Selekoh

penjuru atau bagian dinding benteng yang menjorok ke luar

Selekoh adalah sudut atau penjuru yang dibangun menjorok keluar pada dinding benteng dan dipersenjatai dengan artileri. Selekoh juga dikenal dengan istilah-istilah lain, misalnya katelum (dari bahasa Tamil, kottaḷam atau katlum), baluarti (dari bahasa Portugis, baluarte), baluwara (dari bahasa Belanda, bolwerk), dan bastion (dari bahasa Perancis, bastillon).

Gambar sebuah selekoh

Selekoh tercanggih terdiri atas dua sisi muka dan dua sisi samping, sehingga tembakan dari sisi sampingnya mampu melindungi sisi luar dari tembok benteng dan selekoh-selekoh terdekat.[1] Selekoh adalah salah satu unsur dalam rancang-bangun benteng pertahanan yang banyak digunakan sejak pertengahan abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-19. Pada zaman senjata-senjata api berat, benteng berselekoh menawarkan daya bertahan pasif yang lebih besar, dan jangkauan pertahanan yang lebih luas ketimbang benteng-benteng Abad Pertengahan yang digantikannya.

Dari menara ke selekoh

Pada pertengahan abad ke-15, kekuatan artileri sudah mampu meluluhlantakkan menara bundar dan tembok benteng tradisional Abad Pertengahan. Kenyataan ini terbukti oleh hancur leburnya kota-kota dan puri-puri yang dikuasai Inggris akibat gempuran artileri bala tentara Raja Charles VII menjelang berakhirnya Perang Seratus Tahun, serta takluknya Konstantinopel pada 1453 akibat gempuran meriam raksasa bala tentara Turki.[2]

 
Beberapa selekoh poligon pertama yang menjadi cikal bakal trace italienne, didirikan di Rodos antara 1486 sampai 1497.[3]
 
Salah satu selekoh semilingkaran Puri Deal, sebuah Device Fort di pesisir selatan Inggris.

Dalam Perang Delapan Puluh Tahun (1568–1648), para teknisi militer Belanda mempercanggih selekoh dengan memperpanjang sisi-sisi depannya dan memperpendek tembok benteng antar selekoh. Untuk meningkatkan daya tahan selekoh-selekoh rancangan baru ini, mereka menempatkan struktur luar berbentuk v (Ravelin) di depan selekoh-selekoh dan tembok-tembok benteng untuk melindunginya dari tembakan langsung artileri.[2]

 
Foto udara Neuf-Brisach, sebuah benteng pertahanan yang digunakan dalam peperangan di era Napoleon.

Gagasan-gagasan ini dan banyak gagasan lain dipadukan oleh Sébastien Le Prestre de Vauban dalam merancang trace italienne[2] yang berselekoh banyak dan seragam dan yang masih digunakan dalam peperangan di era Napoleon.

Efektivitas

 
Salah satu selekoh benteng Komárno, Slowakia.

Selekoh berbeda dari menara Abad Pertengahan dalam beberapa aspek tertentu. Selekoh lebih pendek daripada menara dan lazimnya sama tinggi dengan tembok benteng. Tinggi bangunan menara memang membuatnya sulit dipanjat tetapi juga menjadikannya mudah disasar tembakan artileri. Lazimnya di depan selekoh terdapat parit, di seberang parit didirikan tanggul yang lebih tinggi dari permukaan tanah dan melandai secara bertahap. Tanggul berundak ini melindungi selekoh dari tembakan meriam pihak penyerang, sementara ketinggian puncak selekoh dari dasar parit menjadikannya tetap sulit dipanjat.

Kontras dengan menara-menara penghujung Abad Pertengahan, selekoh (kecuali generasi perdana) berdinding rata, bukannya melingkar. Dinding rata menghilangkan medan tak terbidik, sehingga memungkinkan pihak bertahan untuk melepaskan tembakan langsung menuju sasaran manapun di depan selekoh.

