Sundari Soekotjo
Sundari Untinasih Soekotjo (lahir 14 April 1965) adalah seorang penyanyi keroncong dari Indonesia. Ia juga pernah mengajar sebagai guru kesenian di SMA 38 Jakarta. Pendidikannya adalah D-3 IKIP pada tahun 1987 dan sarjana musik dari Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2002.
Sundari Soekotjo | |
---|---|
Informasi latar belakang | |
Genre | keroncong, pop Jawa, campursari, pop, pop keroncong |
Pekerjaan | penyanyi |
Tahun aktif | 1976–sekarang |
Label | Gema Nada Pertiwi (2002-sekarang) |
Karier dan kehidupan pribadi
Kecintaan Sundari pada musik keroncong bermula sejak ayahnya Soekotjo Ronodihardjo, seorang tentara berpangkat letnan satu (alm) memperkenalkannya pada musik mendayu-dayu itu. Ayahnya yang hobi menyanyi lagu keroncong sering mengajak Sundari menyanyi bersama. Dalam keluarga, sejak kecil anak kedua dari tiga bersaudara yang biasa dipanggil Unti ini mendapat pendidikan yang keras dan disiplin dari ayahnya. Meski ia kerap mengelak saat disuruh latihan, Sundari membantah jika kecintaannya pada musik keroncong datang dari paksaan kedua orang tuanya, terlebih dari sang ayah. “Saya menggeluti musik keroncong karena kemauan sendiri”, kenangnya.
Umur 9 tahun, ia menyanyi pop bersama Joko Sutisno di TVRI. Selanjutnya Sundari belajar menyanyi keroncong pada beberapa guru. Tahun 1975, ketika umurnya menginjak usia 10 tahun, ia baru mulai mengikuti perlombaan dengan menjadi perwakilan dari SD Halim, Jakarta tempat dia sekolah. Baru tahun 1977 ia mengkhususkan diri pada lagu keroncong dan satu tahun kemudian, mengikuti berbagai festival keroncong. Pada festival keroncong remaja, 1978 Sundari terpilih menjadi finalis.
Tahun 1979, ia akhirnya menembus juara kedua di ajang juara bintang radio dan TV untuk kategori keroncong dewasa wanita. Itu pun dengan mencuri umur, karena Unti belum mencapai 15 tahun. Ia berhasil mengelabui panitia karena dengan kebaya dan sanggul. Baru sebentar Sundari menikmati pujian berkat penampilannya, Sundari menuai kritikan karena ketahuan kalau ia masih dibawah umur. Waktu itu duduk di bangku SMP 80 Halim. “Umur saya waktu itu masih 14 tahun”, ucapnya.
Juara satu bintang radio televisi diraihnya pada festival pada tahun 1983. Selain menyanyi, Sundari menjadi guru kesenian di SMA 38 Jakarta. Tak bisa dihindarkan ia sering dikerjain murid-murid cowok, mobilnya dikasih bunga, wajahnya digambar oleh murid paling bandel, murid cowok duduk di bangku barisan depan setiap kali ia mengajar.
Tahun 2002 menjadi tahun yang penuh berkah baginya. Pada tahun 2002, ia merilis album keroncong asli yang diberi judul Ingkar Janji album ini menjadi album keroncong asli pertamanya, dimana ia menyanyi diiringi musik keroncong. Berkat album ini, ia dinobatkan sebagai penerima keroncong Award 2002 yang diselenggarakan Yayasan Bina Suci dan Radio Republik Indonesia. Pada tahun yang sama, ia juga menerima penghargaan khusus dari dewan kategorisasi di ajang AMI Sharp Award ke-6. Pada 14 Agustus 2002, ia dinyatakan lulus sebagai sarjana musik oleh Universitas Negeri Jakarta (dulunya IKIP) dengan nilai cukup memuaskan.
