Sejarah Banten
artikel ini tidak memiliki pranala ke artikel lain. |
Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia sekaligus merupakan nama kerajaan Islam. Banten juga dikenal karena aktivitas perdagangan, setelah Portugis masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-16 atau tepatnya tahun 1511. Banten memiliki sejumlah peninggalan arkeologi yang membuktikan bahwa wilayah tersebut sudah ditempati oleh manusia purba sejak zaman batu.
Prasejarah
Bukti bahwa Banten sudah ditempati sejak zaman batu adalah ditemukannya artefak kuno berupa alat batu di situs Cigeulis, Pandeglang. Alat batu tersebut berupa kapak sederhana yang biasa digunakan untuk berburu dan mengumpulkan makanan. Selain kapak juga ditemukan beliung persegi. Temuan lainnya adalah benda pemujaan terhadap arwah nenek moyang, yakni menhir. Peninggalan menhir di Banten ada di sekitar lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Situs tersebut bernama Sanghyang Heuleut yang berdekatan dengan Arca Sanghyang Dengdek.[1]
Berdasarkan benda-benda peninggalan tersebut dapat diketahui bahwa Banten mendapat pengaruh kebudayaan dari agama Hindu dan Budha. Perkiraan pengaruh Hindu Budha tersebut masuk ke Banten sebelum abad ke-5 dengan ditemukannya prasasti Munjul yang berhuruf Pallawa atau India Kuno dengan menggunakan bahasa Sansekerta. Adapun isi dari Prasasti Munjul, daerah Munjul menjadi salah satu daerah kekuasaan raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara, Bogor.
Kerajaan Islam
Masa Kerajaan Islam di Banten dibuktikan dengan peninggalan Keraton Surosowan yang diperkirakan berdiri pada abad ke-17 M. Keraton Surosowan diduga merupakan tempat tinggal Sultan Banten pertama, kemungkinan juga didirikan di dekat Karangantu. Abad ke-16 awal diperkirakan merupakan masa pertama pembangunan keraton di Banten Lama. Benteng Surosowan seluruhnya dibuat dari bata yang memiliki tipe berbeda menurut ukuran, bahan dan teknik pembuatannya. pada kedua gerbang salah satu gerbang dibuat atap setengah silinder.[2]
Sementara di luar benteng dibuat sungai buatan yang menyatu dengan Sungai Cibanten. Keraton Surosowan dibangun kembali pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin tahun 1552 M-1570 M. Pada masa itu dinding bagian dalam berfungsi sebagai penahan api sehingga antara pembangunan masa pertama dan masa kedua menjadikan Keraton Surosowan mengalami perubahan fungsi dinding. Perubahan tersebut membuat fungsi pertama berubah dari tadinya sebagai tembok keliling menjadi tembok pertahanan. Pembangunan masa kedua juga telah mengalami percampuran unsur dengan Eropa.[3]
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Oktober 2020. |
- ^ "Sejarah Banten, Sejak Zaman Purba Hingga Islam". Republika Online. 2020-04-30. Diakses tanggal 2020-10-03.
- ^ "Situs Resmi BPKP 2020". www.bpkp.go.id. Diakses tanggal 2020-10-03.
- ^ bpcbbanten (2019-03-25). "Sejarah Keraton Surosowan". Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-03.