkapan hidup
Peralatan dan perlengkapan hidup masyarakat maya adalah teknologi informasi yang umumnya dikenal dengan mesin-mesin komputer dan mesin-mesin elektronik lain yang membantu kerja atau dibantu oleh mesin komputer.
- Mata pencaharian dan sistem-sistem ekonomi
Masyarakat maya memiliki mata pencaharian yang sangat menonjol dan spesifik dalam bentuk menjual jasa dengan sistem ekonomi substitusi
- Sistem kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan yang dikembangkan dalam masyarakat maya adalah dalam bentuk sistem kelompok jaringan baik intra maupun antarjaringan yang ada dalam masyarakat maya.
Cybercultur adalah gerakan sosial dan budaya yang terkait erat dengan teknologi informasi dan telekomunikasi. Cyberculture mulai berkembang antara tahun 1960 dan 1990. Perkembangan cyberculture dipengaruhi oleh pemanfaatan teknologi komunikasi berbasis internet atau lebih dikenal dengan information, communication, and technology (ICT). ICT telah menjadi bagian penting dari perkembangan cyberculture. Oleh karena itu seluruh elemen masyarakat di belahan dunia manapun banyak melakukan upaya untuk melakukan pengembangan komunitas berbasis inklusivitas terhadap dunia digital, yang dikenal dengan community literacy dan digital literacy.
Community literacy
Community literacy (komunitas literasi) adalah program keaksaraan berbasis masyarakat, baik oleh lembaga pendidikan informal, maupun melalui lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan Universitas. Community literacy awalnya dipandang sebagai sebuah eksklusivitas dari culture literacy, yaitu cara bagi orang untuk mengakui berbagai bentuk masing-masing keahlian melalui seni bicara dan teks untuk menarik perbedaan mereka sebagai sumber daya untuk mengatasi masalah bersama. Kemudian muncul perubahan analisis yang mengatatakan bahwa community literacy merupakan dorongan bagi orang maupun komunitas untuk mencari dan mendapatkan profesi yang lebih luas dari ranah publik. Community literacy mengacu pada seluruh praktek melek huruf yang melibatkan keluarga dan sosial untuk pengorganisasian tindakan masyarakat [3]. Media konvensional yang sebelumnya digunakan untuk program pendidikan keaksaraan, kini beralih pada media digital yang dikenal dengan digital literacy.
Digital literacy
Digital literacy merupakan dasar-dasar untuk memahami pentingnya informasi, yang secara sadar akan meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sumber dan saluran informasi secara Digitalisasi. Hal ini dikaitkan dengan kebutuhan publik terhadap kemampuan untuk memahami dan melakukan evaluasi integrasi informasi dalam berbagai bentuk dan format yang ditawarkan oleh dunia digital. Agar teknologi Digital dapat efektif digunakan, ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan [4] :
- Akses yang bermakna. Akses internet saat ini sangat dibutuhkan masyarakat. Bila seseorang memiliki intensitas untuk mengakses internet, faktor yang perlu diperhatikan bukan saja hanya dari segi infrastruktur, tetapi juga dari segi tingkat literasi atau kemampuan menggunakan teknologi dan kompetensi kognitif. Oleh karena itu untuk meningkatkan kehidupan sosial melalui pemanfaatan teknologi, publik harus menyadari makna dari penggunaan ICT dari sudut pandang kapasitas masyarakat untuk menggunakan teknologi tersebut.
- Motivasi. Tidak hanya bagaimana publik menggunakan teknologi tersebut, namun sampai pada usaha mereka untuk menggunakan teknologi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
- Daya dukung sosial. Merupakan daya dukung sosial yang mampu membuat seseorang merasa percaya diri untuk menggunakan teknologi secara aktif dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan dan perekonomian. Individu yang lebih banyak terekspos teknologi dalam lingkungannya, dialah yang lebih mampu untuk mengadopsi teknologi dalam pengembangan kehidupannya.
Manifestasi cyberculture
Manifestasi cyberculture meliputi berbagai interaksi manusia yang dimediasi oleh jaringan komputer, yaitu meliputi aktivitas, kegiatan, permainan, dan beragam aplikasi. Beberapa didukung oleh perangkat lunak khusus dan sebagian bekerja pada protocol web umum. Contoh dari cyberculture yaitu :
Pranala luar
http://macek.czechian.net/defining_cyberculture.htm
http://www.cybercultura.it/index_eng.asp
http://rccs.usfca.edu/
Referensi
- ^ Manovich, Lev. "New Media From Borges to HTML." The New Media Reader. Ed. Noah Wardrip-Fruin & Nick Montfort. Cambridge, Massachusetts, 2003. 13-25.
- ^ Bungin, Burhan. (2007). Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
- ^ Higgins,L., Long, E,. & Flower,(1996) Community. Literacy: A Rhetorical Model for Personal and Public Inquiry. Pittsburgh, PA: Carnegie Mellon.
- ^ Pischetola, Magda. (2011). Digital Media and Learning Evolution: A Research on Sustainable Local Empowerment. Global Media Journal, Volume 11 Issue 18