Meski menuai banyak keberhasilan dalam kariernya, perkawinannya dengan seorang pilot bernama Arman Surjadi kandas ditengah jalan pada tahun 2004. Kini ia mesti mengasuh anak semata wayangnya, Putri Intan Permata sebagai orang tua tunggal. Saat ditanya perihal anaknya, Sundari menuturkan bahwa anaknya yang sedang beranjak dewasa mulai menunjukan keinginan mengikuti jejaknya. “Hati saya trenyuh, ketika diusia 9 tahun dia sudah kepingin rekaman. Saya bebaskan dia untuk memilih dengan syarat punya tanggung jawab. Jangan numpang nama ibunya”.
Dengan statusnya sebagai orang tua tunggal perhatian, kasih sayang maupun perekonomian sekarang menjadi tanggung jawabnya. Dan untuk sekarang ini, ia sedang kuliah lagi dan mencari ilmu dari dunia nyanyi dan lain-lainnya. Ia berharap agar ilmu yang didapatkannya pada kuliah tersebut, ia nantinya dapat bekerja dibidang lain selain dari nyanyi.
Pada Senin, 1 Februari 2010, cita-cita Unti, nama panggilannya, meraih gelar tertinggi dibidang akademik tercapai. Didepan para penguji di Universitas Negeri Jakarta, ia berhasil mempertahankan desertasinya yang berjudul ; Pengaruh Budaya Organisasi, Perilaku Kepemimpinan dan Kepuasan kerja terhadap Komitmen Organisasi Karyawan PT Pembangunan Perumahan (persero) dengan yudisium cum laude.
Ketika ditanyakan apakah setelah menjadi doktor ia akan pensiun bernyanyi, ia mengatakan akan kembali mengajar di bidang Manajemen SDM. Ia boleh jadi menempuh arah yang berbeda dibanding seniman lain yang memilih terjun ke dunia politik. Selain menyanyi keroncong dan berusaha agar keroncong tetap disenangi, Unti lebih terpanggil didunia pendidikan yang membuatnya terpilih sebagai Duta Aksara.
Untuk merayakan 40 tahun berkarya, Sundari mempersembahkan sebuah konser akbar bertajuk Senandung Keroncong Indonesia: Sundari Soekotjo 40 Tahun Berkarya, konser ini dihelat di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta Selatan pada 21 April 2016. Perhelatan konser tepat pada Hari Kartini. Konser tersebut turut dimeriahkan oleh Rossa, Winky Wiryawan, Kunto Aji, Ikke Nurjanah, Didi Kempot, Dian Mita, Topan Tofano, dan lain sebagainya.[1]
Diskografi
- Rek Orek
- Ela Elo
- Jamur Ing Mangsa Ketiga
- Jangan Kau Ulangi Lagi
- Kebo Nusu Gudel
- Kudamba Cintamu Lagi
- Keroncong: Suci Dalam Debu
- Keroncong '90 (1990)
- Keroncong: Kanda di Mana (1995)
- Kangen
- Keroncong Asli Sundari Soekotjo Vol. 1 (2002)
- Album Emas Keroncong (2008)
- Pop Keroncong (2009)
- Keroncong Asli Sundari Soekotjo Vol. 2 (2010)
- Keroncong In Jazzy Mood - Impian Semalam (2015)
Penampilan Lain
- 1989 - Album soundtrack Semua Sayang Kamu lagu "Merindukan Mama" karya Wachid Adjie
Penghargaan
Tanggal 23 Maret 2011, bertepatan dengan Perayaan Hari Musik Nasional, Sundari menerima Penghargaan Hadiah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia.[2]
Referensi
- ^ Sundari Soekotjo Gelar Konser 40 Tahun Berkarya, diakses 19 April 2016
- ^ ":: Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010 ::". Diakses tanggal 2011-04-03.
Pranala luar
- (Indonesia) Sundari Sukoco - Kicau Burung
- (Indonesia) profil Sundari Sukoco di Taman Ismail Marzuki