Radar Surabaya adalah surat kabar harian pagi yang terbit di Surabaya, Jawa Timur. Harian ini masih satu grup dengan Jawa Pos. Sirkulasinya terbatas di kawasan Surabaya dan sekitarnya (Sidoarjo, Gresik, dan Krian). Mulai berdiri pada 24 Januari 2001--persis tanggal 1 Imlek--Radar Surabaya mula-mula dikenal sebagai harian Suara Indonesia. Kantor redaksi tetap di Graha Pena, Jl Ahmad Yani 88 Surabaya, sama dengan kantor Jawa Pos, induk perusahaannya. Koran Suara Indonesia pernah sangat populer di ujung kekuasaan Presiden Soeharto, sehingga dikenal sebagai koran reformasi. (Sebelum itu Suara Indonesia adalah koran khusus ekonomi, dengan sirkulasi sangat terbatas). Setelah gerakan reformasi 1998, pembaca di Surabaya dan sekitarnya jenuh dengan berita-berita politik. Maka, beberapa koran atau tabloid politik seperti Suara Indonesia atau tabloid OPOSISI mengalami penurunan oplah yang sangat signifikan. Berita politik tidak laku lagi karena semua orang sudah bebas bicara apa saja. Nah, manajemen Jawa Pos Group kemudian memutuskan mengganti nama Suara Indonesia dengan Radar Surabaya. Alasannya, kata Lutfi Subagyo, pemimpin redaksi Radar Surabaya, koran ini mau difokuskan sebagai koran lokal Kota Surabaya dan sekitarnya. Isu-isu lokal diutamakan, berita-berita nasional tidak lagi dipasang di halaman satu. Di masa kepemimpinan Lutfi, arek Lamongan, Radar Surabaya sempat mencuat karena kisah bersambung Soerabaia Tempo Doeloe yang ditulis oleh Dukut Imam Widodo, seorang penulis dan novelis yang juga karyawan PT Smelting yang berlokasi di Gresik. "Pak Dukut itu andalan utama kita," kata Lutfi. Hampir setahun penuh kisah STD menghiasi Radar Surabaya, sehingga koran ini laris manis. Setelah Dukut berhenti menulis STD, Radar Surabaya mengalami kelesuan pasar. Pemimpin redaksi Lutffi Soebagyo diganti oleh Rindang Herawati, wartawan senior Jawa Pos yang di-BKO-kan di Radar Surabaya. Sejak itu Radar Surabaya kembali mengandalkan isu-isu nasional, tak jauh berbeda dengan Jawa Pos. Jadi, Radar Surabaya harus bersaing dengan induk perusahaannya sendiri. Setelah Rindang, kursi pemimpin redaksi dipegang oleh HM Siradj, juga orang Jawa Pos. Begitulah, pemimpin redaksi diganti beberapa kali, tetapi sebetulnya manajemen Radar Surabaya tetap dipegang oleh figur kuat Ibu Nany Wijaya. Radar Surabaya masih terus berusaha untuk merebut pasar di Kota Surabaya yang makin kompetitif saja.