Suku Bima

kelompok etnik di Indonesia

Mbojo ialah suku awal yang mendiami pulau Sumbawa bagian Timur, sekarang terbagi menjadi tiga bagian secara administratif, yaitu Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Kabupaten Dompu. Istilah Mbojo dipergunakan bila menyebut kata "Bima" dalam bahasa daerah Bima (nggahi Mbojo/bahasa Mbojo). Pun begitu, sebaliknya, istilah Bima digunakan untuk menyebut kata "Mbojo" dalam bahasa Indonesia. Istilah Mbojo juga biasa digunakan sebagai istilah suku asli Bima (Suku Mbojo) atau dou Mbojo (orang Bima).

Secara historis orang Bima atau dou Mbojo dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok penduduk asli (dou Donggo) dan kelompok orang Bima (dou Mbojo). Berikut adalah penjabaran dari dua kelompok tersebut.

1. Kelompok penduduk asli yang disebut dou Donggo.

Kelompok ini menghuni kawasan bagian barat teluk, tersebar di gunung dan lembah. Dari penelitian Zollinger (1847) diketahui bahwa dou Donggo (Donggo Di) dan penduduk Bima di sebelah timur laut teluk Bima (dou Donggo Ele) menunjukkan karakteristik yang jelas sebagai ras bangsa yang lebih rendah, kecuali beberapa corak yang menunjukkan kesamaan dengan orang-orang Bima di sebelah timur Teluk Bima. Sedangkan penelitian Elber Johannes (1909-1910) menyimpulkan pada dasarnya orang Bima yang tinggal di sekitar ibukota ada ras bangsa yang lebih tinggi, hidup pula ras bangsa campuran yang bertalian dengan orang Bugis dan Makasar yaitu ras bangsa Melayu Muda. Penelitian terhadap anggota masyarakat Bima yang lebih tua menunjukkan suatu kecenderungan persamaan dengan orang sasak Bayan di Lombok. Orang Donggo dan Sasak Bayan memiliki kesamaan ciri yaitu berambut pendek bergelombang, keriting, dan warna kulit agak gelap.

2. Kelompok yang lazim disebut orang Bima atau dou Mbojo.

Kelompok ini menghuni kawasan pesisir pantai. Orang Bima merupakan suatu ras bangsa campuran dengan orang Bugis-Makasar dengan ciri rambut lurus sebagai orang Melayu di pesisir pantai. Dalam pencatatan Kitab BO, bahwa para ncuhi berasal dari Hindia Belakang (Indo Cina) sebagai asal usul dari penduduk di pesisir pantai. Banyak kata benda dalam bahasa Bima yang memiliki persamaan dengan bahasa Jawa Kuno, utamanya yang masih dipergunakan oleh sisa penduduk asli yang tersimpan dalam bahasa Donggo, bahasa Tarlawi dan Bahasa Kolo. Hanya kadang-kadang pengucapannya sudah berubah atau pengucapannya tetap tapi artinya berbeda. Perubahan tersebut terjadi karena hubungan yang sulit atau terputus sehingga komunikasi antar penduduk induk sumber bahasa terputus pula. Akibatnya pengucapan atau arti bahasa asli tesebut berkembang dalam corak yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Contoh persamaan bahasa Bima dengan bahasa Jawa Kuno antara lain:

Bahasa Bima Bahasa Jawa Kuno Bahsa Indonesia
Ama Ama Ayah
Imba Imba Meniru
Uma Umah Rumah
Kica Kica Kera
Kuta Kuta Pagar
Jaga Jaga Jaga
Joli Joli Usungan
Ringa Renga Dengar
Teta Teta Ayah
Do’o Dooh Jauh

Ras Bangsa dan Bahasa Menurut sejarah perkembangannya, bahasa bima dibagi dalam 2 kelompok yaitu : 1. Kelompok bahasa Bima lama, meliputi: Bahasa Donggo, dipergunakan oleh masyarakat Donggo Ipa yang bermukim di pegunungan sebelah barat teluk meliputi desa Kala, Mbawa, Padende, Kananta, Doridungga Bahasa Tarlawi dipergunakan oleh masyarakat Donggo Ele yang bermukim di pergunungan Wawo Tengah, meliputi desa Tarlawi, Kuta, Sambori, Teta, Kalodu. Bahasa Kolo dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di desa Kolo di sebelah timur Asakota. 2. Kelompok bahasa Bima baru, lazim disebut nggahi Mbojo. Bahasa Bima baru atau nggahi Mbojo dipergunakan oleh masyarakat umum di Bima dan berfungsi sebagai bahasa ibu. Bagi masyarakat Bima lama, bahasa Bima berfungsi sebagai bahasa pengantar guna berkomunikasi dengan orang lain di luar kalangan mereka.

Aksara bahasa Bima banyak persamaan dengan aksara Makasar kuno dan apabila kedua aksara tersebut dibandingkan dengan aksara sansekerta, maka dapat dipastikan asal usul keduanya berasal dari aksara sansekerta (Zollinger) Menurut tingkatannya bahasa Bima dibagi dalam 3 tingkat, yaitu tingkat halus/bahasa istana, tingkat menengah yaitu bahasa sehari-hari dan tingkat rendah/kasar.

  1. Sejarah Bima Dana Mbojo

Referensi

  • Tajib, Abdullah. 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Jakarta: PT Harapan Masa PGRI.

Pranala luar