Selekoh juga menempati lahan yang lebih luas daripada menara-menara pada umumnya. Bidang yang luas memungkinkan selekoh diperlengkapi dengan lebih banyak meriam, dan menyediakan ruang gerak yang lebih leluasa bagi para awak meriam.

Selekoh-selekoh yang menyintas sampai sekarang biasanya berlapis batu. Tidak seperti dinding menara, lapisan batu pada dinding selekoh hanya berfungsi untuk mempertahankan bentuk bangunan. Peluru meriam diharapkan akan menembusi lapisan batu dan kemudian teredam oleh ketebalan padatan tanah atau kerikil di baliknya. Puncak selekoh terbuka terhadap tembakan musuh dan lazimnya tidak dilapisi batu, karena hantaman peluru meriam pada permukaan berbatu dapat menghasilkan pentalan pecahan batu yang membahayakan pihak bertahan.

Selekoh yang berhasil direbut dapat dijadikan pangkalan oleh pihak penyerang, tempat dilancarkannya serangan-serangan lanjutan. Beberapa rancangan selekoh berusaha menanggulangi masalah ini,[4] yaitu dengan cara membangun entransemen atau struktur pertahanan kedua di belakang struktur pertahanan depan dengan cara menggali parit di belakang selekoh sehingga memisahkannya dari tanggul pertahanan utama.[5]

Macam-macam selekoh

Berbagai macam selekoh telah digunakan sepanjang sejarah.

  • Selekoh padat yang seluruhnya dipadati tanah sehingga seluruh permukaan puncaknya sama tinggi dengan permukaan tanggul pertahanan di belakangnya, tanpa rongga kosong di antara keduanya.
  • Selekoh kosong atau selekoh berongga, yakni selekoh yang hanya memiliki tanggul atau parapet pada sisi-sisi samping dan sisi-sisi mukanya, sehingga terdapat ruang kosong di bagian tengahnya. Area di belakangnya sangat rendah sehingga bilamana tanggul selekoh telah direbut, maka tidak ada struktur pertahanan kedua yang dapat didirikan di belakang selekoh.
  • Selekoh datar adalah selekoh yang dibangun pada pertengahan tembok benteng jika tembok benteng terlampau panjang untuk hanya dilindungi oleh selekoh pada penjuru-penjurunya. Istilah ini juga digunakan untuk menyebut selekoh-selekoh yang dibangun sepanjang tembok benteng.
  • Selekoh ganda, yakni membangun selekoh selekoh lain yang lebih tinggi di permukaan puncak sebuah selekoh yang besar, dengan menyisakan jarak 4–6 m (13–20 ft) antara parapet (pagar tembok) selekoh yang lebih rendah dan kaki tembok selekoh yang lebih tinggi.
  • Selekoh semi-lingkaran digunakan pada abad ke-16, akan tetapi selanjutnya tidak lagi digunakan karena sulitnya memusatkan tembakan dari senjata-senjata api yang diatur sepanjang kurva. Selekoh setengah lingkaran juga disebut sebagai selekoh "bulan separuh".
  • Selekoh lingkaran atau rondel berkembang pada abad ke-15 dan permulaan abad ke16, tetapi sedikit demi sedikit tergantikan oleh selekoh bersudut.

Galeri

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Whitelaw 1846, hal. 444
  2. ^ a b c Hinds & Fitzgerald 1981, hlm. 1.
  3. ^ Nossov & Delf 2010, hlm. 26.
  4. ^ Patterson, B.H. (1985). A Military Heritage A history of Portsmouth and Portsea Town Fortifications. Fort Cumberland & Portsmouth Militaria Society. hlm. 7–10. 
  5. ^ Hyde, John (2007). Elementary Principles of Fortification. Doncaster: D.P&G. hlm. 50–54. ISBN 978-1-906394-07-3. 

Referensi

  • Whitelaw, A., ed. (1846), The popular encyclopedia; or, 'Conversations Lexicon', I, Glasgow, Edinburgh, and London: Blackie & Son 
  • Harris, John. "Bastions" (PDF). Fortress Study Group. Diakses tanggal 2 March 2012.