Demokrasi Pancasila

Bentuk kepemimpinan demokrasi berdasarkan asas Pancasila

Pancasila adalah hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya.

Prinsip Pancasila

Prinsip pokok Pancasila adalah sebagai berikut[1]:

  1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia
  2. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
  3. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR atau lainnya
  4. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
  5. Pelaksanaan Pemilihan Umum
  6. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
  7. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
  8. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
  9. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
  10. Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan[1]:
  • Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat)
  • pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas)
  • kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat
  • Perlamenta yang berdasar kepada hak konstitusi yang disetujui pemerintah daerah

Tujuh Sendi Pokok

Dalam sistem pemerintahan demokrasi pancasila terdapat tujuh sendi pokok yang menjadi landasan, yaitu[2]:

Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum

Seluruh tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.

Indonesia menganut sistem konstitusional

Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara

Sebelum amendemen, seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu[2]:

Menetapkan UUD;
Menetapkan GBHN; dan
Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden

Wewenang MPR, yaitu[2]:

  • Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden
  • Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
  • Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
  • Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
  • Mengubah undang-undang.

Setelah amendemen, bunyi pasal 1 ayat 2 UUD 1945 menjadi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

Presiden adalah penyelenggaraan pemerintahan tertinggi di bawah MPR

Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Selain diangkat oleh majelis, presiden juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.

Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislatif ialah hak inisiatif, hak amendemen, dan hak budget.

Hak DPR di bidang pengawasan meliputi[2]:

  • Hak tanya/bertanya kepada pemerintah
  • Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah
  • Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah
  • Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal
  • Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.

Menteri negara adalah pembantu presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR

Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensial.

Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam praktiknya berada di bawah koordinasi presiden.

Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas

Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden[2].

Fungsi Demokrasi Pancasila

Adapun fungsi Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut[3]:

  • Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara, misalkan:
  1. Ikut menyukseskan Pemilu
  2. Ikut menyukseskan pembangunan
  3. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
  • Menjamin tetap tegaknya negara RI
  • Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
  • Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
  • Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
  • Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.

Demokrasi Deliberatif

Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan sila ke-4 Pancasila, dirumuskan bahwa “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”[4]. Dengan demikian berarti demokrasi Pancasila merupakan demokrasi deliberatif[4].

Dalam demokrasi deliberatif terdapat tiga prinsip utama[4]:

  1. prinsip deliberasi, artinya sebelum mengambil keputusan perlu melakukan pertimbangan yang mendalam dengan semua pihak yang terkait.
  2. prinsip reasonableness, artinya dalam melakukan pertimbangan bersama hendaknya ada kesediaan untuk memahami pihak lain, dan argumentasi yang dilontarkan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
  3. prinsip kebebasan dan kesetaraan kedudukan, artinya semua pihak yang terkait memiliki peluang yang sama dan memiliki kebebasan dalam menyampaikan pikiran, pertimbangan, dan gagasannya secara terbuka serta kesediaan untuk mendengarkan.

Demokrasi yang deliberatif diperlukan untuk menyatukan berbagai kepentingan yang timbul dalam masyarakat Indonesia yang heterogen[4]. Jadi setiap kebijakan publik hendaknya lahir dari musyawarah bukan dipaksakan[4]. Deliberasi dilakukan untuk mencapai resolusi atas terjadinya konflik kepentingan[4]. Maka diperlukan suatu proses yang fair demi memperoleh dukungan mayoritas atas sebuah kebijakan publik demi suatu ketertiban sosial dan stabilitas nasional[4].

Demokrasi Pancasila dalam Beberapa Bidang

Bidang ekonomi

Demokrasi Pancasila menuntut rakyat menjadi subjek dalam pembangunan ekonomi.[4] Pemerintah memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip keadilan sosial sehingga segala bentuk hegemoni kekayaan alam atau sumber-sumber ekonomi harus ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam penggunaan kekayaan negara.[4] dalam implikasi pernah diwujudkan dalam Program ekonomi banteng tahun 1950, Sumitro plan tahun 1951, Rencana lima tahun pertama tahun 1955 s.d. tahun 1960, Rencana delapan tahun dan terakhir dalam Repelita kesemuanya malah menyuburkan korupsi dan merusaknya sarana produksi.[4] Hal ini ditujukan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila.[4] Maka secara konkret, rakyat berperan melalui wakil-wakil rakyat di parlemen dalam menentukan kebijakan ekonomi.[4]

Bidang kebudayaan nasional

Demokrasi Pancasila menjamin adanya fasilitasi dari pihak pemerintah agar keunikan dan kemajemukan budaya Indonesia dapat tetap dipertahankan dan ditumbuhkembangkan sehingga kekayaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terpelihara dengan baik.[4] Terdapat penolakan terhadap uniformitas budaya dan pemerintah menciptakan peluang bagi berkembangnya budaya lokal sehingga identitas suatu komunitas mendapat pengakuan dan penghargaan.[4]

Referensi

  1. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama b
  2. ^ a b c d e Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta: Yayasan Menara Ilmu.Hlm 4-5.
  3. ^ Israil, Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan. Malang: Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.Hlm 27.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n Ujan AA,et.al. 2008. Pancasila Sebagai Etika Sosial Politik Bangsa Indonesia. Jakarta: MPK Universitas Atma Jaya Jakarta.Hlm 4-7.