Ribut Waidi
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Ribut Waidi (Pati, Jawa Tengah, 5 Desember 1962) adalah salah satu legenda sepak bola Indonesia. Namanya seketika melambung ke langit ketika ikut mengantar PSIS Semarang meraih gelar juara Perserikatan 1987. Di partai final, di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, PSIS melibas Persebaya Surabaya. Ribut juga dinobatkan sebagai man of the match pada pertandingan itu.
Setelah mengantar Mahesa Jenar ke puncak juara, ia dipanggil PSSI untuk membela tim nasional SEA Games Jakarta 1987. Di pesta olahraga Asia Tenggara itu, nama Ribut Waidi semakin mencorong. Apalagi setelah ia mencetak satu-satunya gol kemenangan Indonesia atas Malaysia di partai puncak, yang juga merupakan medali emas pertama cabang sepak bola di arena SEA Games.
Ribut kemudian selalu dipanggil ke tim nasional. Sepanjang 1986-1990, pemain yang selalu memakai nomor punggung 10 ini membela tim nasional ke Piala Kemerdekaan, kualifikasi Piala Asia, serta Pra-Piala Dunia.
Untuk mengingat jasa serta pengabdiannya kepada bangsa dan negara serta Kota Semarang, Pemerintah Kota Semarang bahkan mendirikan patung Ribut Waidi sedang menggiring bola di Jalan Karang Rejo, jalur utama menuju Stadion Jati Diri, Semarang.
SEA Games 1987
Julukan sebagai salah satu legenda sepak bola Indonesia tidak terlalu berlebihan untuk Ribut Waidi, mantan pemain nasional dan PSIS Semarang. Betapa tidak, dialah pencetak satu-satunya gol penentu kemenangan Indonesia atas Malaysia pada SEA Games 1987.
Ribut membobol gawang Malaysia setelah berhasil mengecoh dan melewati barisan pertahanan negeri jiran itu. Gol tunggal tersebut sebagai pemecah sejarah baru sepak bola Indonesia sejak pertama kali ikut SEA Games pada 1977. Untuk pertama kalinya tim nasional meraih medali emas cabang sepak bola. Setelah itu, tim nasional kembali meraih medali emas di SEA Games Manila 1991. "Yang lebih menegangkan lagi, gol itu terjadi pada menit ke-15 perpanjangan waktu pertama. Waktu itu jalannya pertandingan memang sangat menegangkan," kata Ribut.
Saat itu jutaan pasang mata menyaksikan kepiawaian Ribut dalam mengolah si kulit bundar dan menyelamatkan tim nasional di depan publiknya sendiri. Ribut pun diarak mengelilingi lapangan. Itulah kenangan yang paling tak terlupakan bagi Ribut. Saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan, jantung Ribut ikut bergetar. Ia tak kuasa menahan air mata. "Meski saya anak ndeso, saya sudah ikut memberikan yang terbaik bagi bangsa ini melalui sepak bola," kata Ribut.
Karir
Kini, setelah gantung sepatu, Ribut bekerja sebagai karyawan di Pertamina
Klub
- PS Sukun Kudus (1976-1980)
- Persiku Kudus (1980)
- PS Kuda Laut Pertamina Semarang (1981-1984)
- PSIS Semarang (1984-1992)
- Tim nasional sepak bola Indonesia (1986-1990)